Sunday, 12 March 2017

Selamat Tinggal Iran, I Love Indonesia (5)

Indonesian Free Press -- Saat orang-orang musrik Quraish berputus-asa dengan dakwah Nabi MUhammad, mereka akhirnya menawarkan kesepakatan 'win win solution' kepada Nabi. Mereka bersedia menyembah Allah yang Maha Esa bahkan mengangkat Nabi sebagai Raja Arab. Syaratnya, Nabi dan para pengikutnya harus bersedia menyembah dewa-dewa Arab dua hari sekali.

Nabi menjawab tegas: bahkan jika orang-orang Quraish memberikan matahari dan bulan Nabi tidak akan menghentikan dakwahnya.

Di waktu lain, para Sahabat Nabi yang setia meminta ijin untuk membunuh seorang munafik yang juga seorang Sahabat. Nabi menolak dengan tegas permintaan itu karena tidak menginginkan dakwah Islam diwarnai dengan pembunuhan dan menjadi preseden buruk bagi perkembangan Islam. Alasan Nabi sesuai dengan ajaran Islam, yaitu bahwa kewajiban ummat Islam hanyalah menyampaikan, sedang soal hasilnya itu adalah urusan Allah. Jika Allah menghendaki, tanpa dakwah pun semua manusia di dunia bisa dengan mudah menjadi pengikut Islam yang sholeh. Adapun kasus pertama mengajarkan bahwa kebaikan tidak mungkin bersatu dengan kejahatan dan tujuan baik tidak boleh dilakukan dengan cara-cara buruk.


Namun kedua hal itu tidak terjadi dalam Revolusi Iran. Bersekutu dengan 'setan', tipu daya dan pembunuhan-pembunuhan melingkupi revolusi yang diklaim sebagai 'Revolusi Islam' ini.

Selain meminta perlindungan Presiden Jimmy Carter dari ancaman militer Iran, para pemimpin revolusi (Khomeini dan kawan-kawan) juga telah bersekutu dengan para pemimpin Setan Besar, julukan bagi negara Amerika yang disematkan oleh Khomeini. Persekutuan itu kemudian dikenal dengan Skandal Iran-Contra, yang bagian pemulanya adalah skandal 'October Sunrise'.

Pada tanggal 19 Oktober 1980 atau tiga minggu sebelum pemilihan Presiden Amerika, sebuah pesawat jet BAC 111 yang telah dimodifikasi untuk terbang sejauh 3.600 mil, meninggalkan pangkalan udara Andrews Air Force Base dengan tujuan Paris, Perancis. Para penumpang di pesawat itu di antaranya adalah pilot U.S Navy Captain dan perwira inteligen Gunther Russbacher. Namun bukan itu yang membuat penerbangan itu menjadi istimewa, melainkan karena di dalam kabin pesawat terdapat tokoh-tokoh penting Amerika. Mereka adalah William Casey (bakal Direktur CIA), Donald Greggs (bakal Dubes Korea)dan George Bush (mantan Direktur CIA, kandidat Wapres dan kemudian menjadi Presiden Amerika).

Menurut pengakuan Russbacher, di Paris, Bush tinggal hanya beberapa jam saja setelah mengadakan pertemuan di Hotel Crillion dan Hotel George V. Di kota ini ia bertemu dengan pemimpin Iran Hashemi Rafsanjani, serta pengusaha broker senjata asal Saudi, Adnan Khashoggi. Hashemi adalah orang kedua dalam gerakan Revolusi Iran setelah Khomeini, kelak ia menjadi Presiden Iran dan salah satu manusia terkaya di Iran.

Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Amerika akan memberikan $40 juta dan bantuan persenjataan ke Iran yang kelak menjadi skandal Iran-Contra. Sebagai imbalan Iran harus menunda pembebasan warga Amerika yang ditahan di Kedubes Amerika di Teheran hingga selesai pemilihan presiden. Tujuannya adalah demi menjatuhkan kredibilitas kandidat inkumben Jimmy Carter dan menjadi pembuka pintu kemenangan Capres-Cawapres Ronald Reagan-George Bush.

Setelah pertemuan itu Bush tidak kembali ke pesawat BAC 111 untuk kembali ke Amerika seperti yang lain, melainkan menumpang pesawat SR-71 yang dipiloti Russbacher. Ini adalah pesawat mata-mata dan sekaligus pesawat tercepat di dunia dengan kecepatan lebih dari 4 kali kecepatan jet komersial (Match 3,7). Hal ini dilakukan untuk mengelabuhi wartawan.

Bush yang bekas pilot pesawat tempur tidak mengalami kesulitan mengikuti penerbagan supersonic di pesawat bertempat duduk 2 orang ini. Untuk menempuh perjalanan lintas Samudra Athlantik ini pesawat melakukan pengisian bahan bakar di udara dengan pesawat tangki KCl35. Penerbangan kembali ini berakhir di Pangkalan McGuire Air Force, 20 Oktober pagi, dan Bush segera melakukan jumpa pers, sekali lagi untuk mengelabuhi wartawan.

Dalam pengantar artikel yang ditulis Russbacher tahun 1992 di penjara Jefferson City Correctional Center, Missouri dengan judul “The Short Road to Chaos and Destruction: An Expose of the Federal Reserve Banking" yang dimuat di situs RUMOR MILL NEWS AGENCY disebutkan bahwa pada tahun 1989 Captain Russbacher menikahi Rayelan Allan, penulis yang meneliti kasus 'October Surprise'. Dua hari kemudian, ia ditangkap dan dipenjara hingga tahun 1993. Regim Amerika (pemerintah dan Congress) membantah klaim Russbacher. Media-media mapan pun berusaha mendiskreditkan Russbacher dengan tuduhan ia bukan pilot yang memiliki keahlian menerbangkan SR-71. Media-media itu juga yang selama Revolusi Iran menuliskan Khomeini sebagai 'tokoh demokratis' dan 'sederhana', yang tidak memiliki hasrat untuk berkuasa.

Pada kenyatannya Khomeini rela melakukan berbagai 'tipu daya' terhadap lawan politik dan sekutu-sekutunya sendiri hingga mengorbankan ribuan nyawa yang tidak berdosa demi mewujudkan ambisinya, sebagian di antaranya adalah warga sipil yang menjadi korban serangan bom kimia Irak setelah Khomeini menolak perdamaian yang ditawarkan Irak. Ia baru menyetujui gencatan senjata 8 tahun setelah peperangan, setelah sekutu-sekutunya sendiri seperti Rafsanjani mulai jengah dengan banyaknya korban nyawa tidak berdosa.(ca)

1 comment:

Anonymous said...

Dalam tulisan ini tak jelas dan sumbernya dari Amerika dan lebih bersifat menggampangkan persoalan tahun awal 1980 paska non aktiv angkatan darat .iran Dan Sadam Husein sesumbar akan hanya butuh satu pekan untuk menaklukan Iran .Namun hal itu tak terbukti .Namun presiden Iran waktu itu Abul Hasan Bani sadr berhianat dan di pecat ayatullah melarikan diri ke Perancis ternyata agen CIA .Agresi Irak menghancurkan kharamsar abadan dan despul Gresinya membabi buta menculik perempuan dan menghancurkan kota kota yg diduduki dengan susah payah pasukan relawan basij merebut kembali kota dan daerah kaya minyak .Irak yg didukung Soviet dan Amerika serta negara barat apa setelah penghancur pengrusakan dan menginjak injak harga diri bangsa Iran diam saja langsung menerima damai .Lebah saja tak akan diam kalau sarangnya di rusak .Kalau Iran menerima damai sungguh bangsa yg pecundang .Sampai hari ini Iran tak punya martabat.dan sebagai bangsa pecundang .Persiapan Irak dg benteng pertahanan di Basra di jamin oleh ahli Soviet dan Amerika tak akan tembus bahkan menjamin 99 persen tapi dalam duainggu rata Basra di taklukkan .Dan keberanian pasukan basij sudah teruji di Medan perang .Dan sampai hari ini Ali Khamenei mengancam Israil . Amerika berpikir 2kali untuk menyerang Iran .Karena tahu bangsa Iran seperti apa dan akan membalas yg jauh lebih dahsyat .Jelas target Khomeini serang sampai tak bisa menyerang lagi.kenapa Iran yg salah serangan senjata kimia Irak apa lagi senjata kimia buatan Amerika.bahkan senjata kimia ribuan orang Kurdi jadi korban .Kenapa bung cahyono tak menyalahkan Irak dan Sadam husen malah menyalahkan korban senjata kimia .Inikan aneh SAYA YAKIN IRAN PHOBIA DILANCARKAN BUNG CAHYONO SUDAH DI BAYAR OLEH PKS GROF MAAF YG BERHAK MENILAI NEGARA IRAN ADALAH RAKYATNYA SENDIRI TERBUKTI TIAP PEMILU YG IKUT DIATAS 80 PERSEN DAN YG TAK SUKA HANYA KECIL DAN MEREKA RATA RATA SEKOLAH DI BARAT DAN MEREKA KEBARAT BARATAN HANYA PALING TIGGI 10 PERSEN SEMOGA IRAN TETAP LINDUNGAN ALLAH YG JELAS JELAS PENYEBAR TERORIS SAUDI TURKY QATAR YG JELAS PRO ISRAIL TAK PERNAH DI BAHAS SECARA NYATA OLEH BUNG CAHYONO ADI TERIMA KASIH