Tuesday 21 February 2017

Kapal Induk Amerika Mulai Patroli di Laut Cina

Indonesian Free Press -- Dalam satu langkah yang bisa dianggap sebagai provokasi terhadap Cina, kapal induk Amerika mulai melakukan patroli di Laut Cina Selatan (LCS).

Seperti dilaporkan South China Morning Post, 19 Februari, satu satuan tempur yang dipimpin satu kapal induk (aircraft carrier strike group) Amerika telah mulai berpatroli di Laut Cina Selatan di tengah ketegangan hubungan Amerika-Cina terkait sengketa wilayah di Laut Cina Selatan antara Cina dengan negara-negara tetangganya.

Cina tidak memberikan komentar atas langkah Amerika itu, namun para pengamat memperkirakan ketegangan kedua negara tidak akan berkurang di bawah pemerintahan baru Amerika di bawah Donald Trump.

Angkatan Laut Amerika melalui situs resminya menyebut bahwa kapal induk USS Carl Vinson pada hari Minggu (19 Februari) tengah melakukan 'operasi-operasi rutin di LCS'. Disebutkan juga bahwa satuan tempur tersebut sebelumnya telah melakukan latihan di Hawaii dan Guam untuk 'menjaga dan meningkatkan kesiagaan dan memperkuat kerjasama/koordinasi strike group'.


“Kami berusaha mendemonstrasikan kemampuan-kemampuan itu seraya membangun kerjasama yang kuat dengan sekutu-sekutu kami, partner-partner dan teman-teman kami di kawasan Indo-Asia-Pacific,” kata komandan 'strike group' Rear Admiral James Kilby seperti ditulis situs tersebut.

Perselisihan antara Amerika dan Cina berkaitan dengan masalah perdagangan dan teritorial di bawah kepemimpinan President Trump telah meningkatkan kekhawatiran bahwa LCS akan menjadi titik bentrokan antara keduanya.

Sebelumnya berselang dua hari Cina menggelar latihan perang laut di LCS. Dalam latihan itu terlibat juga kapal induk satu-satunya Cina.

Sebelumnya juga di bulan ini, Menhan Amerika Jim Mattis mengatakan bahwa Amerika tidak memerlukan untuk melakukan langkah militer besar di LCS untuk mengekang langkah-langkah agresif Cina. Namun ia juga mengecam Cina dengan menyebutkan bahwa langkah-langkah Cina telah merusak kepercayaan negara-negara di kawasan.

Ni Lexiong, seorang pengamat militer yang berbasis di  Shanghai, menyebut bahwa langkah terakhir Amerika ini telah menunjukkan sikap Amerika yang tidak konsisten.

“Di satu sisi Menlu Amerika mengatakan bahwa perselisihan bisa diselesaikan dengan diplomasi, namun di sisi lain langkah militer Amerika cukup keras," kata Lexiong.

Menurutnya, tidak lama lagi akan terjadi lomba senjata antara kedua negara di LCS. Namun ia juga percaya Trump tidak akan membuat isyu LCS sebagai prioritasnya dan lebih berkonsentrasi pada masalah dalam negeri Amerika sendiri.

"Setidaknya, Amerika menunjukkan tidak ada keinginan untuk meringankan ketegangan. Ada banyak seruan agar Amerika mempertahankan keberadaan militernya di LCS di bawah kepemimpinan Trump,” katanya lagi.

Cina mengklaim sebagian besar wilayah LCS sebagai wilayahnya. Setiap tahunnya nilai perdagangan internasional yang melalui wilayah LCS mencapai $5 trilion, atau lebih dari Rp60.000 triliun. LCS juga dikenal kaya dengan hasil laut ikan selain memiliki kandungan minyak dan gas.

Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga mengklaim sebagian wilayah yang diklaim Cina. Amerika mendukung negara-negara tersebut atas klaim mereka di LCS dan gencar mengecam Cina yang dianggap agresif.(ca)

No comments: