Thursday, 16 March 2017

Selamat Tinggal Iran, I Love Indonesia (6)

Indonesian Free Press -- Penyanderaan para staff diplomatik Amerika di Iran oleh para pengikut Khomeini berakhir setelah mereka akhirnya dibebaskan pada tanggal 20 Januari.

Sangat menarik, bahwa drama penyanderaan itu berlangsung selama 444 hari, 1 tahun 2 bulan 2 minggu ditambah 2 hari. Seperti sebuah angka yang telah dipersiapkan lama. Namun, lebih menarik lagi adalah fakta bahwa pembebasan itu hanya berselang sehari setelah pelantikan Presiden Amerika yang baru, Ronald Reagan, menambah kuat tuduhan bahwa pembebasan itu telah diatur dalam skandal 'October Sunrise' antara Bakal Presiden Amerika George W Bush dan bakal Presiden Iran Hashemi Rafsanjani.

Penyanderaan itu sendiri sangatlah kontroversial sehingga mendapat tantangan dari sebagian warga Iran sendiri. Selain melanggar hukum internasional, penyanderaan warga negara asing oleh penguasa sebuah negara, meski berkedok 'mahasiswa radikal', juga bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan agama. Tidak heran jika Perdana Menteri Mehdi Bazargan dan kabinetnya mengundurkan diri sebagai protes atas aksi penyanderaan. Ulama besar Grand Ayatollah Mohammad Kazem Shariatmadari juga menentang aksi penyanderaan tersebut.


Namun aksi tersebut seolah menjadi 'berkah' bagi Khomeini. Memanfaatkan sentimen anti-Amerika di dalam negeri Iran dan di dunia internasional yang tengah terpolarisasi dalam kutub Amerika melawan Uni Sovyet, popularitas Khomeini semakin 'moncer'. Apalagi dengan media massa Barat hingga media massa Indonesia yang anehnya justru bersimpatik pada Khomeini (majalah Time menganugerahinya gelar 'Man of the Year 1979'), dukungan politik bagi Khomeini pun semakin kuat sehingga dengan relatif mudah Khomeini bisa melakukan pembersihan terhadap lawan-lawan politiknya, termasuk kelompok-kelompok yang sebelumnya menjadi sekutunya dalam menumbangkan regim Shah Pahlevi.

Selama masa konsolidasi kekuasaan itu Khomeini telah menghukum mati ribuan orang. Amnesti Internasional menyebut 4.482 orang dihukum mati. Sementara kelompok-kelompok oposisi menyebut angkanya mencapai 30.000 orang. Di antara yang dihukum mati adalah anak-anak berumur 13 tahun. Seorang tahanan politik wanita meninggal setelah dicambuk (E. Mahbaz, 'The Islamic Republic of Iran - The Hell for women: Seven Years in Prison" (unpublished paper, 1996).

Pada bulan September 1987 menjadi korban hukuman mati seorang tokoh revolusioner bernama Mehdi Hashemi. Ia didakwa telah melakukan tindakan kontra-revolusi. Namun yang sebenarnya adalah ia telah mempermalukan Hashemi Rafsanjani dan sekalaigus juga mempermalukan regim Iran, dengan membocorkan informasi tentang keterlibatan Rafsanjani dalam Skandal October Sunrise dan Skandal Iran-Contra.

Hukuman mati ini membuat marah Ayatollah Montazeri, ulama besar yang telah ditunjuk Majelis Ulama Iran sebagai calon pengganti Khomeini.(ca)


Bersambung.

No comments: