Wednesday 22 December 2010

Tidak Semuanya Baik-baik Saja


Ketika krisis keuangan global tengah menjadi topik utama pembicaraan masyarakat dunia tahun 2008 lalu, "Oprah Wimfrey Show" menampilkan tamu seorang warga Amerika korban krisis yang mengakibatkan dirinya kehilangan rumahnya yang tidak sanggup lagi dicicil kreditnya. Di akhir acara bintang tamu yang diundang Oprah, Simon Cowell (juri American Idols yang menjadi selebritis top dunia) memberi hadiah berupa cek senilai lebih dari $100.000 kepada sang tamu. Jumlah yang cukup untuk membeli rumah baru yang tergolong mewah. Selanjutnya untuk lebih membuat acara berakhir mengesankan seperti biasanya acara tersebut dikemas, para hadirin di studio mendapat bingkisan menarik dari Oprah. Maka semua hadirin pulang ke rumah dengan puas. Masing-masing menceritakan kepada orang-orang di sekelilingnya batapa enaknya tinggal di Amerika. Meski dalam kondisi krisis, masih ada banyak orang yang mau berbagi.

Tentu saja semua itu hanya ilusi belaka. Seorang warga yang mendapat ganti rugi dari Simon Cowell tidak sebanding dengan jutaan warga Amerika lainnya yang harus kehilangan rumahnya. Ribuan di antaranya, karena tidak ada saudara dan kerabat yang bisa membantu, terpaksa tinggal dalam tenda di pinggir-pinggir kota, atau di dalam mobilnya. Sebagian bahkan tinggal di bawah jembatan dan di saluran gorong-gorong bawah tanah.

Tapi itulah gunanya acara-acara televisi seperti "Oprah Wimfrey Show": mengalihkan perhatian dari persoalan utama. Dan ada puluhan juta, ratusan juta atau bahkan miliaran orang-orang liberal idiot yang menjadi korban ilusi seperti itu, menganggap segalanya berjalan baik-baik saja. Termasuk orang-orang Indonesia. Bahkan meski telah mengalami pahitnya krisis moneter, tetap menganggap segalanya baik-baik saja, aman dan terkendali. Padahal kalau mau membuka pikiran sejenak, akan ditemukan banyaknya keanehan yang tidak bisa dijelaskan untuk mendukung pendapat "segalanya baik-baik saja". Bagaimana mungkin suatu negara yang fundamental perekonomiannya baik, tidak dilanda bencana alam dan peperangan yang menghentikan roda perekonomian, tiba-tiba dilanda krisis yang mengakibatkan perusahaan-perusahaan tutup, harga-harga melambung, dan hutang luar negeri naik berkali-kali lipat. Bahkan pakar ekonomi sekaliber Prof DR Boediono dan DR Sri Mulyani tidak akan bisa menjelaskan hal itu kecuali setuju dengan pendapat bahwa telah terjadi konspirasi global untuk menghancurkan ekonomi Indonesia demi keuntungan pemilik modal asing. Faktanya adalah setelah krisis aset-aset strategis Indonesia jatuh ke tangan asing, dan hutang Indonesia yang harus dibayarkan ke pemilik modal asing secara ajaib melonjak tinggi.

Baru-baru ini saya menyaksikan film Hollywood di yang ditayangkan stasiun televisi swasta. Menceritakan tentang seorang pensiunan agen rahasia CIA yang ingin menebus masa lalunya yang sering meninggalkan keluarga dengan tinggal bersama istri dan putri tunggalnya yang tengah duduk di bangku kuliah. Pada suatu hari sang putri mendapat kesempatan untuk mengikuti program studi tour di Paris, Perancis. Sang ayah keberatan dengan keikutsertaan sang putri dalam program itu karena, sebagai bekas anggota CIA, mengetahui persis kerawanan di Perancis. Namun sang ibu, seorang wanita karier yang sukses, justru mendorong sang putri untuk mengikuti program itu.

"Biarkanlah sayang. Ia sudah dewasa," kata sang istri pada sang suami. Ketika sang suami ngotot melarang kepergian putrinya, sang istri pun marah. Ia manganggap sang suami terlalu kolot hingga tuduhan paranoid. Terakhir sang istri mengancam jika sang suami tidak mau merubah sikap, ia akan "mengusir" sang suami pergi. Maka akhirnya sang suami mengalah, dan sang putri pun terbang ke Paris.

Di Paris ternyata bahaya sebagaimana dikhawatirkan sang ayah telah mengintai sejak sang putri tiba di bandara De Gaulle Paris. Seorang pria simpatik berwajah Arab memberikan bantuan kecil kepada sang putri. Sang putri pun jatuh simpati dan keduanya berkenalan dan saling bertukar alamat dan nomor telepon. Pada malam harinya sang pria simpatik mendatangi apartemen sang putri bersama beberapa temannya. Rencana kencan pun berubah menjadi bencana karena sang pria simpatik ternyata berlaku kasar dan menculik sang putri. Sang pria simpatik ternyata adalah anggota sindikat prostitusi internasional yang modusnya menculik gadis-gadis cantik, menyekapnya dan membuatnya menjadi pecandu narkoba, dan selanjutnya menjualnya di pasar lelang pelacur kelas atas yang sabagian besar pelanggannya adalah orang-orang kaya Arab. Sindikat tersebut awalnya beroperasi di Rusia dan Eropa Timur dengan sasaran gadis-garis Rusia dan Slavia yang terkenal cantik. Namun karena alasan efisiensi, sindikat memindahkan sebagian operasinya ke Eropa Barat.

Secara garis besar cerita dalam film tersebut adalah nyata. Sebuah sindikat prostitusi internasional yang menyediakan pelacur-pelacur kulit putih Eropa. Namun ada hal-hal mendasar yang justru disembunyikan. Sindikat itu adalah Red Mafiya, mafia Rusia yang secara inklusif dikuasi oleh orang-orang yahudi. Satu hal lagi yang disebunyikan adalah pengguna prostitusi tertinggi adalah rakyat Israel. Mereka adalah orang-orang yang kitab suci Talmud-nya mengajarkan hubungan seks dengan wanita non-yahudi sebagai ibadah. Semua pria Israel, dari yang liberal, sekuler, orthodok dan konservatif, termasuk para pemuka agamanya adalah pengguna prostitusi paling rakus.

Dan bagi mereka yang menyangka segalanya berjalan baik-baik saja ada baiknya lebih banyak membaca situs-situs alternatif. Ini adalah berita yang saya dapat dari situs Occidental Observer:

Pemerintah Jerman baru-baru ini mempublikasikan pamflet yang berisi hal-hal yang sangat memalukan (mohon maaf): "Para ayah tidak cukup memberikan perhatian terhadap klitoris dan vagina putri-putri mereka. Anak-anak menyentuh semua bagian tubuh ayahnya, terkadang hingga mengganggu mereka. Para ayah harus melakukan hal yang sama."

Di Belanda segalanya bahkan berjalan terlalu jauh. Sebuah partai politik yang anggota-anggotanya adalah para pelaku pedophili berupaya melegalkan pornografi anak-anak dan hubungan seks antara anak-anak dan orang tua. Mereka bahkan berupaya melegalkan hubungan seks dengan binatang (beastiality).

No comments: