Dalam serangan pada tanggal 30 Januari itu sebuah perahu bermuatan bom yang tidak berawak menabrak kapal frigat Saudi Al Madinah (702). Meski kapal tersebut tetap bisa berlayar, dua orang awak kapal Saudi tewas dan sejumlah kerusakan terjadi.
Sebelumnya perahu itu diduga milik kelompok pejuang Houthi. Namun kini diyakini kapal tersebut milik Iran.
"Penyelidikan kami menyimpulkan bahwa kapal itu tidak berawak yang dikendalikan dari jarak jauh," kata Vice Adm. Kevin Donegan, komandan Armada ke-5 Amerika yang berbasis di Bahrain, Minggu (19 Februari).
Kantor berita USNI News mengklaim mendapatkan kepastian bahwa Iran di belakang penyerangan itu dari keterangan para pejabat Angkatan Laut Amerika, sehari kemudian.
Dalam video yang beredar di dunia maya awal bulan ini terkait insiden ini, tampak sebuah perahu cepat menabrak bagian belakang kapal frigat Saudi diikuti dengan ledakan besar, tanpa perlawanan sedikit pun dari awak kapal Saudi tersebut dan kapal-kapal armada Saudi lainnya di tempat itu.
Media-media dan para pejabat Barat menyebut bahwa Iran telah membantu kelompok Houthi dengan sejumlah perahu cepat. Houthi juga diyakini memiliki rudal-rudal jelajah anti-kapal yang dikirim Iran. Angkatan Laut Tentara Pengawal Revolusi Iran (The IRGC) yang bertanggungjawab atas pertahanan laut Iran di Teluk Parsi telah mengembangkan kapal-kapal cepat berbasis perahu komersial. Di antara perahu cepat itu adalah perahu tanpa awak.
Dalam laporan tahun 2015 atas ancaman perahu-perahu cepat tanpa awak itu, militer Amerika menyebut bahwa dengan senjata-senjata itu Iran mampu memberikan ancaman serius bagi lawan-lawannya: “utilizing suicide drones is an asymmetric strategy which both allows Iran to compete on an uneven playing field and poses a risk by allowing operators to pick and choose targets of opportunity.”
Afshon Ostovar, seorang professor di Naval Post Graduate School mengatakan kepada USNI News bahwa dengan 'asymmetric advantage' atau keuntungan asimetrik itu Iran yang mampu membuat kelompok Houthi mengintensifkan serangan terhadap Saudi dan koalisinya.
“Kelompok Houthis berhasil menahan gempuran koalisi Saudi sejak awal, yang sebagian karena dukungan Iran yang terus-menerus. Situasi saat ini (dimana koalisi Saudi mengalami kemandegan offensif) setidaknya dipengaruhi oleh dukungan Iran kepada kelompok Houthi,” katanya.
Houthi Hit Back
Sementara itu kantor berita AFP kemarin (22 Februari) melaporkan bahwa kelompok Houthi berhasil menewaskan komandan senior koalisi Saudi dalam sebuah serangan rudal di pantai Laut Merah.
Mayjend Ahmad Saif Al Yafii, komandan senior militer koalisi Saudi tewas karena serangan rudal pencari panas di luas kota Mokha, tulis AFP. Pada saat yang sama kelompok Houthi dan sekutu-sekutunya berhasil memukul mundur pasukan koalisi Saudi dan telah mendekati bagian timur kota Mokha yang terletak di pantai Laut Merah, yang diduduki koalisi Saudi pada 10 Februari lalu.
"Ini adalah pukulan besar atas offensiv yang dilancarkan pasukan pemerintah (Mansour Hadi, sekutu Saudi) pada bulan Januari dalam upayanya menguasai garis pantai Laut Merah sepanjang 450, yang sebelumnya dikuasai sepenuhnya oleh pemberontak," tulis AFP.
Setelah menguasai Mokha melalui pertempuran sengit, pasukan Mansour Hadi yang didukung Saudi bertekad menguasai kota pelabuhan Hodeida, sebuah kota strategis di utara. Namun perkembangan terakhir di Mokha menjadi pukulan berat bagi pasukan Mansour dan Saudi.(ca)
1 comment:
Tiada bukti Iran terlibat
Post a Comment