by Zeng Wei Jian
Suatu malam, Miss Reynette bilang begini, “Tau ga Ken, di luar aktifis dan politisi, di komunitas temen-temen saya, tidak ada satu pun yang aware or care soal demo 411 dan 212. Mereka kalangan the haves. Life goes on as usual. Nothing special.”
Saya kira, Kasta the haves ini juga ga tau atau minimal do not care soal penistaan Surat Al Maidah. Mereka nonton tivi, certainly. Tapi stasiun tivi isinya cuma iklan. Total berpihak ke Ahok.
Kelompok “sok tajir” ini disebut “middle class ngehe”. Mereka terdiri dari pemilik toko, manager pabrik, staff admin, makelar tanah, redaktur media dan sebagainya.
Karl Marx sebut mereka; “petite bourgeoise” (borjuis kecil). Mereka bukan haute capitalist macam “10 naga”. Walau mereka kepengen betul jadi high-capitalist seperti James Riyadi. Sampe kebawa mimpi.
Saya tidak sreg dengan istilah “middle class ngehe”. Aktifis LSM, Komnas-Komnas, dan Lembaga Pemantau sekarang masuk golongan ini. Mentalitas mereka sudah serupa. Mereka sama-sama pro ahok, terpidana kasus penoda agama. Saya lebi suka sebut mereka; “middle class-small minded". IQ mereka 1-digit.
Belakangan mereka ribut soal pidato Gubernur Anies Baswedan.
Middle class ini sampah sosial. Sepanjang sejarah, mereka menjadi tiang penopang tirani. Dalam buku “The Mass Psychology of Fascism”, Wilhelm Reich menulis bahwa middle class–small minded merupakan pendukung utama kebangkitan fasisme.
Ahok jelas seorang “little fascist”. Dan sekali lagi sejarah terulang; “middle class ngehe” mendukung kebangkitan fasis ini.
Ngga berlebihan bila Soren Kierkegaard sampe menulis, “the petty bourgeois is spiritless”. Ya, mereka memang ngga punya hati nurani. Mereka gembira liat Ahok menggusur orang miskin.
Selagi atmosfer politik Medan, Surabaya, Palembang, Solo panas akibat Ahok’s verbal abuse, kaum middle class ini tetep asyik shopping, clubbing, jalan-jalan di mall atau selingkuh at the gym while their husbands are working their ass off at Jl. Sudirman-Thamrin.
Sambil manicure-pedicure, mereka ngobrol. Mereka bilang, “ahok hebat lho. Bikin kali jadi bersih. Ada tentara oranye, biru, bla bla bla…ngapain aja sich gubernur sebelumnya”.
Damn, Foke dan Bang Yos kena lagi.
Dahulu, mereka bilang Mas Joko dukung Ahok. Mereka percaya aparat akan menjaga diri mereka. Mereka bilang demo-demo itu go-block. Mereka lebi senang ngerumpi soal sepetak taman. Puluhan ribu massa aksi yang merupakan kekuatan politik nyata tidak pernah mereka sadari.
Mereka ngga tau kalo Kapolri, Panglima TNI, Pangdam dan Kapolda pontang-panting lobby para ulama dan pimpinan ormas. Kalangan The Haves ini tetep bilang “gazeboo”.
The middle class-small minded people ini ngga tau kalo Lieus Sungkharisma perna protes ke Kapolri Tito. Dia bilang Ahoker menciptakan kesan Jendral Tito dekat dengan Ahok, as Ahok’s protector. Kapolri geleng-geleng kepala. Kepada Karni Ilyas, Tito juga pernah menyatakan tidak dukung Ahok secara personal.
Kasian Jenderal Tito. Dulu saat baru dilantik jadi Kapolri, urusannya cuma mengamankan Ahok. Pasti puyenk. Puji syukur sekarang sudah selesai.
Di antara kaum middle class IQ 1-digit, yang paling berbahaya adalah mereka yang mengambil peran sebagai propagandis sosmed. Jenis middle class ngehe ini mungkin masuk kategori apa yang disebut Henrik Ibsen sebagai “Enemy of the People”.
Mereka jadi “musuh masyarakat” karena memiliki 7 dosa borjuis kecil: Malas Mikir, Pemarah, Sombong, Doyan Makan, Tamak, Sirik, Nafsu Gede.
THE END
Suatu malam, Miss Reynette bilang begini, “Tau ga Ken, di luar aktifis dan politisi, di komunitas temen-temen saya, tidak ada satu pun yang aware or care soal demo 411 dan 212. Mereka kalangan the haves. Life goes on as usual. Nothing special.”
Saya kira, Kasta the haves ini juga ga tau atau minimal do not care soal penistaan Surat Al Maidah. Mereka nonton tivi, certainly. Tapi stasiun tivi isinya cuma iklan. Total berpihak ke Ahok.
Kelompok “sok tajir” ini disebut “middle class ngehe”. Mereka terdiri dari pemilik toko, manager pabrik, staff admin, makelar tanah, redaktur media dan sebagainya.
Karl Marx sebut mereka; “petite bourgeoise” (borjuis kecil). Mereka bukan haute capitalist macam “10 naga”. Walau mereka kepengen betul jadi high-capitalist seperti James Riyadi. Sampe kebawa mimpi.
Saya tidak sreg dengan istilah “middle class ngehe”. Aktifis LSM, Komnas-Komnas, dan Lembaga Pemantau sekarang masuk golongan ini. Mentalitas mereka sudah serupa. Mereka sama-sama pro ahok, terpidana kasus penoda agama. Saya lebi suka sebut mereka; “middle class-small minded". IQ mereka 1-digit.
Belakangan mereka ribut soal pidato Gubernur Anies Baswedan.
Middle class ini sampah sosial. Sepanjang sejarah, mereka menjadi tiang penopang tirani. Dalam buku “The Mass Psychology of Fascism”, Wilhelm Reich menulis bahwa middle class–small minded merupakan pendukung utama kebangkitan fasisme.
Ahok jelas seorang “little fascist”. Dan sekali lagi sejarah terulang; “middle class ngehe” mendukung kebangkitan fasis ini.
Ngga berlebihan bila Soren Kierkegaard sampe menulis, “the petty bourgeois is spiritless”. Ya, mereka memang ngga punya hati nurani. Mereka gembira liat Ahok menggusur orang miskin.
Selagi atmosfer politik Medan, Surabaya, Palembang, Solo panas akibat Ahok’s verbal abuse, kaum middle class ini tetep asyik shopping, clubbing, jalan-jalan di mall atau selingkuh at the gym while their husbands are working their ass off at Jl. Sudirman-Thamrin.
Sambil manicure-pedicure, mereka ngobrol. Mereka bilang, “ahok hebat lho. Bikin kali jadi bersih. Ada tentara oranye, biru, bla bla bla…ngapain aja sich gubernur sebelumnya”.
Damn, Foke dan Bang Yos kena lagi.
Dahulu, mereka bilang Mas Joko dukung Ahok. Mereka percaya aparat akan menjaga diri mereka. Mereka bilang demo-demo itu go-block. Mereka lebi senang ngerumpi soal sepetak taman. Puluhan ribu massa aksi yang merupakan kekuatan politik nyata tidak pernah mereka sadari.
Mereka ngga tau kalo Kapolri, Panglima TNI, Pangdam dan Kapolda pontang-panting lobby para ulama dan pimpinan ormas. Kalangan The Haves ini tetep bilang “gazeboo”.
The middle class-small minded people ini ngga tau kalo Lieus Sungkharisma perna protes ke Kapolri Tito. Dia bilang Ahoker menciptakan kesan Jendral Tito dekat dengan Ahok, as Ahok’s protector. Kapolri geleng-geleng kepala. Kepada Karni Ilyas, Tito juga pernah menyatakan tidak dukung Ahok secara personal.
Kasian Jenderal Tito. Dulu saat baru dilantik jadi Kapolri, urusannya cuma mengamankan Ahok. Pasti puyenk. Puji syukur sekarang sudah selesai.
Di antara kaum middle class IQ 1-digit, yang paling berbahaya adalah mereka yang mengambil peran sebagai propagandis sosmed. Jenis middle class ngehe ini mungkin masuk kategori apa yang disebut Henrik Ibsen sebagai “Enemy of the People”.
Mereka jadi “musuh masyarakat” karena memiliki 7 dosa borjuis kecil: Malas Mikir, Pemarah, Sombong, Doyan Makan, Tamak, Sirik, Nafsu Gede.
THE END
1 comment:
Tambah lagi, enemy of the states
Post a Comment