Indonesian Free Press -- Poitisi dan media-media Barat terus-menerus menggambarkan Rusia sebagai negara 'sakit' negara setengah maju yang tidak pernah bisa benar-benar maju.
Politisi dan mantan kandidat presiden AS John McCain menyebut Rusia sebagai 'stasiun BBM yang menyamar sebagai negara'. Cendekiawan Inggris Robert Service yang pernah menulis biograpi Lenin, Stalin, dan Trotsky mengolok-olok kelemahan Rusia dalam tulisan terakhirnya berjudul ‘Kremlin Winter’ bulan lalu dan mendapat sambutan hangat media-media utama Barat seperti Financial Times.
Service menyebut ekonomi Rusia hanya sebesar Belanda dan sangat tergantung pada ekspor minyak dan gas dan bukan pada industri manufaktur. Para ahli Barat juga menuduh Rusia lebih banyak membelanjakan kebutuhan militer ketimbang infrastrukturnya.
Kenyataannya adalah berkebalikan 180 derajat. Sementara transportasi publik dan infrastruktur mengalami kemandegan dengan kebijakan-kebijakan 'penghematan' dalam beberapa dekade terakhir, Moscow tengah menggarap proyek-proyek infrastuktur ambisius. Selama lebih dari satu dekade ibukota Rusia telah membangun 120 jalur kereta bawah tanah dan 64 stasiun. Ini bahkan mungkin adalah proyek paling ambisius di dunia.
Namun Metro Moscow hanya awal. Ketika jalan bebas hambatan M11 selesai pada akhir tahun ini, semua warga Moskwa bisa mengemudi dengan nyaman hingga ke Petersburg yang berjarak hampir 700 km. Rusia juga tengah membangun bangunan pencakaar langit tertinggi di Eropa di Petersburg yang menjulang setinggi 462 meter yang akan selesai tahun depan.
Untuk menyatukan Rusia dengan Krimea yang paska kerusuhan di Ukraina tahun 2014 memilih bergabung dengan Rusia, Rusia telah membangun jembatan-jembatan super sepanjang 19 kilometer yang tidak hanya bisa dilalui oleh mobil dan truk juga dengan kereta api cepat.
Setelah bergabungnya Krimea dengan Rusia Barat menerapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia dengan harapan ekonomi Rusia akan kollap. Namun Rusia menyikapi dengan pembangunan sektor pertanian dan pangan yang tepat sehingga Rusia kita bisa dianggap sebagai negara ber-ketahanan pangan paling tinggi di dunia.
Di bidang politik seluruh dunia bisa melihat pengaruh Rusia yang semakin kuat. Keberhasilan Rusia mempertahankan rejim Bashar al Assad membuat negara-negara kawasan terutama Turki dan Saudi harus menaruh hormat dan membuang jauh-jauh permusuhan dengan Rusia.
Pada tahun 2013 di tengah konflik Suriah yang memuncak kepala inteligen Saudi Bandar bin Sultan menemui Vladimir Putin yang tengah berlibur di Sochi. Kala itu dengan percaya diri Bandar mengancam Rusia untuk mengganggu keamanan Rusia dengan menggunakan kaki tangan kelompok-kelompok radikal binaannya bila Rusia terus membantu Bashar al Assad. Putin hanya bisa menahan marah sudah diperlakukan seperti pemimpin negara lemah oleh Saudi. Namun jawaban Putin sangat telak. Bila sebelumnya Rusia hanya membantu Suriah secara tak langsung ia mengerahkan pasukannya langsung ke Suriah dan membangun pangkalan udara yang menjadi basis kekuatan Rusia di Latakia, Suriah utara dan secara efektif menghancurkan kekuatan pemberontak Suriah. Dan dua bulan lalu, setelah Bandar bin Sultan tidak lagi berkuasa, Putin disambut hangat oleh Raja Salman.
Pengaruh Rusia yang semakin kuat juga ditunjukkan dengan kesepakatan dengan Cina tahun 2014 untuk menjalankan proyek ‘Power of Siberia’. Dengan proyek ini pipa migas sepanjang 2000-kilometer akan menghubungkan ladang-ladang minyak Rusia di Yakutia dengan provinsi Primorye-China pada akhir tahun ini. Proyek pipa migas lainnya, ‘TurkStream’ menghubungkan Laut Hitam Rusia dengan Turki serta ‘Nord Stream 2’ di bawah Laut Baltic akan selesai pada tahun ini. Semuanya itu dipastikan bakal membawa keuntungan besar untuk Rusia sebagai pemasok utama migas dunia.
Menentang Dajalisme
Sejak awal naiknya Vladimir Putin sebagai orang nomor 1 Rusia ia telah menunjukkan sikap tegasnya namun dilaksanakan dengan cara yang sangat elegan dalam menentang pengaruh zionisme-dajalisme. Yang pertama dilakukan Putin adalah mengumpulkan para pengusaha hitam yahudi yang telah menghancurkan ekonomi Rusia demi meraih keuntungannya. Mereka diancam untuk menghentikan kejahatan ekonomi dan menjauhi dunia politik. Putin membuktikan ancamannya dengan memenjarakan beberapa konglomerat hitam yang menentang seperti boss raksasa migas Yukos. Sebagian lainnya harus melarikan diri dari Rusia seperti boss klub sepakbola Chelsea Abram Ibramovich.
Kemudian Putin memberangus keleluasaan LSM-LSM binaan Mossad dengan memberlakukannya sebagai agen asing melalui undang-undang. Dan di tengah-tengah 'arus dunia' yang memberi panggung kepada gerakan pro-LGBT Putin justru memperlakukan mereka sebagai kriminal. Pada saat yang sama Putin mengkampanyekan gerakan cinta agama dan nilai-nilai luhur bangsa Rusia. Ia mengganti nama dua kota penting yang didasarkan pada nama dua tokoh komunis, Leningrad dan Stalingrad, dengan nama aslinya, St. Petersburg dan Volgagrad.
Putin dalam suatu kesempatan mengatakan, "Banyak negara Euro-Atlantic telah meninggalkan akarnya, termasuk nilai-nilai agama Kristen. Itu adalah jalan menuju kemunduran.” (Marc Bennetts, “Who’s ‘godless’ now? Russia says it’s U.S.,” Washington Times, January 28, 2014).
Untuk itu Putin menyebutkan Rusia harus menjaga nilai-nilai tradisi terhadap Barat yang secara moral telah bangkrut. Ia juga menganggap konservatifme sosial dan agama sebagai satu-satunya cara untuk mencegah dunia terjerumus ke dalam kekacauan dan kegelapan.(ca)
1 comment:
PUTIN... the modern Tsar of Russia
Post a Comment