Monday, 19 December 2016

Cina Rampas Drone Amerika

Indonesian Free Press -- Cina ber-'unjuk gigi' di depan Amerika sekutu-sekutunya di kawasan Asia Pasifik dengan merampas drone bawah air Amerika di dekat Filipina.

Seperti laporan Veterans Today, 17 Desember, drone tersebut dirampas oleh kapal perang Cina hari Kamis pekan lalu, saat mengumpulkan data-data saintifik sekitar 92 km barat laut Teluk Subik, Filipina yang termasuk dalam wilayah Laut Cina Selatan yang diklaim seluruhnya sebagai wilayah Cina.

"Kapal peneliti USNS Bowditch, yang bukan kapal perang, dihentikan (oleh Cina) di perairan internasional, Kamis sore ketika tengah mengumpulkan dua di antara drone bawah airnya, kata Davis.

Kedua drone itu berada pada jarak 450 meter satu sama lain. Ia (Davis) mengatakan bahwa USNS Bowditch membawa beberapa senjata ringan, namun tidak satupun senjata diletuskan," tulis Veterans Today, mengutip keterangan Jubir Dephan Amerika, Jumat (16 Desember).

"Itu adalah milik kita, diberi tanda dengan jelas sebagai milik kita. Kami ingin itu kembali dan berharap hal ini tidak terjadi lagi," kata Jubir Dephan Amerika kepada wartawan seraya menyebutkan harga drone-drone itu adalah $150.000.

Menurut Jubir Pentagon, ketika kapal Cina membawa drone tersebut, yang memiliki panjang 3 meter, drone itu masih memberikan pesan kepada USNS Bowditch, "Kami kembali ke operasi normal.”

Pada hari Sabtu Cina mengatakan pihaknya menangkap drone Amerika untuk 'memastikan keamanan pelayaran kapal-kapal laut' dan akan mengembalikan setelah dipastikan sebagai milik Amerika. Hal ini dibalas oleh Amerika yang mengatakan telah mencapai saling pengertian dengan Cina tentang insiden itu untuk pengembalian drone tersebut.

Namun demikian, insiden ini dianggap sebagai salah satu insiden paling serius antara kedua negara yang terlibat ketegangan di kawasan Laut Cina, yang oleh Cina diklaim sebagai wilayahnya namun ditolak oleh Amerika dan negara-negara sekutunya di kawasan.

Segera setelah insiden itu, Amerika mengirim protes diplomatik dan meminta drone itu segera dikembalikan. Amerika menuduh Cina telah melakukan tindakan perampasan illegal di perairan internasional. Sementara Cina menuduh drone-drone itu melakukan kegiatan mata-mata terhadap Cina.

"Cina akan terus menentang keras aksi-aksi Amerika seperti ini dan akan melakukan langkah tegas untuk mengatasinya," kata Kemenlu Cina.

Presiden terpilih Amerika Donald Trump mengecam aksi Cina tersebut, Sabtu, melalui akun Twitternya. Ia menyebutnya sebagai 'tindakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.'

Bonnie Glaser, penasihat senior Center for Strategic and International Studies, mengatakan bahwa insiden itu terjadi di wilayah zona ekonomi eksklusif Filipina dan itu adalah sebuah pelanggaran hukum internasional.

Jubir Dephan Amerika Davis mengatakan bahwa insiden itu adalah pertama kalainya dalam sejarah modern, dimana Cina merampas kapal Amerika di perairan internasional. Sejumlah pengamat menyebut insiden itu sebagai bentuk perselisihan paling nyata antara Cina dan Amerika. INsiden serius terakhir adalah pada pertengahan April 2001 ketika terjadi tabrakan udara antara pesawat pengamat Amerika dengan pesawat tempur Cina 110 km dari Pulau Hainan, Cina. Dalam insiden itu pilot Cina tewas.

Insiden drone ini menjadi puncak dari ketegangan kedua negara dalam beberapa minggu terakhir setelah Donald Trump mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada 2 Desember lalu. Kemudian ia mengatakan tidak merasa peduli dengan 'kebijakan satu Cina' yang diklaim Cina.

Ketegangan di Laut Cina Selatan muncul karena Cina dipandang melakukan langkah-langkah agresif untuk mengukuhkan kekuatannya di salah satu kawasan perdagangan laut paling ramai di dunia ini. Selain klaim seluruh wilayah tersebut, Cina juga telah membangun beberapa pulau karang menjadi pangkalan sipil dan militer.(ca)

2 comments:

Kasamago said...

agak sanksi jika AS kecolongan atas "pencurian" drone UUV nya... Sengaja atau memang China lebih cekatan..

Anonymous said...

Buku ttng konspirasi yg dulu masih dijual ga pak?