Sunday 18 October 2015

Cina Mengaum, Australia pun 'Mengkeret'

Indonesian Free Press -- Pemerintah Australia menyatakan tidak akan terlibat dalam program pertahanan Amerika terkait dengan konflik di Laut Cina Selatan. Hal ini setelah pemerintah Cina mengancam menggunakan kekerasan jika Amerika dan sekutu-sekutunya berani melanggar wilayah 12 mil laut dari garis pantai pulau-pulau yang diklaimnya di kawasan itu.

"Kami tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan mata-mata ataupun kegiatan lainnya yang direncanakan Amerika. Dalam masalah ini kami tidak berpihak pada siapapun," kata Menteri Perdagangan Australia Andrew Robb kepada Bloomberg, hari Kamis (15 Oktober), terkait dengan rencana Amerika menguji keseriusan Cina menjaga klaimnya atas pulau-pulau di Laut Cina Selatan.

Dua hari sebelumnya Menhan Amerika Ash Carter mengatakan bahwa kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Amerika akan melintasi wilayah yang diklaim Cina  di Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.

"Jangan salah, kami akan terbang dan berlayar di manapun wilayah internasional seperti kami melakukannya di tempat-tempat manapun di dunia. Dan Laut Cina Selatan bukanlah pengecualian," kata Carter kepada wartawan.

Menlu Australia Julie Bishop yang bersama Carter saat itu mendukung pernyataan Carter dengan mengatakan bahwa kedua negara berada di 'halaman yang sama' dalam masalah tersebut.

"Hampir 3/4 perdagangan kami melalui Laut Cina Selatan, jadi saya rasa cukup berdasar bagi kami untuk menganggap perlunya memastikan keamanan jalur laut kami," kata Bishop.

Cina telah membangun beberapa pulau karang di Laut Cina Selatan menjadi pangkalan laut dan beberapa fasilitas lainnya yang mengundang kecaman Amerika dan sekutu-sekutu regionalnya di Asia Tenggara yang terlibat perselisihan klaim kepemilikan pulau-pulau tersebut. Cina mengklaim pembangunan pulau-pulau itu untuk keperluan sipil, namun Amerika menuduh Cina tengah membangun pangkalan militer untuk mendukung klaim Cina atas kawasan tersebut.

Sejak minggu lalu para pejabat Amerika menyerukan bahwa Amerika akan mengirim kapal-kapal perangnya memasuki wilayah 12 mil laut yang diklaim Cina sehingga mengundang ketegangan yang serius dan memaksa Cina untuk bereaksi keras.

Pada hari Rabu (14 Oktober) atau sehari setelah pernyataan Carter dan Bishop, Jubir Kemenlu Cina Hua Chunying mengecam rencana Amerika itu sebagai tindakan 'pamer otot' dan menyatakan Cina tidak akan mentolerir rencana Amerika itu.

"Negara-negara tertentu tengah memamerkan otot militernya," kata Hua Chunying.

"Kami berharap Amerika bisa melihat situasi saat ini di Laut Cina Selatan secara obyektif dan fair dan memainkan peran konstruktif bersama Cina dengan menjaga perdamaian dan kestabilan di Laut cina Selatan," tambahnya.

Harian terkemuka Cina, Global Times, dalam editorialnya pada hari yang sama menyebut langkah Amerika melanggar wilayah batas 12 mil laut sebagai 'melanggar kedaulatan Cina'.

“Cina tidak boleh mentolerir pelanggaran kedaulatan Cina secara terang-terangan atas pulau-pulau itu," tulis Global Times seraya menambahkan bahwa militer Cina akan menanggapi rencana Amerika itu dengan kekuatan.

Meski hanya berupa pulau-pulau karang, wilayah Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel dan pulau-pulau lain di kawasan Laut Cina Selatan diyakini memiliki kandungan mineral yang menggiurkan. Sementara jalur laut yang melintasi kawasan itu merupakan salah satu jalur perdagangan paling sibuk di dunia. Cina mengklaim seluruh wilayah Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya, namun hal itu ditolak oleh sejumlah negara di kawasan, seperti Brunei, Malaysia, Philippines, Vietnam dan Taiwan.
 
Amerika telah mengumumkan akan menempatkan 'keamanan' kawasan Asia Timur, termasuk Laut Cina, sebagai prioritas kebijakan luar negeri Amerika dan berencana menempatkan 60% kekuatan lautnya di wilayah ini. Dalam hal ini Amerika telah membangun pangkalan militer di Darwin, Australia Utara yang berdekatan dengan wilayah INdonesia.(ca)

No comments: