Wednesday 18 October 2017

Keseriusan Ambisi Erdogan Diuji di Kurdistan-Irak

Indonesian Free Press -- Para sejarahwan dan pengamat politik Timur Tengah mengetahui dengan pasti bahwa Presiden Turki, Tayyep Recep Erdogan, sangat berambisi untuk mengembalikan kejayaan Ottoman Turki, atau minimal seperti Republik Turki di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk.

Di bawah Kesultanan Ottoman, Turki menguasai sebagian besar wilayah Eropa Timur, Mesir hingga Jazirah Arab. Sedangkan Ataturk, pemimpin Turki paska kalahnya Turki dalam Perang Dunia I, menyerbu Yunani dan Siprus dan merebut kembali wilayah Suriah dan Irak utara yang diklaim sebagai wilayah terotorialnya.

Di bawah Erdogan, dengan memanfaatkan situasi konflik, Turki sudah menguasai sebagai Suriah dan Irak Utara. Namun kini ia ditantang oleh Kurdistan-Irak yang hendak memerdekaan dirinya.


Pada 25 September lalu pemimpin Kurdistan-Irak, Barzani, dengan dukungan Israel menggelar referendum kemerdekaan. Ini dilakukan setelah selama 15 tahun Barzani berhasil memperluas wilayah Kurdistan-Irak hingga lima laki, termasuk menguasai wilayah-wilayah yang secara sosio-historis dikuasai orang-orang non-Kurdi, yakni Arab dan Kristen Orthodoks. Setelah referendum yang penuh rekayasa dengan hasil 92% menghendaki kemerdekaan,

Barzani dan para pendukungnya mengibar-kibarkan bendera Kurdistan dan Israel dan menyerukan kemerdekaan Kurdistan yang tidak bisa dicegah. Media-media Israel dan Kurdi pun membuka bahwa telah terjadi kesepakatan rahasia antara Erbil dengan Tel Aviv bahwa Israel akan mengirimkan 200.000 warganya untuk memperkuat Kurdistan, saat kemerdekaan diumumkan. Tidak hanya itu, Israel juga akan memasang rudal-rudal di Kurdistan untuk mengancam Turki, Iran, Suriah, dan Irak.

Turki sudah bersuara keras menentang rencana kemerdekaan Kurdistan. Turki, yang bekerjasama dengan Iran dan Irak untuk mencegah kemerdekaan Kurdistan, juga telah mengancam akan menyerang Kurdistan bila kemerdekaan dimumumkan dan mengultimatum Kurdistan untuk mengumumkan pembatalan kemerdekaan paling tidak pada tanggal 1 November. Turki mengancam akan menutup pipa migas yang menghubungkan Kurdistan dengan pelabuhan Ceyhan di Turki, yang merupakan satu-satunya jalur ekspor minyak Kurdistan. Saat ini minyak dari wilayah Kurdistan-Irak diurus oleh perusahaan minyak Perancis Total dan dijual ke Uni Eropa, Ukraina, dan Israel.

Turki dan Iran akan menutup wilayah udara dan menutup perbatasan Kurdistan-Irak, memotong pendapatan bea-cukai calon negara baru ini. Turki dan Irak juga akan membuka jalur perdagangan dan pipa migas baru melalui perbatasan Suriah-Irak. 13.000 tentara Irak bertugas menjaga keamanannya, sementara Turki yang membangun infrastrukturnya. Jalur baru ini secara efektif memotong jalur komunikasi antara Kurdistan-Irak dengan Kurdistan-Suriah yang berpusat di Rojava.

Sejak 2015, tentara Turki juga sudah menduduki wilayah Bachiqa di Kurdistan-Irak.

Jika ancaman Turki bagi pembatalan kemerdekaan Kurdistan-Irak tidak digubris, maka Turki bakal mengumumkan perang dan menyerang Kurdistan melalui dua arah: perbatasan Turki dan perbatasan Suriah-Irak yang telah diamankan oleh Irak.

Tiga bulan setelah upaya kudeta yang gagal bulan Juli 2016, Presiden Erdogan berpidato di hadapan civitas akademika Universitas Recep Tayyep Erdogan (RTEU). Dalam pidatonya itu ia secara eksplisit menirukan Sumpah Nasional (Misak-i Millî) yang diadopsi oleh Parlemen Turki tahun 1920, yang menjadi dasar klaim Turki atas wilayah Yunani, Siprus, Suriah utara (termasuk Idleb, Aleppo dan Hasakah), dan Irak utara (termasuk Mosul).(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Kali ini Turki ditikam sendiri oleh sekutu nya.. ber nyali kah Turki melawan nya?