Indonesian Free Press -- Rusia dan Cina sukses mengujicoba rudal jelajah berkecepatan super tinggi (hipersonik), sementara ujicoba yang dilakukan Amerika mengalami kegagalan.
Seperti laporan Sputnik News, mengutip laporan situs Washington Free Beacon, akhir pekan ini, para pejabat militer Amerika merasa 'ketakutan' setelah Rusia dan Cina berhasil melakukan ujicoba rudal jelajah hipersonik, yaitu rudal jelajah yang terbang dengan kecepatan di atas 5 kali kecepatan suara (Match 5). Sementara ujicoba yang dilakukan Amerika mengalami kegagalan.
Laporan itu menyusul munculnya kabar keberhasilan Angkatan Rudal Strategis Rusia mengujicoba rudal ballistik antar benua (ICBM) yang membawa rudal 'glider' yang terbang seperti rudal jelajah (peluru kendali) namun dengan kecepatan seperti rudal ballistik.
Ujicoba tersebut menggunakan rudal RS-18A (kode NATO SS-19 Stiletto) yang ditembakkan dari wilayah Orenburg Region, Rusia Timur.
"Rusia telah melakukan uji terbang glider hipersonik yang revolusioner yang bisa mengangkut hululedak nuklir maupun konvensional untuk menembus sistem pertahanan udara yang canggih," tulis Washington Free Beacon mengutip pernyataan pejabat milier Amerika yang tidak disebutkan identitasnya.
Ujicoba ini, lapor Washington Free Beacon, adalah yang kedua dilakukan Rusia. Menanggapi ini, Jubir Dephan Amerika Michelle Baldanza hanya mengatakan pihaknya tidak bisa berkomentar.
"Rudal-rudal (jelajah) hipersonik dikembangkan untuk mengalahkan sistem pertahanan udara yang semakin canggih. Senjata ini dirancang untuk melakukan serangan cepat jarak jauh," tulis laporan itu.
Senjata yang diujicoba oleh Rusia ini merupakan perpaduan antara rudal ballistik antar benua dan rudal jelajah. Rudal ballistik antar benua ditembakkan hingga luar angkasa dan jatuh dengan gaya gravitasi dengan kecepatan mencapai 25.000 per-jam. Sementara rudal jelajah terbang tidak terlalu tinggi dari permukaan tanah dengan kecepatan antara 800 km per-jam hingga 3.000 km per-jam tergantung tipenya. Keuntungan rudal ballistik adalah kecepatannya yang tinggi sehingga sulit ditangkal oleh sistem pertahanan musuh. Sedangkan keuntungan rudal jelajah adalah akurasinya yang tinggi, meski mudah ditangkal oleh sistem pertahanan musuh karena kecepatan terbangnya yang relatif rendah. Perpaduan keduanya, yaitu kecepatan dan akurasi yang tinggi, menjadikan senjata ini sempurna.
Perpaduan keunggulan ini dimungkinkan karena rudal ballistik yang 'jatuh' dengan kecepatan tinggi, dikendalikan dengan menggunakan glider, yaitu alat pelayang yang mengendalikan rudal tersebut jatuh dengan mulus tanpa banyak kehilangan kecepatan dan masih tetap bisa dikendalikan dengan baik.
Selain sistem tersebut, rudal jelajah hipersonik juga bisa dimungkinkan dengan bahan bakar roket atau jet yang khusus. Namun sejauh ini rudal jenis ini masih kalah cepat dibandingkan jenis yang pertama.
Deputi Perdana Menteri Rusia Dmitri Rogozin menyebut senjata jenis ini adalah sangat penting, dan siapapun yang mampu membuatnya pertama kali akan 'mengendalikan' peperangan di masa depan. Sementara itu Ketua Sub-Komisi Angkatan Strategis Senat Amerika Mike Rogers, yang telah lama memperhatikan masalah ini mengatakan:
"Saya terganggu oleh fakta bahwa Rusia dan Cina terus meninggalkan Amerika dalam pengembangan senjata jenis ini."
Hal yang sama dikatakan pakar kebijakan luar negeri Dephan Amerika Mark Schneider, yang mengatakan bahwa program pengembangan rudal hipersonik Amerika jauh ketinggalan dibandingkan Rusia baik dalam aspek skala pengembangan maupun teknologi.
"Program rudal hipersonik Amerika secara komparasi adalah masih sederhana. Saya akan terkejut bila kita memiliki satu saja senjata ini," kata Mark.
Ia juga menyebutkan rudal jelajah hipersonik Rusia yang akan dipasang di kapal-kapal perang modern Rusia dan juga pada pesawat generasi ke-5 Rusia Pak DA, mulai tahun 2018 mendatang, yaitu rudal Tsirkon.
Selain Rusia, Cina dan Amerika adalah negara-negara yang diketahui berusaha mengembangkan senjata ini. Namun, sementara Cina sukses mengujicoba rudal hipersonik DF-ZF 'glider' baru-baru ini, rudal hipersonik Amerika meledak dalam ujicoba pada Agustus 2014 lalu, demikian laporan tersebut menyebutkan.
Ujicoba Rudal Hipersonik DF-ZF Cina
Washington Free Beacon melaporkan, Cina melakukan ujicoba DF-41 pada 12 April.
Rudal yang oleh Sputnik News disebut sebagai 'rudal terkuat di dunia' ini berdaya jangkau 8.700 mil dan berisi 10 hulu ledan nuklir. Rudal ini mampu menjangkau seluruh wilayah Amerika, bahkan mampu menjangkau Inggris yang jaraknya lebih jauh dari Cina.
Ujicoba ini sontak mengundang kecaman para pejabat Amerika kepada Cina. Namun Cina berdalih, ujicoba ini bukan hal yang aneh dan harus dipermasalahkan.
Ujicoba ini dilakukan hanya kurang dari tiga hari kunjungan Menhan Amerika Ashton Carter ke Laut Cina Selatan.(ca)
2 comments:
Andai Indonesia diajak pula dlm program pngmbngan rudal hypersonik..
Sluruh keunggulan pertahanan Asean dlm genggaman NKRI.
Tapi apa daya apa bila rakyat lebih mendukung kerjasama dengan amerika di banding dengan china
Post a Comment