Thursday, 29 December 2011

AMERIKA MALANG, ISRAEL JALANG


(Penyelundupan rudal Patriot ke Cina)



Betapa malangnya Amerika dan betapa jalangnya Israel. Pada tahun 1980-an seorang yahudi Amerika, Jonathan Pollard, menjual data inteligen yang dicurinya di Amerika ke dinas inteligen Israel, Mossad. Data yang berisi informasi penting mengenai jaringan inteligen Amerika di Sovyet dan di Timur Tengah itu kemudian secara kurang ajar dijual para pejabat Israel ke .... Uni Sovyet.

Maka Sovyet pun bagai mendapat durian runtuh. Seperti membalikkan telapak tangan, mereka menghancurkan jaringan inteligen Amerika yang telah dibangun dengan susah payah dan biaya tak terhingga. Yang lebih menyakitkan, ratusan agen rahasia Amerika, dihukum penjara hingga hukuman mati oleh Sovyet karena informasi Israel itu.

Dan kejadian seperti ini terus saja terjadi. Penyebabnya karena para pejabat korup-pengecut Amerika tidak pernah berani berkata "tidak" untuk memberikan Israel akses penuh pada inteligen dan militer Amerika, termasuk bantuan cuma-cuma militer senilai miliaran dolar setiap tahun untuk Israel. Sebagaimana kata Ariel Sharon: "Kita orang-orang yahudi menguasai Amerika, dan mereka menyadari hal itu!"

Baru-baru ini otoritas keamanan Finlandia berhasil menggagalkan "penyelundupan" persenjataan canggih buatan Amerika ke Cina. Barang-barang selundupan itu kemudian diketahui termasuk rudal-rudal pertanahan udara tercanggih di dunia, "Patriot-3" serta berbagai bahan peledak canggih. Dokumen pengiriman barang-barang tersebut menunjukkan tampat tujuan pengiriman adalah Shanghai, Cina. ADapun nilai barang diperkirakan mencapai $4 miliar atau setara hampir Rp40 triliun.

Pemerintah Jerman buru-buru menawarkan diri sebagai pemilik barang selundupan tersebut, namun ditolak Finlandia karena tidak ada bukti otentik. Lagi pula tidak ada negara di dunia yang memiliki senjata "Patriot 3" di luar negara pembuatnya, Amerika, kecuali Israel. Maka pandangan mata harus dialihkan ke negeri "tungau" ini, negara yang memang sudah dikenal sebagai "pengkhianat terbesar Amerika" ini. Dikabarkan juga pemerintah Korsel melakukan hal yang sama dengan Jerman, namun juga sia-sia. Pemerintah Cina tentu saja menolak tuduhan sebagai pemilik senjata yang diselundupkan itu untuk menutupi kesalahan. Sebaliknya Cina menuduh senjata-senjata itu ditujukan ke Korea Selatan. Dan skandal ini semakin menarik.

Jerman, yang menjadi jajahan Israel sejak Perang Dunia II karena "kesalahan kepada orang-orang yahudi" dalam perang tersebut, tidak kuasa menolak permintaan Israel untuk menutupi skandal yang memalukan itu sebagaiman juga media massa barat yang menyembunyikan skandal ini. Dan keterlibatan Jerman dalam operas-operasi penyelundupan senjata yang dilakukan Israel sudah berlangsung lama. Alat pengayak uranium untuk pembuatan senjata nuklir yang dijual Israel ke Afrika Selatan dan Libya, berasal dari Jerman. Saddam Hussein juga mendapatkan bahan-bahan senjata kimianya dari Jerman, meski kali ini Israel mempergunakan tangan keluarga Bush, keluarganya 2 mantan presiden Amerika.

Cina juga diketahui mendapatkan beberapa teknologi canggih Amerika sebelumnya, karena Israel. Pesawat tempur siluman Cina terbaru JA-20, misalnya. Pesawat ini dibuat berdasar teknologi curian pesawat tempur tercanggih di dunia buatan Amerika, F-22 Raptor.

Senjata canggih "Patriot 3" sebenarnya diberikan Amerika untuk membantu Israel menghadapi kemungkinan serangan rudal Iran, Hizbollah dan Hamas jika benar terjadi peperangan terhadapnya di tengah ancaman perang yang semakin serius. Namun alih-alih dimanfaatkan sesuai tujuan, Israel menjualnya ke musuh serius Amerika, Cina.

