Monday, 23 December 2019

Hukuman Mati dengan Cara Hina untuk Musharraf Picu Protes

Indonesian Free Press -- Mantan Presiden dan Panglima Tentara Pakistan Jendral Pervez Musharraf dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Khusus, 19 Desember lalu atas kejahatan luar biasa (pengkhianatan tingkat tinggi) yang dilakukannya semasa berkuasa. Namun cara hukumannya dianggap terlalu keji sehingga memicu protes masyarakat termasuk para ulama dan kalangan angkatan bersenjata.

Seperti dilansir Veterans Today, 21 Desember, dalam vonis yang dibacakan Hakim Waqar Seth disebutkan: 

“Kami memerintahkan kepada para penegak hukum untuk melaksanakan keputusan ini dan untuk memastikan terdakwa [Musharraf] digantung pada lehernya. Setelah meninggal mayatnya diseret ke D-Chowk, Islamabad, Pakistan dan digantung selama 3 hari”.


Cara hukuman tersebut di atas dianggap terlalu detil dan keji sehingga salah satu pengadil, Hakim Karim, menolaknya meski ia mendukung hukuman mati. Sementara Hakim Akbar menolak hukuman mati, namun kalah suara dibandingkan dua hakim lainnya.

Hanya beberapa jam setelah pembacaan vonis, Menteri Hukum Farogh Naseem mengatakan bahwa pemerintah akan meminta Mahkamah Agung untuk 'menahan diri' dan memecat hakim yang telah menjatuhkan hukuman tersebut. Ia juga menyebut kondisi Musharraf yang sedang sakit. Naseem menyebut bahwa 'hukuman gantung di depan publik bertentangan dengan konstitusi dan juga hukum Islam. 

Jaksa Agung Anwar Mansoor Khan juga mengungkapkan kemarahannya atas hukuman tersebut dengan mengatakan, "hukuman ini inkonstitusional, tidak etis, tidak berperi-kemanusiaan, dan dijatuhkan oleh orang yang kesehatan mentalnya dipertanyakan."

Penolakan juga disuarakan oleh para praktisi dan ahli hukum hingga ulama. Ketua MUI Pakistan (All Pakistan Ulema Council (PUC) Tahir Ashrafi mengatakan: “Keputusan Pengadilan KHusus atas Jendral Pervez Musharraf melawan hukum Islam…hukum negara dan Shariah”.

Sementara ulama terkenal dan Mufti Muhammad Naeem mengatakan hukuman seperti itu sebagai 'membahayakan, tidak adil dan bertentangan dengan hukum Islam'.

Reaksi keras tentu saja dikeluarkan oleh angkatan bersenjata, institusi yang telah membesarkan Musharraf. Pada hari yang sama Direktur Media Militer Mayjend Asif Ghafoor mengatakan: “Hari ini vonis mendetil terhadap Musharraf…khususnya kalimat yang bertentangan dengan kemanusiaan, agam, budaya dan nilai-nilai lain…Angkatan Bersenjata Pakistan adalah institusi yang terorganisasi dan anggota-anggotanya telah mengangkat sumpah untuk mengorbankan hidupnya untuk pertahanan dan keamanan nasional… Kita telah menunjukkan selama 20 tahun apa yang tidak bisa dicapai angkatan bersenjata negara-negara lain. Kita tengah menghadapi perang hybrid… Kita juga mengetahui musuh-musuh kita, fasilitatornya, supervisornya dan rencana-rencana mereka… negara ini tengah menghadapi ancaman dari sumber-sumber internal dan external”. 

Mayjend Asif merujuk pada pernyataan Panglima militer India baru-baru ini. Menyindir para hakim, ia menyebutkan tentang orang-orang yang berusaha memecah belah Pakistan.

"Negara ini telah berkorban banyak untuk menjaga kestabilan seperti sekarang. Kami tidak akan membiarkan hal ini dirusak," kata Mayjen Ghafoor mengutip pernyataan Panglima AB Pakistan Jendral Qamar Javed Bajwa.

Tentang keputusan pengadilan terhadap Musharraf, Asif Ghafoor menyebutnya sebagai hal yang menyakitkan seluruh personil militer. Ia juga menyebut pengadilan tersebut sebagai melanggar konstitusi dan hak-hak seorang terdakwa.

Terlepas dari itu semua Musharraf layak dijatuhi hukuman berat. Tahun 1999 ia menghapus konstitusi setelah melakukan kudeta bersenjata. Tahun 2007 ia kembali menghapuskan konstitusi dan mengumumkan kondisi darurat dan menangkap para hakim, termasuk hakim-hakim agung yang menolak menyatakan kesetiaan kepadanya. Namun kejahatan paling besar ketika ia menumpas kelompok-kelompok Islam atas tuduhan teroris dengan mengikuti arahan Amerika.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Perlu di selidiki apakah ada kepentingan dibalik sosok Hakim Tersebut..