Friday 27 October 2017

Imigran Gelap Ubah Jerman Menjadi Negeri Larangan

Indonesian Free Press -- Penghuni kota Rudraprayag, Utarakkand, India, tahun 1920-an, dilanda ketakutan setiap senja menjelang tiba. Mereka akan menghentikan setiap kegiatannya di luar rumah dan dengan terburu-buru kembali ke rumahnya masing-masing karena keberadaan seekor macan tutul pemangsa manusia yang telah memangsa lebih dari 125 orang, yang setiap senja dan malam hari meneror warga. Mereka baru merasa aman keluar rumah setelah fajar tiba dan macan tutul kembali ke tempat persembunyiannya di hutan-hutan di sekeliling kota.

Hal yang sama kini terjadi di Ebertplatz, wilayah pinggiran kota Cologne, Jerman. Seperti dilaporkan Brietbart London, 25 Oktober, sejumlah wilayah di Ebertplatz telah berubah menjadi 'wilayah larangan keluar rumah' setiap malam tiba, karena keberadaan kelompok-kelompok kriminal yang umumnya adalah para imigran asal Afrika dan Timur Tengah.


Otoritas keamanan Eberplatz mengklaim selama sembilan bulan terakhir saja telah terjadi 3.000 tindak kejahatan di wilayah ini, yang semuanya terjadi di malam hari. Kejahatan tersebut bervariasi, dari kejahatan ringan sampai pembunuhan, seperti yang dialami oleh remaja 22 tahun, akhir pekan lalu.

Polisi telah menangkap empat orang tersangka pelaku pembunuhan yang diduga terlibat dalam kegiatan perdagangan narkoba. Ini sesuai dengan peringatan polisi Jerman yang menyebutkan bahwa di sejumlah wilayah di Jerman, para imigran telah menguasai perdagangan narkoba dengan melakukan tindakan-tindakan kekerasan.

Polisi wilayah Schleswig-Holstein sebelumnya juga telah menyatakan kekhawatirannya dengan temuan semakin banyaknya para pencari suaka yang terlibat dalam jaringan perdagangan narkoba. Salah satu alasan tempat itu menjadi populer di kalangan pengedar narkoba adalah karena banyaknya terowongan dan jalan lintas yang memungkinkan mereka menghindari pemeriksaan polisi.

“Lapangan kota ini didisain dengan sudut-sudut yang tidak memungkinkan polisi melakukan pengawasan secara keseluruhan dalam satu waktu. Ini berarti perdagangan obat dan tindak kekerasan tidak bisa dideteksi dan dicegah secara cepat," kata polisi.

Meski polisi telah melakukan patroli secara rutin dan melakukan lebih dari 3.000 tindakan di wilayah itu, hanya 19 tersangka kejahatan yang telah ditangkap.

Ruth Wennemar, seorang tokoh warga lokal, mengatakan bahwa ia dan para wanita lainnya telah menetapkan sejumlah wilayah sebagai wilayah 'larangan pergi' pada malam hari.

"Anak-anak muda mabuk-mabuk berat setiap malam. Setiap setelah jam 8 malam, para imigran asal Afrika mendominasi lapangan, asap marijuana ada dimana-mana," katanya.

Brietbart menyebutkan bahwa hal yang sama terjadi di sejumlah wilayah di ibukota Perancis, Paris, dimana para imigran mencegat para wanita di jalanan dan mencegah mereka pergi ke kafe-kafe. Demikian juga di ibukota Jerman, Berlin, dimana polisi berusaha keras untuk mencegah munculnya 'wilayah larangan pergi' dengan mengintensifkan patroli.

"Setidaknya, dengan adanya patroli tempat-tempat perdagangan narkoba akan berpindah," kata Gerd Franke (63 tahun), warga Berlin kepada Brietbart.

Dalam pesta pergantian tahun lalu di Cologne terjadi tindak pelecehan seksual massal yang dilakukan oleh para imigran terhadap puluhan wanita lokal. Ini menjadi skandal memalukan yang mencoreng Jerman sebagai negara yang aman.

Perdana Menteri Hungaria Victor Okban berkali-kali menuduh secara terbuka bahwa para pemimpin Uni Eropa telah menjadi kaki tangan George Soros yang tengah berusaha menghancurkan entitas Eropa dengan mengirimkan ribuan imigran dari Afrika dan Timur Tengah, ke Eropa. Pernyataan seperti ini mendapat dukungan luas di negara-negara Eropa Timur hingga menjadi isyu politik yang dianggap bisa mengancam keutuhan Uni Eropa.(ca)

No comments: