Thursday, 23 March 2017

PLEDOI BAMBANG TRI

Indonesian Free Press -- pada tahun 1966,dalam hari-hari terakhir kekuasaannya,Bung Karno pernah menyampaikan pidato didepan MPRS yang berjudul NAWAKSARA.

Itu adalah pidato pertanggung jawaban Presiden yang berisi penjelasan politik tentang G-30 S / PKI.
Bung Karno menyebut PKI keblinger, G 30 S / PKI adalah ulah NEKOLIM [NEO KOLONIALISME],Dan menjanjikan solusi politik soal G 30 S / PKI.

Pidato itu ditolak oleh MPRS yang diketuai Pak Nasution. MPRS menuntut Presiden diajukan ke Mahkamah Militer Luar.Biasa dan membubarkan PKI. MPRS meminta pertanggung jawaban Presiden melalui sidang berikutnya.

Pidato kedua Bung Karno lebih singkat dan diberi judul 'PELENGKAP NAWAKSARA'.

Bung Karno menyetujui pendirian MAHMILUB tapi tetap menolak pembubaran PKI.
Tamatlah riwayatnya,MPRS mencabut mandat Bung Karno, PKI dibubarkan pak Harto, tapi Bung Karno diselamatkan pak Harto dari sidang Mahmilub.

Buku saya 'JOKOWI UNDERCOVER 'telah dilarang secara sepihak polisi [Kapolri atas perintah Presiden].

Mudah2an pledoi [pembelaan ]saya dalam sidang pengadilan nanti bisa menjadi 'pelengkap jokowi undercover'.

Saya bisa saja divonis bersalah, tapi rakyat akan tahu bahwa ada yang 'KEBLINGER' dalam menangani kasus buku jokowi undercover.

Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai memprotes keras pelarangan buku ' jokowi undercover' sebagai pelanggaran terhadap hak azasi yang melekat dalam diri saya sebagai warga negara Indonesia yaitu hak kebebasan menyampaikan pendapat.

kalaupun polisi menganggap buku saya mengandung fitnah dan kebohongan polisi tetap tidak boleh melarang peredaran buku saya. Karena kesalahan buku saya belum dibuktikan dipengadilan. menurut Natalius Pigai pelarangan buku saya dan penangkapan saya, adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi [abuse of power].

Bahkan Natalius Pigai setuju dengan saya bahwa Presiden harus menjalani Test DNA sebelum hakim memutuskan saya bersalah dalam hal isi buku [materi] jokowi undercover.
Presiden Jokowi, Kapolri Tito , dan penyiar kompas tv aiman wicaksono kompak berkampanye bahwa jokowi undercover adalah buku ' ecek ecek '. alias tidak ilmiah.

Profesor ROCKY GERUNG , menyerang presiden dan kapolri sebagai pihak penyebar ' HOAX ' bahwa jokowi undercover adalah buku yang tidak ilmiah.[ILC, TV ONE]
komentar presiden itu hoax , karena yang bisa menentukan ilmiah dan tidaknya buku adalah kampus / akademisi seperti saya.

Memangnya Tito itu rektor ai atau rektor ITB.

Rezim ini sedang panik, mereka hendak memonopoli narasi kebenaran publik.
Membaca jokowi undercover dilarang. dalilnya adalah , kalau mereka begitu saja melarang sesuatu [ buku red ]maka berarti mereka sedang menutupi/ menyembunyikan sesuatu. Buku dinyatakan tidak ilmiah tapi dilarang dibahas secara ilmiah dikampus.

Pembelaan terhadap materi buku jelas dilakukan oleh Natalius Pigai. Jokowi harus ditest DNA oleTim Independen yang dibentuk negara identitas seorang calon presiden harus jelas dan tegas dan tidak boleh sedikit pun meragukan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertanyaan saya [ Bambang Tri ]bagaimana bisa sebuah buku yang yang meragukan identitas presiden bisa dianggap sebagai menghina presiden?

Pointer Rocky Gerung juga jelas dan tegas :
"Jokowi dan kapolri menyebar hoax bahwa buku Jokowi Undercover tidak ilmiah". Jadi paling tidak , buku saya itu telah dinilai secara wajar oleh seorang komisioner badan nasional [komnas Ham] dan akademisi profesional [profesor ]secara positif dan netral lalu dibela dengan jernih dan proposional.
belum membaca bukunya saja pak pigai dan pak gerung sudah bisa kira2 apa isinya , sehingga presiden dan kapolri dengan serta merta melarang dan menghina buku itu dan menghina penulisnya .
Jadi sebenarnya siapa yang menghina dan menyebarkan hoax [ kabar bohong ]?
Jokowi atau Bambang Tri ?

kita tahu bahwa Tito cuma antek Jokowi belaka.

Kafilah berlalu ,anjing menggonggong dan menggigit. Saya diperiksa , ditangkap ,dan ditahan tanpa menghormati setatus saya sebagai saksi yang berhak menghindari / menunda pemeriksaan sebelum 3 kali pemanggilan polisi. Padahal yang disangkakan kepada saya adalah pasal2 delik aduan.
Buku saya dirampas , ditarik dari peredaran , danmereka yang menyimpan, membaca, dan mengedarkan diancam dengan tindakan kepolisian.

Paranoid betul , gila betul !
memangnya buku saya narkoba atau uang palsu ?

Rupanya Jokowi takut buku saya dibaca banyak orang. P residen kok takut sama buku ?

Kalau presiden merasa terfitnah dan tercemarkan nama baiknya , mengapa dia tidak melaporkan saya kepada polisi ?

Seperti pak Harto melaporkan majalah Times dan SBY melaporkan Zaenal Ma'arif ?
Justeru Hendro Priyono [mantan kepala BIN ]dan Michael Bimo Putranto [ importir bus trans jakarta ] yang melaporkan buku saya kepolisi dengan pasal pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan .

Mengapa tidak sekalian presiden ikut melaporkan saya , karena dia adalah prinsipal yang saya tulis dibuku saya ?

Judulnya saja "Jokowi Undercover" bukan " Hendro dan Bimo Undercover" ?
Jadi pertanyaan saya jelas :
Mengapa Presiden tidak membuat laporan polisi tapi memerintahkan kapolri menangkap saya dan melarang peredaran buku saya ? 

Buatapa Tito ngomong "EQUALITY BEFORE THE LAW " bukankah ini sebuah bentuk intervensi kekuasaan dalam proses penegakan hukum ?

Presiden boleh berdalih dia tidak memerintahkan penangkapan saya dan pelarangan buku itu.
Tapi dia jelas tidak mencegah kapolri melakukan tindakan brutal terhadap saya dan buku saya. saya siap diadili atas laporan presiden kepada polisi ,tapi apa yang terjadi adalah polisi yang membawa saya kepengadilan dan polisi sudah menjadi hakim dengan melarang peredaran buku saya .Polisi Polda Jawa Tengah melaporkan saya kepada polisi mabes dengan tuduhan menhina kekuasaan / Presiden. Dalam pasal delik aduan mana boleh polsi [yang bukan korban ]menjadi pelapor ?
Mana surat kuasa dari korban/ jokowi ?

polisi kok lapor kepada polisi atas nama presiden tanpa surat kuasa ?

Ahmad Dani dituduh menghina presiden tapi tidak bisa diproses polisi karena presiden tidak melaporkannya kepada polisi !

Brigjen [pol. purn ] Anton Tabah harusnya bisa menjadi saksi dalam persidangan ini bahwa saya tidak bisa dipanggil polisi dalam kaitan hukum dengan jokowi bila jokowi tidak melaporkan saya kepolisi.
Nyatanya , dalam BAP yang ditanyakan adalah soal2 jokowi dan penghinaan presiden secara dominan.

Soal Hendro Priyono dan Michael Bimo hanya ditanyakan sambil lalu.

Menko Wiranto memerintahkan kapolri menangkap saya. apa urusan Wiranto dengan Hendro priyono dan Michael Bimo ?

Betapa racunya soal penangkapan saya itu secara hukum sehingga samasekali tidak menunjukan adanya kepastian hukum.

Kata polisi ini azas penggabungan perkara. soal jokowi , hendro, dan bimo digabung menjadi satu.
Jadi pasal penghinaan presiden digabung dengan pasal pencemaran nama baik terhadap orang lain yang tidak ada hubungan hukum dengan lembaga kepresidenan ?

Saya menyebut ini pengoplosan perkara bukan penggabungan perkara .
Oplosan perkara jokowi-bimo-hendro.

Karena kalau tidak dioplos polisi tidak bisa membela presiden dari"serangan "buku saya, karena presiden tidak mau membuat laporan sendiri kepada polisi.

Jadi tidak hanya ada miras oplosan beras oplosan tapi juga ada perkara oplosan . Aneh dan gila !

Harusnya BAB soal Jokowi dipisah dan disidik dalam proses yang lain,setelah Jokowi membuat laporan ke polisi sebagai presiden republik Indonesia bukan sebagai pribadi seperti Hendro Priyono dan Michael Bimo.

Boro2 demikian, Jokowi lapor saja tidak. Polisi Polda yang pura-puranya jadi Jokowi melaporkan saya ke polisi mabes atas perintah mabes -kapolri-wiranto-presiden.sebuah lingkaran setan jurus dewa mabuk penegakan hukum akibat minum (pasal2 ) oplosan! Walhasil saya ditahan polisi dijakarta selama dua bulan. lalu perkara saya dilimpahkan ke kejaksaan Negeri Blora, Jawa tengah. Dalam perjalanan dengan pesawat Batik Air, tangan saya diborgol. Lucu juga, memangnya saya mau lari ke mana ? Polisi menyuruh saya menutupi borgol dengan jaket. mengapa mereka malu dilihat orang memborgol Tahanan dalam pesawat? Padahal waktu ditangkap saya tidak diborgol dalam pesawat Garuda ? Jadi rupanya ada bedanya antara Garuda dan Batik Air soal aturan borgol dalam pesawat.yang jelas Batik Air ini milik Lion Grup yang pemiliknya adalah pengusaha China pengurus PKB dan pendukung Jokowi itu. Rusdi Kirana,namanya. Saya dan dua polisi duduk di kelas ekonomi, polisi risca dan Sinulingga Jawa Pekalongan dan Batak Karo.

Saya tidak tahu dua polisi atasan mereka AKBP Suprana dan polwan Eka, duduk dimana dan dikelas apa, bersama-sama tiga jaksa dari kejaksaan agung yang mau repot2 ikut menyerahkan perkara saya ke kejaksaan Blora. Demi Allah ,saya bisa lepas dari borgol plastik itu karena dipasang terlalu longgar, tapi biarlah, rupanya polisi Sinulingga lebih suka melihat saya diborgol,meski Risca tidak suka. Risca bawahan Sinulingga ! Saya mendengar sebelumnya bahwa soal borgol ini diserahkan Suprana kepada penilaian Risca dan Sinulingga. Dalam perjalanan dari rutan Trunojoyo sampai bandara,Suprana juga menasehati saya agar setelah bebas nanti saya menulis soal betanam singkong saja. Saya jawab ya ya saja.Tapi dalam batin saya bertanya: sejak kapan AKBP Suprana bisa menjadikan konsultan.
statusnya. 

Penulisan buku singkong ? 

Seperti halnya Kapolri Tito menjadi penilai sebuah buku sebagai ilmiah atau tidak ilmiah ?
Rupanya Tito ini mau menjadi super Hero, jadi Kapolri, jadi hakim,dan jadi akademisi penilai buku saya!

"Memangnya Tito ini hakim,kok bisa memvonis Bambang Tri bersalah ?"
Tanya profesor Tamim Pardede.

Memangnya Tito ini rektor UI atau Informasinya ITB ? Kok bisa menilai buku Jokowi undercover tidak ilmiah? Tanya profesor Rocky Gerung.

Memangnya Tito ini pedagang beras atau miras kok bisa mencampur pasal2 oplosan? Tanya saya Bambang Tri.

Sebelum naik pesawat, Sinulingga bercerita bahwa dia telah memeriksa Hartanti, anggota DPRD surakarta, yang dalam buku saya ( JU ) saya tulis sebagai mantan pacar Faisal,dan bahwa ayah Hartanti,pak Soemarto terlibat G 30 S/PKI.Saya tanya Sinulingga :
"Apakah polisi sudah memeriksa Faizal ?"

"Tidak ", Jawabnya.

"Mengapa?" Saya penasaran.

"Tidak ada perintah dari atasan untuk memeriksa Faizal."

"Oooo polisi memang gob....k ! Seru saya dalam hati.

Bukankah Faizal ini harus dihukum lebih berat dari pada saya, jika dia terbukti berbohong dalam ceritanya kepada saya yang saya tulis dalam buku itu ?

Mengapa polisi membiarkan Faizal berkeliaran diluar padahal dia adalah saksi hidup dalam buku Jokowi undercover ?

Faizal saya yakin telah mengkhianati saya dengan cara menemui Michael Bimo Putranto dan lalu menyusun skenario jahat melaporkan saya kepada polisi atas nama Michael Bimo !

Faizal lalu menghilang dan tidak bakal mengakui kesaksiannya dalam buku saya jika dia saya perlukan di pengadilan.

Polisi membiarkan saja Faizal berlenggang kangkung jual kecap diluar dan berkolaborasi dengan Michael Bimo dan Hendro Priyono !

Padahal Faizal ini adalah keponakan marsekal Tedi Rusdi mantan kepala Bakin yang menurut Faizal pernah ditemui Hendro Priyono untuk dimintai aduis tentang cara menutupi info intelijen soal orang tua Jokowi.

Kalau sekarang Faizal mengkhianati saya,apa jadinya ?

Kalau polisi tidak bisa menangkap Faizal dan menghadirkan dia dalam persidangan ini untuk dikonfrontir dengan saya, maka pengadilan saya ini akan menjadi pengadilan sandiwara dengan satu cerita : 

ASAL BAMBANG TRI BISA DI BUI ! Itu saja, That's all ! No more no less.

Sungguh dalam pengadilan ini nasib saya tergantung kepada nama Faizal ini.kalau dia mau datang dan membenarkan kesaksian saya maka saya bebas dari segala tuntutan.

Kalau dia datang tapi mengingkari saya, maka akan saya datangkan dua orang saksi yang mendengarkan wawancara saya dengan Faizal. Salah satunya adalah pak Hendrajit direktur Global Institute Jakarta. Pengadilan ini akan menjadi pengadilan sesat,jika polisi tidak bisa menghadirkan Faizal Yudas Iskariot ini di persidangan.

Kata Kapolri Tito, polisi telah memeriksa puluhan saksi ahli soal buku saya.
Mengapa Faizal yang saksi fakta justeru dibiarkan kabur?

Mengapa polisi tidak memeriksa saksi ahli seperti Natalius Pigai dan Rocky Gerung yang membela saya?

Mengapa polisi tebang pilih2 tebu seperti ini ?

Mengapa polisi juga tidak memeriksa Dian purnami, blogger yg sebelum saya telah menulis bahwa Michael Bimo Putranto adalah anak anggota Gerwani dengan ayah Ir Muhammad Sujadi, anggota DPR RI saat ini ?

Polisi tidak boleh berdalih bahwa Dian Purnami tidak diperiksa karena tidak ada yang melaporkan Dian Purnami yang jelas seorang blogger yang menyebutkan Michael Bimo adalah anak Muhammad sujadi dengan seorang wanita anggota Gerwani PKI !

Polisi melaporkan saya ke polisi saja boleh, mengapa polisi tidak melaporkan Dian Purnami ke polisi agar dia bisa diperiksa terkait isi buku saya tentang Michael Bimo Putranto dan Ir Muhammad sujadi ?
George Junus Aditjondro boleh menggunakan sumber sekunder WIKILEAKS soal SBY, mengapa saya tidak boleh memakai sumber sekunder berupa artikel seorang blogger Dian Purnami.
Akun Facebook saya diblokir polisi,mengapa blog Dian Purnami tidak? Tinggi mana status hukum akun Facebook dengan blog?

Saya memang tidak menyebutkan Dian Purnami dalam buku saya, karena saya punya sumber2 lain yang memperkuat informasi Dian Purnami.

Tapi saya memang mengawali penelusuran saya soal Michael Bimo Putranto dari blog Dian Purnami.
Nampaknya, dengan lihai sekali, polisi berusaha menimpakan semua kesalahan kepada saya.
Saya ,Bambang Tri telah divonis polisi bersalah sebelum sidang pengadilan.

Bambang Tri Hanya menggunakan asumsi pribadi, tidak mempunyai sumber data primer dan sekunder,IQ- nya rendah,bukunya tidak ilmiah alias ecek- ecek dsb.

Begitu kicauan polisi dimedia yang akan saya lawan secara total dalam persidangan ini.
Polisi atau saya yang telah menyebar kebohongan publik terkait isi buku Jokowi undercover? Mari kita buktikan.

Kalau buku saya dianggap ecek- ecek,mengapa harus dilarang? Karena sudah pasti gampang sekali untuk membuat buku tandingan melawan/ membantah buku ecek- ecek! 

Apakah Kapolri Tito tidak tahu bahwa bahkan sumber2 Anonim pun bisa dipakai dalam karya tulis ilmiah asal nilai Informasinya kuat dan sesuai dengan sumber2 lainnya yang bukan Anonim?
Tito gembar- gembor bahwa Bambang Tri bukan sarjana S1.

Rendra, Emha, Ahmad Tohari bukan sarjana S1.
Megawati juga banyak lulus SMA seperti Bambang Tri.
Menteri Susi pun hanya lulus SMP.

Mengapa Tito begitu bersemangat mengumumkan bahwa Bambang Tri Hanya lulus SMA?
Apakah saudara Tito tahu, bahwa buku terbaik soal" G 30 S' PKI" adalah buku" komplotan dijakarta" karya Alexander Borisovich Reznikov yang sama sekali tidak menyebutkan sumbernya untuk melindungi keamanan sumber2 itu?

Apakah saudara Tito tidak tahu, bahwa buku tafsir Al-Quran terbesar adalah" Risalah Cahaya" karya Syaikh Sa'id Nursi dari Kurdi, yang sama sekali tanpa daftar pustaka, catatan kaki,dan tanpa rujukan terhadap tafsir lain samasekali?

WIKILEAKS adalah situs Anonim, yang digunakan George Junus Aditjondro dalam menulis" Gurita Cikeas" !

"Kemampuan menulis Bambang Tri berantakan!" Omong kosong Tito di televisi.
Sekarang kita bisa buktikan,apakah pledoi yang saya tulis ini berantakan atau justeru layak diterbitkan jadi sebuah buku tersendiri?

Yang enak dibaca dan yang laku dijual?
Lalu Tito berteriak : 

" Akan kita cari dalang dibalik Bambang Tri yang mengajari Bambang Tri menulis Jokowi undercover!"
Sampai sekarang,Tito hanya omong besar,dia tidak bisa menemukan dalang itu,karena dalangnya memang tidak ada dan hanya ada dalam imajinasi tingkat dewa Tito Karnavian.

Saya justeru berterima kasih kepada pak Gorrys kabas intelkam kepresidenan yang mau mendengarkan keterangan ustadz Ali Imron bahwa Bambang Tri itu menguasai sejarah Islam, sejarah PKI, dan sejarah perang Afganistan, sehingga menurut ustadz Ali Imron, adalah gampang sekali bagi Bambang Tri untuk menulis buku seperti" Jokowi undercover". tanpa perlu diajari oleh siapapun.
Ustadz Ali Imron juga mau menjadi saksi bahwa Bambang Tri adalah orang miskin tanpa dalang yang mau menjadi tukang cuci piring di tahanan agar bisa mencari uang halal ! 

Bahkan saya telah bersumpah kepada ustadz Ali Imron Bahwa saya bersedia dibunuh dengan Bom TNT oleh ustadz Ali Imron jika saya didalangi oleh orang lain dalam menulis buku" Jokowi undercover".
Seperti halnya saya bersedia dibunuh oleh profesor Tamim Pardede jika nanti terbukti ibu Sujiatmi benar2 ibu kandung Jokowi, melalui Test DNA.

Kembali kepada soal sumber sayayang bernama Dian Purnami itu.
Saya tegaskan, saya percaya kepada Dian Purnami , karena tidak ada alasan untuk tidak percaya.
Karena percaya itu,saya lalu mencari sumber lain untuk melakukan elaborasi terhadap informasi Dian Purnami bahwa Michael Bimo Putranto adalah anak seorang anggota Gerwani dengan ayah Ir Muhammad sujadi yang saat ini menjadi anggota DPR RI dari fraksi PDIP.

Saya jadi teringat cerita sebuah sumber yang sangat saya percaya bahwa ada seorang wanita China bernama Yap Mei Hwa yang mengaku sebagai istri Aidit dan datang ke gereja Randusari Semarang dan minta untuk dibaptis menjadi Katholik.

Atas perimbangan kemanusiaan dan atas ijin tentara maka Gereja membaptis YAP MEI HWA yang mantan Gerwani ini menjadi Katholik.

Dengan menjadi Katholik maka otomatis YAP MEI HWA ini sudah tidak komunis lagi.

Jadi saya menulis YAP MEI HWA dalam buku saya bukan sebagai komunis tapi sebagai"mantan" komunis. Itu berarti saya tidak mengkaitkan Michael Bimo Putranto dengan PKI, seperti keterangan pengacara Bimo kepada wartawan. 

Saya mengaitkan Michael Bimo dengan Yap Mei Hwa yang telah dibaptis oleh Gereja menjadi wanita Katholik yang harus anti komunis.

Yang pernah menjadi komunis adalah Yap Mei Hwa bukan Michael Bimo Putranto. Yang saya tulis adalah benang merah genetikanya, bukan benang merah ideologi -nya.

Mungkin sekali, waktu itu tentara bermaksud memanfaatkan Yap Mei Hwa untuk melacak jejak Aidit yang masih buron.

Aidit memang di buru TNI sejak tanggal 2 Oktober 1965 s/d tanggal 22 November 1965 ketika dia tertangkap di solo.

Sebelumnya Aidit terbukti bolak-balik Solo-Boyolali - Semarang untuk menyusun kekuatan PKI yang sedang diobrak-abrik RPKAD di Jawa tengah.

Jadi amat mungkin sekali Yap Mei Hwa ini yang ikut yang menjadi rombongan kecil Aidit dalam pelarian Solo-Boyolali - Semarang.

Profesor Victor FIC adalah,yang menulis bahwa Aidit berencana melarikan diri ke China dari Jawa tengah. menurut saudara Hamid, ada tertulis di sana, bahwa Yap Mei Hwa adalah tokoh wanita China yang membantu gerakan kiri di Indonesia s/d tahun 1965.

Ada KTP Yap Mei Hwa tertera di situs tersebut. Bahwa Yap Mei Hwa ini pada akhirnya hidup dan tinggal di Singapura dan berstatus sebagai isteri seorang tokoh Golkar Jawa tengah.

Dalam buku saya juga tertulis informasi bahwa jenderal Yoga Sugama di pecat pak Harto dari jabatan KABAKIN karena Yoga bermain cewek di Singapura. Apakah cewek itu Yap Mei Hwa yang hendak diinterogasi jenderal Yoga ? Mungkin saja ! Atau justeru Yap Mei Hwa ini mendatangi Gereja Randusari Semarang itu setelah Aidit tertangkap komandan CPM Brigjen Soedirgo yang terlibat G 30 S PKI untuk membongkar jaringan PKI di tubuh tentara.

Michael Bimo Putranto beragama Katholik dan Yap Mei Hwa telah dibaptis menjadi Katholik.

Sebagai mana bila polisi tidak bisa membuktikan bahwa informasi Faizal soal Hartanti dan keluarganya dan ibu Sujiatmi adalah salah, maka polisi juga tidak bisa membuktikan bahwa informasi saya dalam buku JU adalah salah, karena saya mengutip informasi Faizal itu tanpa saya tambah- tambahi secuil pun.

Tapi apakah polisi pernah memeriksa Faizal sebagai saksi sebelum polisi menangkap saya ?
Boro- boro memeriksa, mencari Faizal saja polisi tidak mau dan polisi malah menuduh saya tidak punya sumber primer padahal Faizal inilah sumber primer saya soal ibu Sujiatmi.
Lha Faizal ini apa namanya, sumber primer atau sumber imajiner ? 

Tanyakan kepada polisi, jangan tanya kepada saya, Bambang Tri.
Polisi juga tidak mau mendalami informasi saya bahwa Faizal ini telah memeras saya sebelum menjual kepada saya kepada Michael Bimo Putranto.

Faizal mengancam akan mencabut segala kesaksiannya dalam buku saya jika saya tidak memberikan sejumlah uang kepada anjing pengkhianat ini.

Untuk menjerat anjing yang satu ini saya telah transfer uang Rp 1 juta ke rekening atas nama Andi Muhammad Faizal ini dan bukti transfernya sudah saya berikan kepada polisi.

Faizal marah-marah karena cuma saya kasih Rp 1 juta lewat transfer tanggal 24 Desember 2016 itu.
Malam harinya, Michael Bimo Putranto melaporkan buku saya ke polisi.

Saya yakin, polisi juga tidak bakal berani memeriksa ibu Sujiatmi dan pak Miyono, yang masing-masing telah memberikan keterangan yang saling berbeda tentang jatidiri pak widjiatno ayah Jokowi.
Ibu Sujiatmi berkata : 

"Ayah Jokowi adalah ketua Partai Nasional Tingkat Ranting di Solo".
( Sumber: buku"SSIJ"/Saya Sujiatmi Ibunda Jokowi )

Sementara Miyono berkata : " Saya jamin ayah Jokowi itu tidak pernah menjadi anggota partai apa pun." (Kompas TV 16 Januari 2017 ).

Soal proses kelahiran Jokowi di RS Brayat Minulyo , keterangan mereka berdua juga berbeda:
Kata Ibu Sujiatmi: 

"Proses kelahiran Jokowi tidak di tunggui oleh siapapun karena pihak RS melarang keluarga menjenguk saya, kecuali pada jam besuk (kunjungan)." (Buku SSIJ )

Kata pak Miyono:
" Saya dan ayah Jokowi ikut menunggui proses kelahiran Jokowi di RS Brayat Minulyo." ( Kompas TV 16 Januari 2017)

Buku SSIJ juga mengandung sebuah kontradiksi internal yang penting menyangkut jatidiri ayah Jokowi.
Di satu tempat Ibu Sujiatmi berkata bahwa suaminya ( Widjiatno ) adalah ketua Ranting Partai Nasional (PNI ).

Ditempat lain, dalam buku yang sama, Ibu Sujiatmi berkata :
" Rumah kami sempat diobrak-abrik tentara karena kami di curigai sebagai simpatisan PKI karena tidak cukup bukti, maka kami tidak ditangkap."

Bila ada seorang Ketua Ranting PNI di curigai sebagai simpatisan PKI maka artinya tentara punya sumber yang kuat bahwa Widjiatno atau Sujiatmi adalah pendukung PKI.

Bahwa tentara tidak bisa menemukan bukti bukan berarti Widjiatno dan Sujiatmi memang bukan pendukung PKI.

Saya lebih percaya kepada pengakuan seorang mantan anggota PASPAMPRES bahwa Ibu Sujiatmi pernah berkata langsung kepadanya:
" Saya tidak suka tentara karena dulu tentara itu menangkapi dan membunuh sanak famili saya."
Itu adalah indikasi kuat sekali bahwa keluarga Widjiatno - Sujiatmi memang pendukung simpatisan PKI.
Saya bisa mendatangkan mantan Anggota PASPAMPRES itu dan bersaksi di persidangan, bila hakim berjanji akan membebaskan saya dari segala tuntutan hukum yang sedang saya hadapi sekarang ini.
Riwayat hidup Ibu Sujiatmi dalam bukunya juga menyembunyikan satu fakta penting :
Bahwa Ibu Sujiatmi pernah berganti nama dari Jinem menjadi Sujiatmi.

Sekali lagi, saya sanggup mendatangkan saksi yang mengetahui sendiri soal pergantian nama Jinem menjadi Sujiatmi itu. Jika hakim berjanji akan membebaskan saya dari tuntutan.

Lalu apakah dengan menuliskan hal-hal di atas saya bisa dianggap melanggar hukum ?
1. Menghina kekuasaan/ presiden
2. Menyebarkan kabar bohong/ fitnah
3. Menyebarkan kebencian berdasarkan Suku, agama,Ras dan antar Golongan
4. Mencemarkan nama baik Jokowi, Hendro Priyono, dan Michael Bimo Putranto.
Pengadilan inilah tempat saya membela diri dan membuktikan bahwa saya tidak melakukan pelanggaran hukum yang disangkakan oleh polisi dan didakwakan oleh jaksa kepada saya.
Saya memang yakin 100% sampai detik ini bahwa Ibu Sujiatmi bukan Ibu kandung Jokowi.
Bila polisi menyangka saya tidak mempunyai sumber data sekunder tentang Ibu Sujiatmi maka artinya polisi menganggap buku biografi resmi Ibu Sujiatmi itu sebagai buku hoax dan tidak bisa dijadikan rujukan/ sumber sekunder.

Dengan kata lain polisi juga hanya mengumumkan bahwa buku Ibu Sujiatmi itu sebagai buku ecek-ecek sebelum polisi berkampanye bahwa buku Jokowi undercover adalah buku ecek-ecek.
Karena justeru saya percaya kepada buku Ibu Sujiatmi itu dibeberapa tempat.

Misalnya nama- nama anak ibu Sujiatmi yang perempuan yang benar adalah nama-nama dalam buku itu .

Berarti Jokowi salah menuliskan nama-nama itu dalam dokumen persyaratan capres di KPU tahun 2014.

Titik Ritawati keliru ditulis Jokowi menjadi Titik Relawati.
Iit Sriyantini keliru menjadi Iit Suryantini. Ida Yati keliru ditulis menjadi IDA YATI.
Kalau polisi berani mengumumkan buku saya sebagai kebohongan maka mereka juga harus berani mengumumkan buku Ibu Sujiatmi itu sebagai sebuah kebohongan publik !

Amat sangat jelas bahwa dalam buku saya, samasekali tidak ada penghinaan terhadap siapapun.
Saya tegaskan dalam buku saya bahwa tidak ada salahnya seorang anak PKI menjadi Presiden RI.
Saya menyerukan Rekonsiliasi total dengan anak cucu PKI yang tidak bersalah.

Saya mengkritik keras pak Harto dalam hal diskriminasi hukum dan politik terhadap anak cucu PKI.
Meski saya memuji keputusan dan keberanian pak Harto membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966.

Bahkan saya uraikan dalam buku saya itu bahwa PKI" belum" bersalah dalam prolog peristiwa gila 30 September 1965.

Dalam buku saya JU itu memang saya tegaskan bahwa Jokowi memang anak PKI.
Karena saya tidak ragu akan dua hal berikut ini:
1. Tidak ada peristiwa hukum apapun dalam perkataan saya" Jokowi Anak PKI"
Seperti halnya perkataan" Aku Bangga Jadi Anak PKI" yang malah sudah menjadi judul sebuah buku resmi dan bebas di Indonesia oleh Anggota DPR RI dari Ribka Tjiptaning.
2. Tidak ada satu pun aturan hukum yang berlaku di Indonesia yang melarang anak PKI menjadi Presiden.

Alangkah goblok orang yang menganggap saya menghina Presiden dengan pernyataan saya bahwa Jokowi Anak PKI.

Yang saya lawan adalah sikap Pak Jokowi yang mengingkari dirinya sebagai anak PKI.
Pengingkaran jatidiri adalah kejahatan moral terbesar yang dilarang dalam agama apapun kecuali oleh faham komunis.

Dan pengingkaran jatidiri adalah pelanggaran hukum administrasi Negara dan kependudukan di negara kita.

Kalau saya salah dengan pernyataan saya bahwa Ayah pak Jokowi memang PKI, Silahkan saya dihukum mati.Tapi harus dibuktikan dulu secara material bahwa ayah pak Jokowi bukan PKI.
Dalam kasus buku saya, harus dibuktikan dulu bahwa foto orang persis pak Jokowi yang mengawal Aidit tahun 1955 itu bukan pak widjiatno ayah Jokowi.

Bantahan pak Jokowi, kesaksian kerabat beliau, tuduhan-tuduhan kepada saya sebagai tukang fitnah, serta pelarangan buku"Jokowi undercover" tidak akan pernah bisa membuktikan bahwa Ayah pak Jokowi bukan PKI.

Sebuah foto tidak akan berubah maknanya meski diingkari sejuta kali. Apalagi foto itu otentik, sumbernya jelas dan kualitas fotonya baik sekali.

Saya meyakini foto itu sebagai foto bapaknya Jokowi dan telah saya buktikan dengan cara sederhana terhadap keyakinan saya itu dalam buku saya.
Saya tidak berpretensi menjadi ahli foto metri atau ahli telematika dalam buku saya.
Saya hanya menjelaskan kepada pembaca secara sederhana seperti berikut ini:
Ini foto A : foto karya Howard Sochurek.

Ini foto B : foto pak Widjiatno ayah Jokowi dari samping kanan
Ini foto C : foto pak Widjiatno dari arah muka/ depan.
Saya jelaskan kepada pembaca bahwa bentuk dahi, kepada mata dan bibir dalam foto -foto itu sama 100 persen.
Kemudian saya ukur diantara dua foto (A dan C ) dalam dimensi tegak /vertikal -nya.
Hasilnya adalah:
Jarak antara mata dan bibir sama
Jarak antara hidung dan bibir sama
Jarak antara mata dan hidung sama
Yang saya lakukan adalah analisa perbandingan foto secara paling sederhana yang bisa di pahami dan dilakukan sendiri oleh semua pembaca saya dan hal itu bisa didemonstrasikan ulang dalam ruang sidang ini.

Kesimpulan saya adalah bahwa foto-foto itu adalah foto-foto dari orang yang sama.
Sama sekali tidak ada yang salah dalam metode sederhana yang saya pakai itu.
Polisi juga tidak bisa membuktikan bahwa metode saya itu metode yang salah.
Polisi hanya berani bilang bahwa saya tidak memiliki keahlian foto metri.

Memang benar, saya tidak punya keahlian itu dan saya tidak menggunakan foto metri dalam buku saya.

Tapi bukan berarti metode analisa foto non foto metri yang saya lakukan salah.
Saya berharap persidangan ini melihat dengan jelas bahwa soal foto metri itu hanya omong kosong polisi yang tidak ada kaitannya dengan metode analisa foto yang saya lakukan dalam foto saya.
Yang saya lakukan adalah metode sketsa yakni membandingkan kemiripan satu foto dengan foto lain seperti cara polisi mencari gambaran foto tersangka berdasarkan ciri-ciri kualitatif seperti bentuk mata, bibir dan lain-lain.

Lalu saya mengukur jarak antara titik - titik dalam dua foto yang berbeda, Itu pun hanya dalam proyeksi vertikal nya sama sekali bukan pengukuran foto metri yang harus mengukur jarak antara titik dalam proyeksi tiga dimensi.

Sambungan ke Empat Belas
Polisi boleh berkata bahwa metode saya tidak cukup akurat untuk membuktikan bahwa hasil analisa saya benar.

Tidak akurat bukan berarti tidak benar atau salah.
Diperlukan tim ahli independen untuk menentukan tingkat keakuratan hasil analisa foto saya.
Kalau pengujian foto -foto itu oleh tim independen tidak bisa dilakukan dalam persidangan ini maka yang menentukan adalah keyakinan hakim soal hasil analisa foto saya.
Oleh karena itu penting sekali bagi hakim untuk mempertimbangkan penelusuran identitas ayah Jokowi, PKI atau bukan, dari arah lain yaitu kesaksian orang-orang terdekat Jokowi, seperti Ibu Sujiatmi dan pak Miyono.

Apakah Widjiatno PKI atau bukan?
Ibu Sujiatmi berkata:
Widjiatno adalah Ketua PNI Tingkat Ranting. Apa buktinya ?
Pak Miyono berkata:
Widjiatno adalah orang non partai, bukan PKI bukan PNI Apa buktinya?
Bambang Tri berkata:
Widjiatno adalah PKI karena fotonya sama dengan foto orang yang mengawal Aidit tahun 1955 seperti diuraikan Bambang Tri dalam buku Jokowi undercover.

Soal ibu Sujiatmi Ibu tiri atau ibu kandung Jokowi, pengadilan ini tidak berhak memutuskan kecuali setelah dilakukan Test DNA.

Kalau Test DNA membuktikan bahwa isi buku Jokowi undercover salah soal ibu Sujiatmi bukan Ibu kandung Jokowi, Silahkan tembak mati Bambang Tri di Monas!

Tapi kalau saya terbukti benar, pak Jokowi cukup minta maaf kepada rakyat Indonesia
Seperti halnya Bill Clinton minta maaf kepada rakyat Amerika dalam kasus oral sex Monica Lewinsky kepada Clinton diruang Oval gedung putih.

Kalau tidak ada Test DNA antara Pak Jokowi dan Ibu Sujiatmi seluruh rakyat Indonesia akan percaya kepada isi buku Jokowi undercover meski saya di vonis bersalah oleh hakim dan buku Jokowi undercover dilarang pemerintah.

Sebaliknya, bila ada Test DNA dan kemudian terbukti Pak Jokowi yang benar dan Bambang Tri yang salah,lalu pak Jokowi memberikan grasi kepada Bambang Tri, maka saya jamin pak Jokowi bakal terpilih lagi dalam pilpres 2019.

Kalau pak Jokowi yang benar bahwa Ibu Sujiatmi adalah ibu kandungnya, mengapa takut Test DNA dan repot-repot menghukum saya?

Soal Michael Bimo Putranto silahkan juga dilakukan Test DNA.
Kalau saya yang salah , silahkan hakim menghukum saya sesuai tingkat kesalahan saya.
Tapi kalau tidak ada Test DNA terhadap Bimo dan Ir. Sujadi, saya juga tidak bisa dihukum.
Bukti-bukti Michael Bimo berupa akta lahir dll harus diperkuat dengan hasil Test DNA sehingga memenuhi syarat kebenaran formad dan material .

Soal Hendro Priyono saya serahkan kepada hakim untuk memutuskan saya bersalah atau tidak, karena saya hanya bisa memberikan keterangan secara tertutup dalam sidang ini soal sumber-sumber saya dengan alasan keamanan bagi sumber-sumber saya.

Saya bersedia membuka semuanya secara tertutup dengan disaksikan oleh saudara Hendro Priyono dan majelis hakim.

Yang terakhir, saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada pak Hendro Priyono karena saya tidak bisa membuka sumber-sumber saya secara publik sehingga beliau tidak bisa langsung membantah sumber-sumber itu secara langsung.

Kepada pak Michael Bimo , saya juga minta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah pahaman yang terjadi di antara kita karena saya samasekali tidak berniat mencemarkan nama baik bapak dalam hal-hal yang saya tuliskan dalam buku saya.

Kepada Pak Jokowi dan segenap keluarga besarnya , saya mohon maaf atas ketidak nyamanan yang timbul bagi keluarga besar bapak terkait isi buku “Jokowi Undercover”. Akan tetapi sejarah adalah sejarah , kata dari Ribka Tjiptaning .Semoga tidak ada lagi dusta diantara kita dan selamat mempertimbangkan Test DNA.

TERIMA KASIH
WASSALAAMU”ALAIKUM WR.WB
BAMBANG TRI

No comments: