Kabar kematian Bandar bin Sultan, meski belum dikonfirmasi oleh ororitas Saudi dan diabaikan media-media massa "mapan" di seluruh dunia, tentu adalah suatu kabar yang "menggemparkan". Betapa tidak, Bandar secara de fakto adalah penguasa tertinggi Saudi Arabia yang sudah malang melintang di dunia politik internasional melebihi semua pejabat dan pemimpin negara Saudi. Jabatannya sebagai direktur badan inteligen serta ketua Dewan Keamanan Nasional Saudi sudah cukup menjadikannya orang paling berpengaruh di Saudi setelah raja. Bahkan setelah ketahuan melakukan upaya kudeta terhadap raja, ia masih mendapat ampunan raja dan tetap menduduki jabatan tinggi.
Nama besar Bandar mulai melambung setelah ia berhasil membujuk presiden Amerika Ronald Reagan (1980-1988) untuk memanfaatkan gerilyawan binaannya, orang-orang salafi fanatik yang kemudian menjelma menjadi Al Qaida, untuk mengalahkan UNi Sovyet di Afghanistan. Sejak itu ia begitu dihormati, tidak saja di Arab Saudi, namun juga di Amerika. Sedemikian rupa sehingga ia dianggap sebagai anak angkat oleh Presiden George Bush Sr dan mendapat panggilan kesayangan Bandar Bush. Dan sejak itu pula Bandar menjadi "tangan kanan" dari proyek neo-konservatifisme yang tujuan akhirnya adalah menanamkan dominasi Israel/Amerika di kawasan Timur Tengah.
Dalam kaitan dengan krisis Syria, Bandar tentu saja memegang peranan kunci dalam menggerakkan aksi-aksi pemberontakan yang sebagian besar melibatkan "anak-anak asuhnya", Al Qaida dan orang-orang salafi fanatik. Bahu-membahu ia bekerjasama dengan Mossad, CIA dan intel-intel barat lainnya, demi menumbangkan regim yang masih berdiri tegak menghalangi proyek neo-konservatifisme.
Dan sepertinya namanya akan semakin besar dan berpengaruh dalam konstelasi politik Timur Tengah setelah ia ditunjuk sebagai direktur badan inteligen Saudi Arabia, jabatan diberikan pemerintah Saudi atas perannya yang krusial dalam pemboman Damaskus yang menewakan 4 pejabat tinggi keamanan Syria tgl 18 Juli. Namun Tuhan adalah konspirator terbaik. Belum sampai seminggu ia memegang jabatan tinggi itu, serangan bom balik yang diduga dirancang oleh intel-intel Syria atau Iran, menghancurkan kantornya dan merenggut nyawanya.
Peranan CIA dan Mossad dalam kerusuhan Syria cukup terkonfirmasi oleh artikel David Ignatius di "Washington Post" tgl 18 Juli lalu, atau hari yang sama terjadinya serangan bom Damaskus:
"CIA telah bekerjasama dengan oposisi Syria selama beberapa minggu di bawah kebijakan "non-kekerasan" yang mengijinkan Amerika untuk mengevaluasi kelompok-kelompok oposisi dan membantu mereka dengan komando dan kontrol. Sejumlah perwira inteligen Israel juga bekerja di sepanjang perbatasan Syria, meski mereka bekerja diam-diam."
Sementara itu kerjasama antara Mossad dengan badan inteligen Saudi terkonfirmasi oleh bocoran kawat diplomatik Amerika yang dipublis "Wikileak" tgl 2 Mei 2007 yang mengatakan, "Mossad menggunakan Nikosia dan Siprus sebagai transit utama yang menghubungkannya dengan Riyadh, untuk membantu dinas inteligen Saudi dengan data-data inteligen dan saran-saran yang terkait dengan Iran. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Saudi memainkan "peran ganda" dengan menjalin hubungan baik dengan Israel meupun dengan kelompok-kelompok mujahidin karena khawatir Amerika tidak bisa mengendalikan keduanya. Beberapa pejabat Mossad pencari keuntungan, dari dahulu hingga sekarang, telah menjual segalanya ke Saudi, baik perlengkapan inteligen, maupun saran-saran dan konsultasi."
Sebagai pemain utama (bukan dalang, yang tentu saja disandang oleh orang-orang yahudi) dalam krisis Syria, Bandar terlibat langsung dalam menekan pemerintah Jordania untuk menciptakan zona pengaman di perbatasan dengan Syria, yang dijadikan basis operasi oposisi Syria. Menurut laporan surat kabar Palestina "al-Arabi Daily", Bandar juga mendesak Jordania untuk memutuskan hubungan ekonominya dengan Syria dengan iming-iming ganti rugi tertentu. Dalam masalah ini Bandar dan putra mahkota Salman Abdul Aziz telah berulangkali bertemu para pejabat tinggi Jordania.
Pada tahun 2006, dalam rangka mempersiapkan strategi baru Amerika di Timur Tengah, Bandar berulangkali bertemu pejabat-pejabat tinggi Amerika, mulai dari wakil penasihat keamanan nasional Elliott Abrams hingga wapres Dick Cheney. Ketika orang inilah yang merancang perubahan struktur politik Timur Tengah yang mamuaskan Amerika sekaligus Saudi. Salah satu rencana mereka adalah melakukan pergantian regim di Syria dan Iran dengan "kedok" demokrasi. Bandar meyakinkan pejabat-pejabat Amerika bahwa Saudi akan bekerja sungguh-sungguh dalam mewujudkan rencana mereka. Dan sejak saat itulah Saudi mengeluarkan miliaran dolar uang minyaknya untuk mensukseskan rencana "kudeta" di Syria dan Iran.
Seiring berjalan waktu dan situasi di Syiria semakin kacau, peran jahat yang dimainkan Bandar dalam mengacaukan Syria semakin mengkristal, dan plot yang dibuatnya untuk menumbangkan pemerintahan Syria, semakin jelas.
Sumber:
"The role of CIA-pampered Saudi spymaster in Syria"; Ismail Salami; Press TV; 2 Agustus 2012
No comments:
Post a Comment