Saturday 3 October 2015

Jangan Bangunkan Macan Tidur

Indonesian Free Press -- "Pak Karni Ilyas bukan PKI, khan?" Demikian pertanyaan bernada 'sindiran' kepada host Indonesia Lawyers Club sekaligus pimpinan redaksi TVOne, dalam acara ILC awal pekan lalu.

Pertanyaan itu bukan tanpa makna sama sekali. Pak Letjend (Pur) Agus Suyono tentu tidak sedang 'mabuk' ketika memberikan sindiran itu. Sebagai mantan Asisten Teritorial yang dekat inteligen TNI tentu mengetahui bahwa Karni Ilyas tengah menggunakan institusi yang dipimpinnya, redaksi TVOne untuk memainkan isyu kebangkitan PKI, meski temanya adalah tentang pemberian ma'af kepada PKI oleh pemerintah.

Isyu tentang pemberian ma'af pemerintah kepada PKI telah beredar di tengah masyarakat sejak tahun lalu dan kembali memanas menjelang peringatan G-30-S PKI setelah di blow-up oleh media massa terutama TVOne. Isyu ini bertambah ramai lagi dengan munculnya desas-desus bahwa pemerintah akan mengubah nama 'Hari Kesaktian Pancasila' tanggal 1 Oktober dengan 'Hari Tragedi Nasional', serta desas-desus bahwa Presiden Jokowi tidak akan menghadiri upacara peringatan 'Hari Kesaksian Pancasila' tanggal 1 Oktober lalu.

Pada akhirnya Presiden Jokowi memang menghadiri peringatan tersebut dan membantah desas-desus akan membuat pernyataan permintaan ma'af kepada PKI. Namun pemerintahan Jokowi tetap saja berusaha mengkaburkan 'Hari Kesaksian Pancasila' dengan menjadikan hari yang sama sebagai 'Hari Kopi Nasional'. Selain itu, Jokowi juga tidak tegas dalam menyatakan penolakannya terhadap permintaan ma'af kepada PKI.

"Sampai hari ini tidak ada niat untuk meminta ma'af," kata Jokowi.

Kita tentu masih ingat dengan pernyataan serupa oleh Jokowi ketika ditanya tentang rencananya untuk mengikuti pilpres 2014 lalu. Saat itu ia mengatakan tidak terfikir untuk ikut pilpres, namun faktanya berbeda dangan janjinya. Ini adalah contoh manusia yang tidak mempunyai kharakter, integritas dan jiwa yang baik, yang sayangnya justru terpilih menjadi presiden Indonesia.

PKI dan komunis telah menjadi sejarah hitam bangsa Indonesia. Tidak perlu lagi dipaparkan apa itu komunisme dan bahaya yang ditimbulkannya karena di blog ini penuh dengan tulisan tentang hal itu. Rakyat Indonesia telah cukup bijak dengan berusaha mengubur kenangan tentang PKI tersebut karena ada jutaan orang yang kehilangan nyawanya, baik pendukung PKI maupun lawan-lawan politiknya. Namun upaya tersebut dihancurkan oleh sekelompok orang yang terus berusaha mengungkit-ungkit peristiwa kelam G-30-S PKI.

Mengapa sekelompok kecil orang itu: Komnas HAM, Karni Ilyas (saya tidak yakin Aburizal Bakrie selaku pemilik TVOne merestui Karni Ilyas), Hanung Bramantyo, Putri Indonesia yang saya lupa namanya, Nursyahbani Katjasungkana, Menkumhan, dan orang-orang lingkaran dekat presiden begitu berani bermain api mengungkit-ungkit masa lalu yang menyakitkan sebagian besar rakyat Indonesia yang menjadi korban keganasan PKI? Tidak lain karena di belakang mereka terdapat kekuatan besar global, yaitu mereka yang berusaha membuat 'Tatanan Dunia Baru' dengan dajjal sebagai pemimpinnya.

Namun saya bersyukur hidup di Indonesia, satu dari sangat sedikit yang berhasil selamat setelah mengalahkan komunisme. Tuhan seperti telah memilih INdonesia untuk menjadi penghancur komunisme dan Tatanan Dunia Baru. Setidaknya sampai saat ini upaya untuk melemahkan Indonesia dengan isyu permintaan ma'af dan pembayaran kompensasi kepada keluarga PKI berhasil digagalkan. Karena jika benar pemerintah meminta maaf dan membayar kompensasi, Indonesia bakal kembali ke situasi kacau seperti sebelum G 30 S yang tentu tidak kita inginkan.

Rakyat Indonesia sudah cukup susah dipimpin oleh regim-regim komprador asing untuk ditambah lagi dengan persoalan PKI.(ca)

No comments: