Indonesian Free Press -- INI adalah nama julukan untuk seekor buaya Sungai
Nil yang berhabitat di negara Burundi, Afrika, yang terkenal karena reputasinya
sebagai buaya pemangsa manusia terbesar di dunia.
Semua binatang pemangsa manusia yang ditulis di
buku ini telah tewas atau tertangkap setelah diburu manusia, namun tidak demikian
halnya dengan Gustave, yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya
setelah diyakini telah memangsa lebih
dari 300 manusia. Meski angka tersebut belum bisa diverifikasi mengingat
sebagian besar korbannya adalah penduduk negara yang sistem administrasinya
masih terbelakang, namun reputasi tersebut tentu tidak didapatkan begitu
saja.
Gustave diketahui tinggal di sekitar Sungai Rusizi
di perbatasan Kongo dan Burundi hingga ke bagian utara Danau Tanganyika di
negara Burundi, Afrika tengah. Nama Gustave sendiri diberikan pertama kali
oleh Patrice Faye, seorang herpetologis dan petualang asal Perancis yang
mempelajari kehidupan buaya ini sejak tahun 1998. Sebagian besar informasi
tentang Gustave didapatkan dari film dokumenter “Capturing the Killer Croc”serta artikel majalah National Geographic
yang ditulis oleh Michael McRae pada bulan Maret 2005.
Namun pada keduanya, Patrice Faye merupakan narasumber utamanya.
Karena tidak pernah tertangkap, tidak diketahui
pasti ukuran tubuh dan umur Gustave. Namun para ahli yang pernah melihatnya
meyakini ukuran tubuhnya mencapai 6 meter lebih dengan berat badan lebih
dari satu ton. Itu adalah ukuran yang luar biasa besar untuk jenis buaya
Sungai Nil karena ukuran sebesar itu
biasanya hanya bisa dicapai oleh jenis buaya air asin yang tinggal di
wilayah India, Asia Tenggara hingga Australia Utara.
Sekedar perbandingan, Lolong, nama seekor buaya air asin yang tertangkap di Bunawan
Creek, Filipina tahun 2011, memiliki panjang 6,17 meter dan tercatat
sebagai buaya terbesar yang pernah ditangkap hidup-hidup oleh manusia.
Ia ditangkap oleh tim gabungan yang dibentuk pemerintah setelah
dianggap bertanggungjawab atas kematian sejumlah orang dan hilangnya sejumlah
kerbau milik warga. Dibutuhkan lebih dari 100 orang untuk mengangkat
Lolong ke darat. Sayang buaya ini tidak berumur panjang di dalam kandang
dan pada tanggal 10 Februari 2013 ditemukan tewas. Adapun buaya terbesar yang pernah diburu
manusia adalah buaya air asin yang ditembak oleh pemburu buaya Krystina Pawlowski
tahun 1957 di Sungai Norman di dekat kota Normanton, Queensland, Australia.
Buaya ini tercatat memiliki panjang hingga 8,65 meter.
Dari catatan pejabat-pejabat sipil dan kepolisian
Burundi, diketahui bahwa Gustave mulai melakukan aksinya memangsa manusia
pada tahun 1987
di wilayah sekitar dusun-dusun Magara, Kanyosha,
dan
Minago yang terletak di pantai utara Danau Tanganyika. Serangan-serangan
terjadi secara periodik. Pada bulan Oktober hingga Februari biasanya terjadi
serangan-serangan intensif kemudian selama
tiga tahun tidak terjadi satu serangan
pun. Pada setiap serangan itu otoritas lokal menyebutkan buaya raksasa
sebagai pelakunya.
Para ahli berbeda pendapat tentang usia Gustave.
Sebagian berpendapat usianya telah mencapai 100 tahun untuk mencapai ukuran
sebesar itu. Namun sebagian ahli membantahnya, karena pada usia setua itu
buaya sudah kehilangan sebagian besar giginya. Mereka memperkirakan usia sebenarnya sekitar
60-an tahun. Gustave dikenal memiliki tiga bekas luka tembakan di tubuhnya,
terutama di bagian kepala. Pundak kanannya diketahui juga memiliki bekas
luka yang dalam. Para ahli mengklaim ukuran tubuhnya yang besar memaksanya
untuk memangsa mahluk hidup berukuran besar juga seperti kuda Nil, kerbau
air, rusa wildebeest hingga manusia.
Menurut keterangan sejumlah warga lokal, Gustave
sering meninggalkan mangsanya utuh tanpa dimakan dan melakukan pembunuhan
karena kesenangan. Sedangkan dalam film dokumenter “Capturing the Killer Croc” disebutkan bahwa Gustave, dengan ukuran
tubuhnya yang memungkinkannya bertahan tidak makan selama berbulan-bulan,
sangat selektif dalam memilih
mangsanya.
Upaya-Upaya Penangkapan dan
Penampakan Terakhir
Hingga tahun 1998 Gustave
hanya sekedar seekor buaya tidak bernama yang menghantui warga di
wilayah-wilayah sekitar habitatnya sebelum akhirnya menjadi perhatian dunia
setelah Patrice Faye berusaha menangkapnya, sebagian karena motif ilmiah,
dan selebihnya tentu saja demi kemasyuran.
Faye pertama kali mendengar kabar tentang buaya raksasa pemangsa manusia
itu dari para penangkap ikan di danau Tanganyika yang biasa mencari cichlids, sejenis
ikan hias akuarium yang di
pasaran Amerika dan Eropa harganya mencapai $150. Faye sesekali
meminta jasa mereka untuk mendapatkan mahluk-mahluk hidup untuk mengisi
museum sejarah dan taman flora dan fauna di Bujumbura, dimana ia
dibayar oleh pemerintah Burundi untuk merestorasinya.
"Orang-orang
itu bersedih. Mereka mengatakan seorang teman mereka telah dimangsa oleh
seekor buaya raksasa. Mereka sudah mengenal lama mahluk itu. Ia terkadang datang,
menghilang selama beberapa tahun, dan kembali lagi untuk membunuh,” kata
Faye kepada wartawan National Geographic
yang mewawancarainya.
Setelah mendapatkan ijin berburu, Faye pun memulai petualangannya memburu Gustave. Kepala
Dusun Kabezi
melaporkan kepadanya tentang enam warganya yang menjadi korban Gustave,
dua di antaranya tidak pernah ditemukan sisa jasadnya.
"Para saksi mata melihat seekor buaya yang lebih besar daripada kuda nil,” kata Faye
menirukan pengakuan kepala dusun itu.
Selama tiga bulan kemudian Faye mendapatkan lagi 17 laporan serangan
mematikan Gustave. Seorang di antara korban itu adalah pelajar berusia 15
tahun yang diseret ke dalam air di hadapan banyak orang. Seorang tentara yang
berada tidak jauh dari lokasi serangan datang dan menembaki binatang ini dengan
senapan Kalashnikov, namun itu tidak cukup untuk menghentikannya.
Sekitar bulan Mei 1999 Faye
mendapatkan informasi dari penjaga Taman Nasional Rusizi bahwa buaya
terbesar yang pernah terlihat di taman itu menampakkan diri lagi setelah menghilang
selama enam bulan.
Dari para petugas taman ia mendapatkan informasi keberadaan dua buaya
terbesar, namun yang seekor berukuran sedikit lebih kecil dan menyingkir
setiap kali buaya yang paling besar datang. Pada saat itulah Faye menamakan buaya terbesar itu sebagai Gustave, sementara buaya yang lebih
kecil sebagai Gatumba. Dari laporan
petugas taman dan laporan tentang terjadinya serangan-serangan diketahui
bahwa setiap buaya itu menghilang dari Taman Nasional Rusizi,
serangan-serangan Gustave terjadi di wilayah pantai utara Danau Tanganyika.
Untuk mendukung misinya menangkap Gustave, Faye pun menghubungi
para pendonor dan mengadakan wawancara-wawancara dengan sejumlah media massa. Apa yang dilakukannya itu secara efektif
membuat nama Gustave menjadi terkenal tidak saja di Burundi, namun hingga
ke manca negara. Sedemikian terkenalnya hingga warga Burundi menjuluki pemimpinnya,
diktator Pierre
Buyoya, sebagai
“Gustave”. Namun, keberhasilan terbesar Faye dalam misi berbahayanya itu
hanyalah memotret binatang itu pada jarak dua meter di belakang ekornya.
Reputasi Gustave sebagai pelahap daging manusia nyaris tidak masuk akal.
Seekor buaya bisa bertahan hidup tanpa makan selama 2 minggu setelah
mengkonsumsi 4,5 kg daging, dan setelah memangsa seekor wildebeest ia bisa berpuasa selama sebulan atau lebih. Bahkan
dalam kondisi khusus, seekor buaya bisa tetap hidup tanpa makanan selama
setahun. Namun Gustave sanggup menelan sejumlah mangsa dalam beberapa hari
saja. Inilah yang menjadi faktor utama pertumbuhan tubuhnya yang luar biasa.
Awal tahun 2004 menjadi saksi otentik keganasan Gustave. Pada bulan
Januari Gustave menghilang dari pengamatan di delta Sungai Rusizi. Pada bulan Februari Faye mendapatkan
informasi seekor buaya raksasa merangkak di pantai utara Danau Tanganyika. Sebulan
kemudian sekelompok nelayan melaporkan kepada Faye bahwa “seekor buaya
sebesar perahu“ tengah melahap mangsanya di dekat kota Magara. Faye pun bergerak
ke kota itu dan mendapatkan data yang mencengangkannya tentang keganasan
Gustave dari otoritas setempat:
·
Harimenshi,
umur
14 tahun,
putra dari Ntigacika
Francois, tewas tanggal 8 Maret.
·
Mbaychonankwa,
remaja,
putra dari Karenzo
Peel, tewas tanggal 10 Maret.
·
Cekamabo,
(usia tidak diketahui), tewas
tanggal 12 Maret.
·
Ntimunsubire,
remaja,
putra dari Ezechiel
Buumi, tewas tanggal 14 Maret.
·
Ndarubayemwo,
remaja,
putra dari Mugabonihera,
tewas tanggal 15 Maret.
Di Burundi
dan sebagian besar negara Afrika lainnya, serangan-serangan buaya terhadap
manusia umumnya tidak tercatat. Terlebih jika korbannya adalah warga biasa.
Namun tidak semua serangan binatang pemangsa, segesit apapun dia, yang mendatangkan
keberhasilan. Demikian juga dengan Gustave. Salah seorang korbannya yang
selamat adalah Audifax.
Nama keluarga “Hatungimana” yang artinya
adalah “Tuhan melindungimu”, dan mungkin karena itulah ia selamat dari
serangan Gustave.
Audifax
bekerja sebagai tukang cukur di sebuah kios pinggir jalan di kota Bujumbura yang
merupakan ibukota Burundi dan terletak di tepian timur-laut Danau Tanganyika, beberapa
kilometer sebelah tenggara delta Sungai Rusizi yang bermuara di Danau Tanganyika.
“Peristiwanya terjadi 7 tahun yang lalu (tahun 1998) saat saya berumur 13
tahun,” kata Audifax kepada wartawan National
Geographic yang mewawancarainya.
Dengan jelas Audifax pun menceritakan pengalaman maut yang dialaminya itu.
Saat itu ia tengah berenang di danau bersama teman-temannya sebelum tengah
hari, di tempat yang disebut dengan nama “Voodo Beach”. Kemudian tiba-tiba teman-temannya
berenang ke pinggir untuk menyelamatkan diri setelah mendengar warga di
pantai berteriak-teriak tentang adanya buaya besar. Audifax tidak mendengar
teriakan itu dan terus berenang, hingga kemudian ia merasakan kakinya
ditarik oleh sesuatu. Awalnya ia mengira teman-temannya bertindak usil, namun
setelah ditengoknya ke belakang, ia melihat buaya besar. Setelahnya ia
merasakan pedih di bagian kakinya.
Tanpa diduga pada saat itu seorang nelayan memukulkan kayuhnya dengan
keras ke permukaan air, mengejutkan buaya itu dan melepaskan gigitannya pada
kaki Audifax. Ia pun segera
berenang ke daratan dengan buaya itu mengikuti tepat di belakangnya, namun
buaya itu tidak menyerangnya lagi sehingga ia pun selamat, meski tidak dengan
kakinya yang harus diamputasi karena serangan itu. Ketika ditanyakan bagimana
ia memastikan bahwa buaya itu adalah Gustave, ia menjawab tegas:
“Saat saya di rumah sakit, saya mendapatkan kabar bahwa
empat orang lain telah diserang dan dimangsa oleh buaya di pantai yang sama. Lima serangan buaya di satu
tempat, pasti itulah pekerjaan Gustave!”
Namun yang menakjubkan adalah Audifax tidak merasa kapok untuk kembali berenang di tempat itu.
Hal seperti itulah yang menyebabkan tingginya angka korban Gustave.
Ahli buaya dari Afrika Selatan Alison Leslie,
bergabung dengan Faye
dalam perburuan terhadap Gustave
pada bulan Oktober 2002. Ia telah
berpengalaman meneliti Buaya Sungai Nil dari Botswana hingga
Afrika Selatan. Suatu saat
ia mendapat kesempatan melihat Gustave dari jarak 152 meter dengan binocular-nya. Saat itu juga ia terkesima melihat
ukuran Gustave.
“Ia lebih besar dari semua buaya Sungai Nil yang pernah
saya lihat, bahkan yang di dalam penangkaran. Saya sangat senang bahwa masih
ada buaya sebesar itu hidup di alam liar,” katanya kepada National Geographic.
Selama ini buaya terbesar yang pernah dilihat Leslie adalah berukuran
panjang 4,6 meter. Sedangkan buaya Sungai Nil terbesar yang pernah ditangkap
manusia adalah 5,5 meter. Namun demikian Leslie tidak pernah
bisa mempercayai kalau Gustave bisa memangsa lebih dari 300 orang.
Salah satu hal yang menarik tentang Gustave adalah mengetahui faktor
yang menjadikannya sebagai pemangsa manusia.
Salah satu teori menyebutkan bahwa jumlah manusia semakin membengkak
di sekitar Delta Sungai Rusizi sementara pada saat yang sama jumlah binatang
yang menjadi mangsa alaminya justru mengalami penurunan. Hal ini mendorong Gustave
mengalihkan mangsanya kepada manusia. Teori lainnya menyebutkan bahwa
banyak mayat yang dibuang ke Sungai Rusizi selama perang saudara di Kongo,
menjadi konsumsi Gustave. Dan setelah tidak ada lagi mayat, ia mengalihkan
perhatiannya pada manusia hidup. Faktor lainnya lagi menyebutkan bahwa Gustave
menyimpan dendam kepada manusia yang telah mengakibatkan sejumlah luka
tembakan pada tubuhnya, terutama pada masa-masa wilayah Kongo dan Burundi
dilanda perang sipil.
Gatumba adalah kota yang paling dekat dengan Taman Nasional
Rusizi. Pada dekade
silam Gatumba
berubah dari sebuah desa kecil menjadi kota berpenduduk ribuan orang
setelah kedatangan ribuan pengungsi perang sipil di Kongo dan Burundi. Dengan
kondisi kesehatan dan keamanan yang minimal mereka memenuhi pinggiran sungai
Rusizi, mencuci atau buang hajat. Anak-anak bahkan berenang ke tengah sungai.
Di salah satu dusun di wilayah ini, seorang wanita bernama Nitegeka Abiya,
menceritakan pengalamannya mengerikan yang menimpa suaminya.
"Saya tidak ingat pasti tanggalnya. Namun peristiwa itu
terjadi sekitar jam 15.00. Suami saya, Mayoya, dan saya baru saja makan siang, dan kemudian ia pergi
ke sungai untuk mandi,” katanya.
Tidak lama kemudian Abiya mendengar orang-orang berteriak tentang buaya
yang menyeret orang ke dalam air. Abiya segera berlari ke sungai dan melihat
pakaian suaminya di pinggir sungai. Saat itu ia mengetahui, suaminya telah
menjadi korban keganasan Gustave. Tiga hari kemudian warga menemukan kepala
suami Abiya.
Namun bagi warga Gatumba,
kondisi mereka yang berada di darat saat itu tidak lebih buruk daripada yang
di pinggir sungai. Seminggu sebelum kedatangan Faye, misalnya, 160 pengungsi
Huthi di kamp pengungsi di kota itu dibantai oleh para pejuang suku Hutu.
Maka setiap terjadi serangan Gustave, tidak lama kemudian warga tidak lagi
mempedulikannya dan kembali memenuhi tepian sungai sementara anak-anak kembali
bermain-main di sungai.
Di luar berbagai upaya penangkapan yang telah
dilakukan terhadap Gustave sebelumnya, termasuk yang mengakibatkan beberapa
bekas luka-luka di tubuhnya, dalam “In
Capturing the Killer Croc”, Patrice Fey memaparkan beberapa upaya penangkapan
yang dilakukan timnya terhadap Gustave. Setelah dua tahun melakukan observasi
mendalam terhadap Gustave, Patrice pun mulai mencoba untuk menangkapnya.
Upaya pertama adalah dengan memasang perangkap besi berukuran 9 meter
seberat 1 ton dengan umpan di dalamnya, kemudian ditempatkan di tempat-tempat
yang diperkirakan menjadi habitat Gustave. Namun meski berbagai jenis umpan
telah diberikan, Gustave tidak pernah menyentuh perangkap itu. Yang bisa diketahui
adalah dalam beberapa kesempatan sepasang mata buaya besar mendekati
perangkap, namun tidak pernah memasukinya. Kemudian Patrice memasang
beberapa jeratan raksasa di beberapa tempat strategis, namun juga gagal menangkapnya,
meski beberapa buaya lain tertangkap.
Dalam upaya terakhir, Patrice memasang umpan hidup
berupa seekor kambing di dalam perangkap besi. Setelah berhari-hari menunggu
tanpa hasil, suatu malam terjadi hujan badai yang merusak kamera infra merah
yang dipasang di dalam perangkap. Keesokan harinya para ahli menemukan
perangkap itu dalam posisi tenggelam sebagian, sedangkan kambing di dalamnya
telah hilang. Sebagian orang menganggap kambing itu telah dimangsa oleh
Gustave, namun karena tidak ada bukti yang mendukung maka dianggap kambing itu
hilang terbawa banjir.
Sejak namanya menjadi terkenal di seluruh dunia, berbagai
upaya penangkapan fisik ataupun penangkapan visual dilakukan terhadapnya.
Namun Gustave justru semakin sulit untuk ditemukan hingga menimbulkan
berbagai spekulasi tentang kematiannya, baik oleh karena usianya ataupun karena
ditembak oleh para pemburu ataupun oleh para pemberontak bersenjata yang
banyak terdapat di sekitar perbatasan Burundi dan Kongo di mana Sungai
Rusizi mengalir.
Pada bulan Januari 2007 Hollywood Pictures dan
Buena Vista Pictures merilis film berjudul “Primeval”.
Film ini terinspirasi oleh upaya penangkapan Gustave yang dilakukan oleh
Patrice Faye. Kemudian pada bulan Februari 2008 fotograper National Geographic Martin Best berhasil memotret Gustave saat
tengah berjalan di tepi danau di antara bebek-bebek liar. Itu adalah penampakan
Gustave terakhir yang pernah tercatat.
***
Catatan: Tulisan ini adalah bagian dari buku yang sedang ditulis blogger tentang binatang-binatang pamangsa manusia paling terkenal di berbagai penjuru dunia.
1 comment:
Menangkp buaya pemangsa lbh sulit ktmbng harimau. Kmampuan menghilangny dlm air bak kapal selam.
Gustave bner2 populer bgt hingg hollywood pun smpai terkesima.
Request kisah animal hunting lainnya, spti anaconda atau beruang grizzly..
Post a Comment