Sunday, 5 February 2017

Surat Imajiner untuk Jokowi-Ahoker Mbak Sophia dan Mas Iwan

Indonesian Free Press -- Mbak Sophia Latjuba, saya adalah penggemarmu sejak Anda pertama muncul dalam film 'Setegar Karang' di antara tahun 1988-1989, merilis singel 'Lihat Saja Nanti' di tahun 1989 dan kemudian nyanyi bareng Indra Lesmana di tahun 1990-an. Saat mengetik tulisan ini saya bahkan sedang mendengar lagu 'Keinginan' yang Anda dendangkan bareng Indra.

Dan Mas Iwan Fals, saya juga penggemarmu sejak Anda merilis album 'Sarjana Muda' dengan lagu legendarisnya, 'Umar Bakrie', di awal dekade 1980-an. Kegemaran saya pada Anda semakin besar setelah Anda bersama group 'Kantata Taqwa' mengeluarkan lagu hits 'Bento'.

Lihatlah, Anda berdua lahir di era Orde Baru di bawah pimpinan Pak Harto, tokoh yang Anda berdua benci sebagaimana para Jokowi-Ahoker membencinya, apalagi mereka yang berasal dari keluarga eks PKI. Meski Pak Harto Anda tuduh korup dan otoriter, kepemimpinannya tetap bisa melahirkan banyak seniman besar, termasuk Anda berdua. Banyak seniman dan keluarga seniman yang dianggap berseberangan pandangan dengan Pak Harto, bahkan yang sampai sekarang masih sering mengumbar kebencian pada Pak Harto, justru berhutang jasa pada Pak Harto.

Rhoma Irama, yang pada masanya dianggap sebagai oposan, tetap bisa berkarya dan mendulang kemasyuran di masa pemerintahan Pak Harto. Koreografer Bagong Kusudiharjo, yang dua anaknya, seniman Djaduk Ferianto dan, siapa itu yang suka mengolok-olok Pak Harto dengan meniru gaya bicara Pak Harto, banyak mendapatkan job dari regim Pak Harto. Begitu juga WS Rendra, namanya justru berkibar dan tetap mampu berkarya di masa Pak Harto, termasuk saat bersama Mas Iwan membentuk Kantata Taqwa. Dan masih banyak lagi.

Lalu lihatlah kondisi sekarang. Album atau film terakhir apa dari Mbak Sophia dan Mas Iwan yang 'meledak' di pasaran yang menambah masyur dan juga pundi-punda uang yang melimpah? Seingat saya tidak ada satupun karya seni fenomenal Mbak Sophia dan Mas Iwan yang lahir sejak Pak Harto mundur dari kursi kepresidenan tahun 1998. Yang saya ingat adalah foto bugil Mak Sophia di cover majalah Popular yang menggegerkan publik di tahun 1989 serta berita tentang 'kencan' Anda dengan Ginanjar Kertasasmita hingga Ariel Peterpan. Dan lagu Mas Iwan terakhir yang menjadi perhatian publik adalah saat menjadi penggembira di albumnya Ponki Jikustik. Itupun sudah hampir 15 tahun lalu. Mudah-mudahan saya keliru.

Kemudian, marilah kita lihat kondisi dunia seni keseluruhan saat ini. Tidak ada lagi industri film seperti jamannya Pak Harto, yang mampu melahirkan ratusan film setiap tahunnya dan menghidupi ribuan manusia, melahirkan aktor, artis dan sutradara hebat, serta film-film bermutu pemupuk rasa nasionalisme dan spirit humanisme. Juga tidak ada lagi group-group dan penyanyi-penyanyi hebat yang bermunculan dengan album-album dan singgel-singgel lagu hits mereka.

Untuk menyambung hidup, para para penyanyi dan bintan film harus cukup puas menjadi bintang tamu acara-acara televisi dengan dandanan dan tingkah polah tidak patut, atau seperti penyanyi Pingkan Mambo, menjadi pengamen jalanan di Amerika. Mereka kalah oleh para penari dangdut koplo dan host-host serta ustad dadakan yang suka bergaya konyol. Industri seni hiburan kita saat ini dimonopoli oleh keluarga Ahmad Raffi dan teman-temannya, host-host bencong/LGBT dan ustad-ustad selebriti yang suka pamer kekayaan.

Dan ketika tidak ada lagi pekerjaan dan sementara perut dan syahwat tetap harus dipenuhi, para seniman itu beramai-ramai menjadi penggembira kampanye para politisi. Dengan berat hati harus saya katakan bahwa itu termasuk Anda berdua.

Saya masih bisa menghormati dan bahkan bersimpati berat kepada Pinkan Mambo karena ia tetap teguh dengan dunia seninya, meski harus dilakukan dengan menjadi penyanyi jalanan di negeri orang. Namun saya kehilangan rasa hormat pada Anda berdua. Anda masih bermartabat jika sekalian saja terjun menjadi politisi, seperti Rano Karno dan Deddy Mizwar.

Mungkin Anda berdua tidak menyadari, bahwa industri seni Indonesia yang matisuri ini adalah akibat ulah para politisi, termasuk yang Anda dukung mati-matian saat ini. Mereka, jongos orang-orang aseng dan asing yang tidak ingin bangsa Indonesia maju melalui seni yang nasionalis dan humanis. Tapi, mohon ma'af, saya tidak bisa menjelaskannya di sini. Mungkin lain waktu saya akan memberikan penjelasan lebih lengkap.(ca)


1 comment:

Kasamago said...

Semoga mereka lekas tersadarkan
Salut utk mereka yg ttp.konsisten berjuang dijalur nurani nya