Sunday, 11 October 2015

Turki Menaui Badai yang Ditaburkan Sendiri

Indonesian Free Press -- Setidaknya 95 orang dinyatakan meninggal akibat serangan bom yang terjadi di Ankara, Turki, hari Sabtu (10 Oktober), meski pihak oposisi Turki menyebutkan angkanya mencapai 128 orang. Ini adalah serangan teroris terbesar yang dialami Turki modern sejak 92 tahun yang lalu. Serangan ini sekaligus membenarkan peringatan Suriah Presiden Bashar al Assad beberapa waktu lalu yaitu bahwa negara-negara pendukung pemberontakan Suriah akan mengalami serangan-serangan teroris oleh para pemberontak yang mereka dukung.

Sampai sebelum Arab Spring tahun 2010, yang merupakan konspirasi zionis internasional dengan kelompok Ikhwanul Muslimin untuk mengambil alih kekuasaan di kawasan Timur Tengah ke tangan penguasa-penguasa baru dari kalangan Ikhwanul Muslimin yang lebih pro-Amerika/Israel, Turki adalah negara yang maju dan terhormat di mata negara-negara di dunia, terlebih di kawasan Timur Tengah. Namun dalam sekejap hal itu sirna setelah Turki melibatkan diri dalam konflik Suriah yang disponsori Amerika dan sekutu-sekutunya. Turki terpaksa harus menampung jutaan pengungsi yang menghabiskan pundi-pundi keuangan negara, termasuk ribuan mujahilin teroris dari berbagai negara yang setiap saat bisa melakukan tindakan-tindakan keji. Turki kini juga terlibat perang dengan komponen bangsanya sendiri, yaitu orang-orang Kurdi.

Akibatnya bisa terlihat dengan kemerosotan suara Partai Keadilan dan popularitas pemimpinnya, Recep Erdogan, dalam pemilihan parlemen lalu. Untuk pertama kalinya Partai Keadilan kehilangan hak untuk membentuk pemerintahan sendiri setelah perolehan suaranya merosot tajam. Dan karena tidak ada satu partai oposisi pun yang bersedia berkompromi untuk membentuk pemerintahan, Erdogan pun harus menggelar pemilu ulang.

Namun, serangan bom itu terjadi tidak lama sebelum pemilihan umum digelar.

Sebagian pihak mencurigai pelaku serangan itu adalah kelompok teroris ISIL, yang pernah didukung Turki dan dalam taraf tertentu masih tetap didukung Turki, Amerika dan negara-negara Arab badui. Sebagian pihak lain menuding kelompok perlawanan Kurdi sebagai pelakunya, meski secara logis hal ini sangat lemah karena orang-orang Kurdi sudah mulai meninggalkan perjuangan bersenjata dan bahkan sebelum terjadi serangan bom mengumumkan rencana gencatan senjata sepihak.

Dan tidak sedikit yang menuduh pemerintahan Recep Erdogan sendiri yang berada di balik serangan teroris itu. Setidaknya hal itu ditunjukkan oleh para korban serangan yang menunjukkan kemarahan kepada para pejabat dan aparat keamanan yang berada di lokasi serangan. Para demonstran yang menjadi korban serangan bom itu melempari polisi dengan batu dan botol-botol air. Mereka juga mengusir pejabat pemerintah yang datang ke lokasi serangan.

Sejumlah pangamat menuduh pemerintahan Erdogan sengaja memicu peperangan dengan kelompok Kurdi untuk menarik dukungan kalangan nasionalis menjelang pemilu November mendatang. Dalam hal ini pemimpin oposisi Selahattin Demirtas menyebut pemerintah telah melakukan 'pembantaian' dan 'serangan oleh negara kepada rakyat sendiri'. Sebagai bentuk kemarahan ia menyatakan penolakan untuk bertemu dan berbicara kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu.

Seorang jubir partai oposisi HDP mengatakan serangan bom itu ditujukan kepada HDP yang menjadi pendukung aksi demonstrasi tanggal 10 Oktober yang berujung pada serangan bom. Kala itu HDP dan partai-partai oposisi, serikat pekerja dan sejumlah kelompok aktifis menggelar aksi demonstrasi menentang kebijakan pemerintah memerangi kelompok Kurdi. Akibat serangan itu sejumlah kandidat kepala daerah dan anggota parlemen dari HDP tewas.

Lutfu Turkkan, anggota parlemen dari kelompok garis keras menuduh inteligen Turki MIT bertanggungjawab atas insiden ini.

"Apakah itu karena kegagalan mengantisipasi, atau bahkan dilakukan sendiri oleh MIT?" tulis Turkkan dalam akun Twitter-nya.

Mendagri Selami Altinok membantah tuduhan kesalahan pada pemerintah, sementara jurnalis pro-pemerintah Fatih Tezcan justru menuduh HDP sendiri sebagai pelaku pemboman untuk menarik simpati menjelang pemilu. Namun Selami Altinok, yang tersenyum saat menggelar konperensi pers, rami-ramai dikecam publik dan dituntut untuk mundur.

Sejumlah pengamat meyakini bahwa serangan bom itu terkait dengan keputusan kelompok gerilyawan Kurdi PKK untuk menghentikan tembak-menembak dengan pasukan pemerintah, demi meraih simpati publik kepada partai politik Kurdi HDP. Serangan itu diharapkan akan memicu kembali pertempuran sehingga cap teroris kembali bisa disematkan kepada orang-orang Kurdi.

“Tidak ada satu pejabat pemerintahpun yang mengundurkan diri karena serangan ini. Itu berarti mereka bahagia," kata Demirtas.(ca)

2 comments:

abu bakar said...

saya setuju dengan anda bernas dan tepat, saya pernah menghantar email kepada today zaman ;-3 tahun dulu menyatakan turki usah menjadi hamba nato, nampaknya kita mempunyai pandangan yang sama AKP dan erdogan mengecewakan bukan turki bahkan umat islam sedunia--

semuanya kembali kepada rakyat turki--

mengingatkan saya katakata nabil fahmy mantan menteri luar mesir semasa krisis mesir memuncak-Turki takkan dapat memimpin Arab

Erdogan saya fikir jauh dari berkemampuan untuk berada dalam situasi sepatutnya melainkan menjadi hamba us, untuk melakukan itu dan itu perlukan kebenaran

demikian nasib dunia sunni yang kaya dengan buih buih

Unknown said...

Gelombang reformasi mulai tumbuh di tubuh Turki Sendiri.. Siapa yg menabur dia yg menuai.

-kasamago.com