Tuesday, 24 December 2019

Campur Tangani Libya, Turki Berpotensi Perang dengan Mesir

Indonesian Free Press -- Turki berpotensi terlibat perang melawan Mesir karena campur tangannya di Libya. Demikian tulis Veterans Today, 17 Desember.

Pada November lalu Presiden Turki Reccep Erdogan menawarkan bantuan kepada pemerintahan Libya di Tripoli (GNA) berupa pengiriman pasukan keamanan untuk membantu GNA yang tengah terlibat perang dengan pemberontak di Libya timur. Bantuan itu tidak gratis karena Erdogan meminta GNA untuk menyetujui perjanjian perbatasan laut dengan Turki. Fayez al-Sarraj, Perdana Menteri GNA merangkap Ketua Dewa Kepresidenan Libya menyetujui tawaran itu.

Berdasar kesepakatan itu Erdogan pun langsung mengklaim hak atas eksplorasi ekonomi di Laut Mediterania (Laut Tengah) yang membentang antara Turki dan Libya. Ia juga mengklaim semua pipa bawah laut yang terletak di wilayah tersebut harus mendapat ijin Turki. 


Hal ini tentu saja membuat marah Mesir, Israel dan Siprus yang sudah merencanakan untuk membangun jalur pipa migas di wilayah itua hingga Yunani. Sementara selama ini telah terjadi perselisihan antara Siprus, Israel, Yunani dan Turki atas aktifitas kapal-kapal pengebor Turki, dikawal oleh angkatan laut Turki, yang menerobos wilayah ekonomi eksklusif Siprus dan Yunani.

Paska tumbangnya Moammar Khadaffi oleh serbuan koalisi Arab-NATO Libya terpecah dua dengan sebagian wilayah timur dan selatan Libya dikuasai oleh Jendral Khalifa Haftar, mantan agen CIA. Haftar mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Mesir dan Russia. Delegasi pejabat AS baru-baru ini juga menemuinya.

Sembilan bulan lalu Haftar memulai kampanye untuk merebut seluruh Libya dari kekuasaan GNA terutama di Tripoli dan Misrata. Namun setelah pertempuran sengit dengan Mesir dan Uni Emirat Arab mengirimkan pesawat-pesawat tempur membantu Haftar dan Turki mengirim drone-drone dan pilotnya membantu GNA dan tentara bayaran Rusia membantu Haftar, kedua pihak gagal mengalahkan lawannya setelah kehabisan sumber daya.

Saat ini dipastikan Turki sudah mengirimkan pasukan untuk membantu GNA meski dalam penyamaran. Namun perjanjian dengan GNA akan memberi alasan Turki untuk mengirim pasukan terang-terangan. Erdogan pun sudah mengumumkan kesiapan untuk mengirim pasukan jika diminta GNA.

Hal ini pasti akan memancing Mesir untuk turut campur tangan langsung karena Mesir, tidak akan mengijinkan rejim Ikhwanul Muslimin eksis di perbatasan wilayahnya. Demikian juga halnya Saudi dan Uni Emirat Arab yang sangat membenci Ikhwanul Muslimin. Sementara Qatar dan Iran yang bersimpati kepada Ikhwanul Muslimin diperkirakan akan berdiri di belakang Turki.(ca)

No comments: