Selama "liburan" Lebaran kemarin saya banyak menghabiskan waktu dengan menyaksikan siaran televisi sebagai pengganti internet yang tidak bisa saya akses karena keterpencilan kampung istri saya tempat saya menghabiskan liburan.
Dalam salah satu acara yang disiarkan oleh sebuah televisi swasta yang mengedapankan acara-acara berita, ada sesuatu yang manarik perhatian saya dan oleh karenanya menjadi inspirasi penulisan artikel ini. Pas pada hari Raya Idhul Fitri 1433 H televisi ini menayangkan acara dialog dengan tema Hikmah Idhul Fitri. Acara ini tentu saja sangat cocok dengan momen hari raya, namun orang-orang yang dijadikan narasumber dalam acara tersebut membuat dahi saya berkerut. Sebagian besar narasumber adalah orang-orang Islam "Darmogandhul", istilah yang sengaja saya berikan pada orang-orang yang mengaku Islam namun berpandangan liberal. Bahkan sebagian lainnya beragama non-Islam meski sudah memiliki reputasi sebagai ilmuan. Hanya 1 atau 2 orang saja yang menurut saya benar-benar mencerminkan sosok Islam sejati, yaitu DR. Syafei Antonio.
Saya memang tidak sempat mengikuti acara itu sepenuhnya. Namun dari bagian terakhir itu saja saya sudah bisa mengambil kesimpulan: stasiun televisi itu tengah mengkampanyekan gerakan Islam Liberal. Semuanya "mathing" dengan kecurigaan saya selama ini bahwa televisi itu secara "de facto" dimiliki jaringan yahudi internasional. Televisi ini pernah mendapak Sandrina Malikiano, seorang host televisi senior gara-gara mengenakan jilbab. Kantor televisi ini juga dipenuhi dengan simbol-simbol "freemasonri".
Adapun orang-orang "darmogandhul" itu adalah orang-orang yang ter-"brainwashed" pikirannya oleh faham-faham yahudi: demokrasi, kebebasan, "free thingking". Mereka sangat suka melecehkan pemahaman-pemahaman tradisional Islam, simbol-simbol Islam, ulama-ulama dan tokoh-tokoh Islam. Di sisi lain, dengan pemahaman-pemahaman mereka yang "menyimpang" dari nilai-nilai tradisi Islam itu, mereka justru merasa sebagai orang yang paling sholeh.
Saya ambilkan contoh, salah seorang "darmogandhul" itu menafsirkan ayat al Qur'an yang memerintahkan berpuasa sebagai "sekiranya kamu bertaqwa", bertentangan dengan penafsiran yang semestinya "agar kamu bertaqwa". Tentu saja referensi "darmogandhul" itu dari sumber entah-berantah meski ia mengaku mendapat pengajaran dari "guru"-nya. Untunglah penafsiran keliru itu diluruskan oleh Dr. Syafei Antonio.
Saya ingin memberikan contoh lain pandangan liberalisme dalam Islam, yaitu pandangan mereka bahwa Al Qur'an tidak berbeda dengan buku-buku lainnya yang bias dari kebenaran. Mereka menuduh penyusunan Al Qur'an pertama kali oleh khalifah Usman bin Affan didasarkan pada motif politik, dan setelah penyusunan itu selesai, Usman memerintahkan pembakaran ribuan kitab-kitab asli Al Qur'an yang tidak sesuai dengan pandangan politik pemerintah.
Tentu saja pandangan mereka itu sama sekali tidak berdasar, melainkan prasangka-prasangka buruk yang dikembangkan oleh para orientalis yang membenci Islam. Tidak ada sumber-sumber dalam Islam, kitab-kitab sejarah dan hadits yang berpandangan seperti itu. Padahal itulah sumber-sumber sejarah paling valid karena ditulis oleh orang-orang yang paling mengerti sejarah Islam, yang hidupnya tidak terlampau jauh dari peristiwa sebenarnya. Kitab-kitab hadits "Shahih" dan "Sunan" misalnya, sebagaimana juga kitab sejarah Islam Ibnu Ishak, ditulis sekitar abad pertama dan kedua Hijriah (sekitar abad 8 dan 9 Masehi). Sedangkan buku-buku karangan orientalis paling awal ditulis sekitar abad 16 atau 17 masehi. Lalu darimana pandangan bahwa terdapat ribuan kitab al Qur'an asli yang dibakar kalau bukan dari prasangka buruk belaka?
Namun begitulah, meski sama sekali tidak berpandangan ilmiah, para penganut "darmogandhul" itu merasa sebagai orang-orang yang paling cerdik dan pandai.
Akhirul kata, meski agak terlambat saya (blogger) mengucapkan Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1433 H, Mohon Ma'af Lahir Bathin.
Catatan:
Istilah "darmogandhul" saya ambilkan dari judul buku kontroversial jaman orde lama yang ditulis dan diterbitkan oleh penulis dan penerbit Islam Liberal. Berjudul "Darmogandhul Gatoloco", buku ini dipenuhi dengan pelecehan terhadap nilai-nilai Islam dan para ulamanya. Penanggungjawab penerbitan buku ini, Sultan Takdir Alisyahbana, telah dijatuhi hukuman karena kasus ini. Bukunya pun telah dilarang oleh pemerintah. Namun diam-diam rupanya buku ini dicetak kembali dan telah beredar di toko-toko buku. Saya pernah melihat buku ini dipajang di toko buku Gramedia.
No comments:
Post a Comment