Tuesday, 13 February 2018

Rakyat Merdeka Sebut Sri Mulyani Antek IMF Dan World Bank

Indonesian Free Press -- Salut pada media Rakyat Merdeka yang telah berani mengungkapkan kebenaran sekaligus menempatkan dirinya sebagai pembela masyarakat Indonesia, meskipun mungkin hal ini bakal berdampak pahit bagi para awaknya. Dalam laporannya pada hari Senin (12 Februari) media ini menyebut Menkeu Sri Mulyani sebagai antek IMF dan World Bank, hal yang telah menjadi pengetahuan umum namun disembunyikan media-media utama.


Sebutan antek tersebut disematkan berkaitan dengan pemberian gelar 'Menteri Terbaik Dunia' dalam acara World Government Summit yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

Mengutip keterangan sejumlah aktifis dan pengamat politik, dalam laporan tersebut dipertanyakan kapasitas Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan INdonesia yang diangkat oleh Presiden Jokowi.

"Sri Mulyani dinyatakan menteri terbaik dunia itu prestasinya apa? Itu hanya rekayasa karena dia antek IMF dan World Bank," tulis aktivis senior Abdulrachim K di akun Facebook-nya, Senin (12 Februari).

Aktivis 77/78 ini lantas membandingkan Sri Mulyani dengan Menteri Keuangan Singapura, Malaysia, India, dan China. Mereka lebih berprestasi karena sukses menggenjot pertumbuhan ekonomi nasionalnya.

"Ekonomi Filipina dan Vietnam tumbuh 6,5 persen, lebih bagus dari Indonesia yang cuma 5 persen. Tapi menterinya tidak terpilih karena mereka bukan antek IMF dan World Bank," tukas Abdulrachim.

Hal yang sama disampaikan Ketua Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni.

"Mohon maaf kami ingin bertanya: kok prestasi ibu (Sri Mulyani) tentang ekonomi Indonesia biasa-biasa saja, kalau tidak boleh dibilang sangat mengecewakan. Manfaatnya untuk Indonesia apa?" katanya kepada wartawan tidak lama setelah kabar pemberian penghargaan itu muncul.

Yang ada, kata Sya'roni, hampir dua tahun memperkuat tim ekonomi kabinet Jokowi, Sri Mulyani membuat rakyat harus membayar bunga bonds supertinggi, merugikan negara miliaran dolar, ekonomi mengalami stagnasi, daya beli rakyat merosot dan reformasi pajak amburadul. Padahal, ucap dia, sudah dibiayai pinjaman 800 dolar AS dari Bank Dunia. Selain itu, ratio pajak terhadap GDP hanya 9,5 persen, tercatat sebagai terendah dalam sejarah reformasi.

"Kok menteri-menteri keuangan Singapora, Vietnam dan China yang hebat tidak dapat award ini? Sudah tentu karena dalam negosiasi mereka correct, mereka tidak menawarkan bunga super tinggi yang merugikan bangsanya," tukas Sya'roni.(rakyatmerdeka.com/ca)

No comments: