Tuesday, 6 December 2016

Selamat Datang, Trump yang Sebenarnya

Indonesian Free Press -- Bravo, New World Order, penguasa kegelapan dan para penyembah dajjal! Presiden terpilih Amerika Donald Trump telah menunjukkan jati-dirinya.

Seperti telah disebutkan di blog ini, Trump hanyalah 'pengalih perhatian' dan 'tipuan' untuk mengelabuhi publik Amerika yang sudah bosan dengan gaya neokonservatifme dan neoliberalisme Amerika selama kepemimpinan beberapa presiden Amerika terakhir. Dan setelah dipastikan bakal menjadi presiden Amerika, ia pun mulai menunjukkan jati-dirinya sebagai agen kepentingan zionis penyembah dajjal.

Hari Selasa lalu (29 November) Presiden Turki Reccep Erdogan secara mengejutkan membuat pernyataan bahwa tujuan Turki turut campur dalam konflik di Suriah adalah untuk menumbangkan regim Bashar al Assad. Rusia tentu saja kaget dan berang dengan pernyataan itu karena sebelumnya Erdogan telah memberikan jaminan kepada Rusia bahwa keterlibatan Turki di Suriah adalah untuk menyerang kelompok ISIS. Presiden Vladimir Putin pun langsung menelpon Erdogan mananyakan maksud pernyataan Erdogan dan mengingatkan janji Turki kepada Rusia sehingga Rusia, yang menguasai udara Suriah, mengijinkan pasukan Turki masuk ke Suriah.

Erdogan, dua hari setelah pernyataan kontroversial itu memang membantah pernyataannya sendiri dan kembali meyakinkan Rusia bahwa tujuan Turki adalah menghancurkan ISIS, bukan Bashar al Assad. Namun mengapa Erdogan berbuat demikian? Tidak lain adalah karena adanya pertemuan diam-diam antara para pejabat Turki dengan orang-orang dekat Donald Trump.

"Sejumlah sumber melaporkan bahwa Trump telah mengirim anaknya sendiri, Donald Jr., untuk bertemu dengan wakil Turki di Paris untuk mendiskusikan operasi bersama melawan Iran, dan pernyataan Erdogan tentang Turki adalah hasil langsung dari pertemuan di Paris itu," tulis Veterans Today, Minggu (4 Desember).

Ini semua terjadi pada saat para 'calon' pejabat Amerika di kabinet Trump mendatang sibuk bertemu para pejabat Israel untuk membicarakan tentang rencana Trump untuk membatalkan perjanjian program nuklir Iran, penunjukan pejabat anti-Iran sebagai calon Menlu Amerika mendatang, dan tibanya duta besar pertama Israel untuk Turki di Ankara setelah hubungan kedua negara terputus setelah insiden serangan kapal Mavi Marmara oleh tentara Israel tahun 2010 yang menewaskan 9 warga Turki.

Pada hari Kamis (1 Desember) Trump mengumumkan penunjukan James Mattis sebagai calon Menlu Amerika mendatang. Pengumuman ini pun langsung disambut gembira oleh para zionis mengingat bahwa Mattis, mantan jendral marinir yang memimpin pusat komando Amerika di Timur Tengah, dikenal sebagai pejabat militer yang anti-Iran.

“Jendral Mattis telah dikenal sebagai figur istimewa yang mengkampanyekan sikap militer Amerika yang lebih keras untuk mengendalikan Iran, bahkan pada saat karier militernya dalam posisi kritis, dan mendukung restorasi posisi Amerika di Timur Tengah," demikian pernyataan organisasi yahudi berpengaruh di Amerika, Jewish Institute of National Security Affairs (JINSA), setelah pengumuman Trump itu.

Pada hari yang sama, Dubes Israel untuk Turki, Eitan Naeh, tiba di ibukota Turki untuk memulai tugasnya sebagai duta besar pertama Israel di Turki paska insiden Mavi Marmara yang membuat Turki memulangkan duta besar Turki dan menurunkan hubungan diplomatik kedua negara ke level lebih rendah.

"Perang melawan ISIS akan digunakan sebagai alat untuk melancarkan operasi-operasi militer lain. Donald Trump akan menjadi eksekutornya," tulis Gordon Duff tentang prospek politik luar negeri Donald Trump di Timur Tengah.

Adalah menarik bahwa regim Presiden Barack Obama seolah sengaja mempersiapkan jalan bagi Donald Trump untuk menjalankan kebijakannya yang lebih keras terhadap Iran, yaitu dengan mengumumkan sanksi-sanksi ekonomi baru untuk Iran. Ini hanya mungkin terjadi karena kedua pemerintahan (Barack Obama-Demokrat dan Donald Trump-Republik) hanyalah agen-agen kepentingan para pemodal yahudi penyembah dajjal.

Perlu diketahui bahwa kepentingan para pemodal yahudi, khususnya di Amerika, dijalankan melalui dua jalur. IFP menyebutnya jalur abu-abu dan jalur hitam. Jalur abu-abu meliputi sektor perbankan, industri energi, dan industri militer (military complex), media massa, birokrasi sipil dan militer, serta NGO. Tokoh penting di jalur ini adalah George Soros. Adapun jalur kedua meliputi bisnis hiburan (termasuk mafia judi, perhotelan, film dan musik), industri makanan dan household serta agribisnis, farmasi. Salah satu tokoh di jalur ini adalah mantan Presiden World Jewish Council Edgar Bronfman.

Bronfman, bos perusahaan minuman keras Seagram yang sebagian besar peruntungannya diperoleh dengan menyelundupkan minuman keras ke Amerika ketika minuman keras masih dilarang di Amerika, memimpin gerakan 'holocoust industry' pada tahun 1990-an. Dengan 'senjata' tuduhan turut berperan dalam perampasan harta orang-orang yahudi selama Perang Dunia II, ia berhasil memeras industri perbankan Eropa dan mendapat dana kompensasi miliaran dollar yang ditujukan bagi keluarga yahudi korban perang. Namun, faktanya sebagian besar dari dana itu masuk ke kantong pribadi Edgar Bronfman dan kawan-kawan.

Bila dalam pilpres lalu jalur abu-abu berada di belakang Hillary Clinton, maka jalur hitam berada di belakang Donald Trump. Maka, tahun depan diperkirakan konflik Suriah dan hubungan Amerika dengan blok Rusia-Cina-Iran justru semakin memanas.(ca)

2 comments:

kasamago said...

Bsa jd opsi serangan militer ke Iran dpt trjdi di masa rezim trump.. Slin itu protes china k AS mlh dtantang oleh trump..

Konflik dunia agkny akn smkin mmbesar..

Unknown said...
This comment has been removed by the author.