Orang-orang kebanyakan yang tidak memahami watak dan kharakter orang-orang yahudi mungkin heran, mengapa Israel justru menjual senjata yang sangat vital bagi keamanan mereka dan mengkhianati negara yang telah sangat setia mendukung dan melindungi kepentingannya seperti Amerika. Tidak ada nasionalisme dan nilai-nilai ideal di kalangan para pejabat Israel kecuali opportunisme. Semua pejabat tinggi Israel adalah "pedagang", memiliki perusahaan-perusahaan yang digunakannya untuk memperkaya diri dengan menggunakan fasilitas negara. Dan dari semuanya itu, para pejabat inteligen Mossad adalah yang paling rakus (baca buku "By Way of Deception" karya Victor Ostrovsky). Mungkin para pejabat INdonesia telah meniru mereka sehingga korupsi terus merajalela di negeri ini.

Amerika sendiri memandang Cina sebagai ancaman paling serius terhadap dominasi global yang selama ini dinikmatinya. Apalagi ketegangan Cina dengan sekutu-sekutu Amerika di kawasan Laut Cina Selatan semakin menambah kekhawatiran Amerika terhadap dominasi Cina. Sementara Cina semakin meningkatkan kemampuan militernya dengan membangun senjata-senjata canggih. Selain pesawat tempur siluman JA-20, Cina juga sukses mengembangkan senjata rudal super cepat anti-kapal dan baru saja membangun kapal induk baru yang semuanya bisa memandulkan atau setidaknya mengurangi keunggulan militer Amerika.

Pada bulan April 2009 Departemen Pertahanan Amerika mengumumkan hilangnya data teknis sebesar 1,5 terabyte dari pesawat tempur canggih mereka, F-35, versi ekspor dari F-22 yang lebih rendah kualitasnya dibanding Raptor. Kedua pesawat dirancang untuk menjadikan AU Amerika dan sekutunya tak terkalahkan dalam 40 tahun ke-depan. Dengan hilangnya data tersebut, tentu saja hilang juga keunggulan Amerika dengan proyek senilai $300 miliar untuk mengembangkan pesawat F-35/F-22 Raptor. Dan pencuri teknologi itu tidak lain adalah Israel. Namun lobbi Israel yang kuat di Amerika membuat skandal itu hilang begitu saja. Dan keberhasilan cina membuat pesawat JA-20 membuktikan hal itu terkait dengan hilangnya teknologi F-20 tahun 2009.

Meski rudal-rudal yang diselundupkan (hanya rudal, tidak termasuk sistem radarnya) hanya bernilai $4 miliar, nilai transfer teknologinya mencapai $125 miliar, jumlah yang sangat besar bagi Amerika yang terus mengalami defisit anggaran belanjanya.

Detektif Superintendent Timo Virtanen dari kepolisian Finlandia yang bertanggungjawab atas kasus penangkapan senjata-senjata tersebut mengatakan:

"Sebenarnya, dalam penyidikan kami sampai saat ini, kami telah menemukan 69 rudal Patriot dan 160 ton bahan-bahan pembuat bom."

Bahan-bahan eksplosif tersebut diidentifikasi sebagai "nitroguandine", bahan peledak rendah sensitifitas namun sangat cepat kecepatan detonasinya. Bahan ini biasanya digunakan untuk membuat rudal yang diluncurkan dari kapal atau kapal selam, atau untuk membuat dan menguji coba disain senjata nuklir.

Kepala bea cukai Finlandia, Petri Louatmaa, menyatakan bahwa kasus seperti itu adalah bukan yang pertama kali, namun kali ini adalah yang terbesar. Finlandia kini tengah mengajukan pertanyaan ke sejumlah negara yang diduga terkait dengan pengiriman ini meski tidak disebutkan negara mana saja.

Dephan Amerika sendiri menyatakan bahwa penyelundupan ini merupakan modus baru, baik dari jenis barang yang diselundupkan maupun pengirimannya. Para pejabat Amerika juga cukup heran dengan penyelundupan ini.

"ADa dua rudal dalam satu tabung peluncur. Kontainernya tidak mudah untuk dibuka dan rudal tidak bisa dipidahkan untuk diperiksa tanpa merusak mesin mekanis peluncuran. Mereka dikirim untuk ditempatkan di kapal atau kendaraan peluncur. Maka cara pengiriman rudal-rudal itu menunjukkan keheranan atau ketidak profesionalan yang serius," demikian pernyataan Dephan Amerika.

Sejauh ini para pejabat pertahanan Israel masih belum memberikan komentarnya. Pengiriman-pengiriman senjata Amerika ke Israel biasanya melalui bandara Schipol, Amsterdam dimana Israel memiliki fasilitas-fasilitas keamanan sendiri.



Sumber:
"Breaking: Patriot Missiles Seized, Sold To China by Israel (Updates)"; Gordon Duff; Veterans Today, Military & Foreign Affairs Journal; 23 Desember 2011

No comments: