Wednesday, 24 January 2018

LOGIKA UNTUK BU SAENI DAN MIRISNYA BUSUNG LAPAR ASMAT

Masih kah Kau ingat saayaang , cerita tentang warung Nasi Bu Saeni?. Bu Saeni bah Pahlawan Bangsa yang di elu elukan oleh para kaum yang menafsirkan toleransi sekuler. Bu Saeni dalam.
Kasus penutupan warung nasinya oleh satpol PP serang Ibarat mendapatkan durian runtuh. Hampir semua orang memojokan aturan kesucian bulan Ramadhan.
Perhatikan para poliTIKUS yang anti kesucian bulan Ramadhan mungkin saja berpikir bahwa lebih Suci membela Bu Saeni dibanding membela kesucian bulan Ramadhan.

Tidak tanggung tanggung President Jokowi memberikan perhatian sangat serius, saya katakan sangat serius Kalau tidak salah President Jokowi menyumbang uang untuk Bu Saeni ini, termasuk mendagri Tjahyo Kumolo.
Pada hal bulan puasa itu tidak akan membuat busung lapar baik yang melakukan puasa maupun yang tidak melakukan puasa.
Bagi mereka yang selama ini menjadi langganan warung nasi Bu Saeni tidak akan mengalami busung lapar meskipun warung nasi Bu Saeni tutup dari waktu Imsyak sampai Maghrib.
Mengapa hal sepele penutupan warung Nasi Bu Saeni ditutup satpol PP jadi ribut dan di tarik ke arah in toleransi?!?. Oh maksudnya melanggar aturan ibadah Umat Islam itu tidak masalah dinegri yang mayoritas penduduknya muslim?.
Dengan kata lain, dikatakan toleransi jika Umat Islam membiarkan saja Syariatnya di langgar?. Bisa bisa suara azan di masdjid juga dicap intolerans.
Demikian juga, ketika Anis Sandi menutup Alexis semua pada ribut juga karena DKI akan kehilangan pendapatan pajak,Wah logika Firaun .
Kembali pada logika warung nasi Bu Saeni. Suku Asmat hari, berita yang saya baca, sudah mencapai 100 orang meninggal akibat busung lapar dan gizi buruk. Apa kah di Asmat ada penutupan warung nasi Bu Saeni? akibat ada Umat Islam yang ber puasa?.
Mengapa Warung nasi Bu Saeni kalau tutup pun tidak akan membuat orang busung lapar dan gizi buruk diberitakan begitu gencarnya oleh media?
Sementara Suku Asmat yang benar benar mengalama busung lapar dan gizi buruk harus menelang korban khususnya anak anak dan balita mencapai 67 orang meninggal?, mengapa mereka dibiarkan busung lapar dan gizi buruk sampai meninggal.
Apakah di negri ini berita yang menarik itu adalah I toleransi Umat Islam?. Kasus warung Nasi Bu Saeni Mendagri Tjahyo Kumolo itu menyumbang lho, Apakah mendagri baik sebagai mentri maupun secara pribadi sudah menyumbang suku Asmat?
Demkian juga dengan media media mainstream yang pada waktu kasus warung Nasi bu Saeni jadi Head Line, dan prime time. Membiarkan suku Asmat khususnya busung lapar dan gizi buruk apakah ini ajaran toleran???.
Sepertinya di negri ini lebih banyak orang orang yang menjaga agar syariat ibadah Umat Islam tidak di terapkan dalam kehidupan sehari hari Umat Islam di Indonesia ini, di banding dengan orang orang yang peduli sesama anak Bangsa apa pun Agamanya, apapun sukunya sebab kemiskinan dan ketidak adilan adalah merupakan amanat konstitusi dan kewajiban Pemerintah dan Negara terhadap Warga negara Indonesia.
Kewajiban Pemerintah bukan hanya menjaga warung warung Nasi Bu Saeni Bu Saeni dan di eksploitasi sebagai intolerans dari Umat Islam karena sedang menjalankan puasanya.
Menurut pandangan saya pekerjaan yang paling konstitusional hari ini bagi Pemerintahan Jokowi adalah menghentikan busung lapar dan gizi buruk suka Asmat dan menindak siapa saja yang membuat busung lapar dan gizi buruk suka Asmat dan suku suku lain di Indonesia.
Habil Marati

1 comment:

Kasamago said...

Institusi Satpol PP yang menjadi korban, tugas mereka di lapangan dlm penegakan perda jadinya tidak dihargai dan dihormati..

Semoga Perda Syariah tetap dilestarikan..