Wednesday, 16 March 2016

Rusia Tarik Pasukan dari Suriah, Pertanda Apa?

Indonesian Free Press -- Sebuah pesawat tempur Mig-21 Suriah ditembak jatuh oleh pemberontak di Hama akhir pekan lalu (12 Maret) dengan menggunakan rudal jinjing Stinger buatan Amerika.

Kantor berita Rusia RIA Novosti (Sputnik News) pun langsung membuat laporan tentang ancaman rudal tersebut terhadap keamanan pesawat-pesawat tempur Rusia yang berada di Suriah. 'Syria's Downed MiG-21: How Russian Aircraft Will Defend Themselves?', demikian tulis RIA.

Secara mengejutkan, dua hari kemudian (Senin 14  Maret) Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan penarikan pesawat-pesawat tempur Rusia di Suriah. Hal ini sontak menimbulkan spekulasi bahwa Rusia takut kehilangan pesawat-pesawatnya oleh rudal-rudal Stinger tersebut, sebagaimana pengalaman Perang Afghanistan tahun 1980-an.

Rusia sendiri berdalih, penarikan kekuatan militernya di Suriah disebabkan Rusia telah mencapai tujuannya di Suriah, dan kini adalah saatnya konflik diselesaikan secara politis melalui perundingan Genewa yang telah dirancang PBB. Rusia juga tetap menempatkan sejumlah kekuatan di pangkalan laut Tartus dan pangkalan udara Hmeymim di Latakia.

Mantan pejabat Senat Amerika James Jatras, dalam wawancara dengan Russia Today, mengatakan, "Kita harus mengingat bahwa penyelesaian politik dari konflik ini tidak pernah terjadi tanpa dukungan militer Rusia kepada pasukan Suriah. Hal ini telah memaksa para teroris berada pada posisi bertahan," kata Jatras.

Hal yang sama dikatakan oleh analis politik John Wight, yang mengatakan kepada media yang sama bahwa serangan udara Rusia telah memulihkan moral pasukan Suriah sehingga membuat posisi medan perang barubah, dari posisi terjepit menjadi posisi di atas angin.

"Kini semua perhatian diarahkan ke Genewa, dimana putaran baru perundingan damai Suriah akan berlangsung," katanya.

Analis Politik terkemuka, Catherine Shakdam, juga menyatakan hal senada. Menurutnya, keputusan Vladimir Putin menarik kekuatan militer Rusia telah mengurangi ketegangan yang diperlukan sebelum dimulainya perundingan.

"Ini adalah sebuah cara untuk memulai kembali penyelesaian konflik Suriah secara politik. Presiden Putin dan Rusia tahu penuh bahwa mereka tidak boleh terlibat dalam perang habis-habisan, khususnya jika perang ini bukanlah tujuan utama Rusia," katanya.

Bruno Gollnisch, anggota parlemen Perancis dari National Front, menyebut keputusan Rusia ini telah memberikan isyarat jelas bahwa Rusia berkehendak untuk melakukan dialog internasional tentang Suriah.

"Saya percaya bahwa Vladimir Putin sangat tepat dengan keputusannya menarik pasukan Rusia di Suriah. Ini membuktikan kepada masyarakat internasional bahwa mereka harus berdialog dengan Putin daripada mengisolasinya," kata Gollnisch.

Tentang spekulasi 'ketakutan' Rusia mengulangi kekalahan menyakitkan di Afghanistan, media Rusia Sputnik News mengutip keterangan pakar militer Nic R. Jenzen-Jones, Direktur Armament Research Services, yang mengatakan kepada International Business Times bahwa rudal-rudal jinjing yang dimiliki pemberontak hanya efektif untuk menembak helikopter dan pesawat-pesawat berteknologi rendah seperti pesawat milik Suriah yang ditembak jatuh.

"Rudal itu menjadi ancaman serius bagi pesawat-pesawat tempur Suriah, terutama helikopter. Dalam persepektif teknis, tipe-tipe rudal jinjing dan SAM (surface-to-air-missiles) akan kurang efektif melawan pesawat-pesawat tempur modern Rusia yang bertempur di Suriah," kata Jenzen-Jones.

Sementara itu jurnalis dan analis militer Rusia, Vladimir Tuchkov menyebut, bahkan jika para pemberontak memiliki rudal-rudal jinjing tercanggih buatan Amerika, pesawat-pesawat dan helikopter Rusia telah memiliki penangkalnya yang ampuh.

"Helikopter-helikopter pesawat tempur Rusia di Suriah telah dilengkapi dengan sistem pertahanan udara paling canggih, yaitu President-S, yang mulai diproduksi tahun lalu oleh Ekran Scientific Research Institute," katanya.

"Pesawat-pesawat yang dilengkapi dengan President-S kebal terhadap senjata-senjata MANPADS (rudal jinjing), bahkan helikopter-helikopter yang terbang dengan ketinggian dan kecepatan yang rendah, rudal-rudal yang diarahkan kepadanya akan meleset. Sistem pertahanan ini tidak saja ampuh bagi rudal-rudal yang dikendalikan dengan sinar laser, namun juga rudal-rudal yang dikendalikan dengan radar sekalipun," tambahnya.

"Yang membuat sistem ini benar-benar ampuh adalah sistem pengacau elektronik berdasar laser, yang mendeteksi rudal yang datang, memberitahukan koordinatnya ke komputer, dan dengan bantuan monitor-monitor optik mengamati pergerakan rudal dan mengarahkan sinar laser ke rudal tersebut. Pada saat yang tepat sinar laser menyala dan mematikan sistem elektronik rudal dan sekaligus kemampuannya mengarah pada sasaran."

Sistem pertahanan Presiden-S mampu mengelabuhi dua rudal yang diarahkan musuh sekaligus.(ca)

2 comments:

Anonymous said...

us pun tak ingin takfiris menang--jika mereka inginkan stinger telah lama dibekalkan--takfiris adalah anjing anjing yang tak bisa dipercayai mereka bisa menggigit sesiapa saja yang melawan mereka hatta tuan mereka sendiri, rakan atau teman tiada beza

Kasamago said...

kyakny lebih ke strategi politis Putin.. disisi lain tujuan utama Alutsista Rusiaa All Out di Suriah adalah Uji COba/Battle Proven produk2 militernya. dan hasilnya Sukses besar minus jatuhnya satu SU24 krn tindakan unFair Turki.

http://kasamago.com/ | http://yakena.com/