Indonesian Free Press -- Selama masa Pemerintahan Transisi Rusia, dialektika politik di tengah masyarakat berlangsung keras. Sama seperti di Indonesia pra-G 30 S/PKI dan terulang lagi saat ini. Aksi berbalas aksi terjadi setiap hari. Namun polanya hampir sama, komunis melakukan provokasi, agitasi dan intimidasi dan orang-orang nasionalis-Kristen melakukan reaksi.
Ketika orang-orang komunis menggelar drama yang mengolok-olok kaum agamawan dan bangsawan, para pemuda nasionalis membubarkannya. Namun, orang-orang yahudi di balik layar telah memiliki pengalaman matang untuk menyingkirkan Raja Charles di Inggris di abad 17 dan Raja Louis di Perancis seabad kemudian. Selain berhasil menyuap elit Rusia juga mengirim ribuan agen provokator, tentara bayaran hingga teroris. Sementara Pemerintahan Transisi secara diam-diam memberikan perlindungan pada komunis. Mereka membebaskan para teroris komunis, dan sebaliknya menangkapi tokoh-tokoh nasionalis dan agamawan. Sama seperti regim Jokowi melindungi Ahok dan mengkriminalisasi ummat Islam.
Namun, tentara masih menjadi ancaman bagi komunis meski saat itu tentara, sebagaimana mayoritas rakyat, kebingungan tentang siapa musuh negara sesungguhnya. Maka, disusunlah sebuah konspirasi untuk menjebak dan kemudian menyandera tentara dengan apa yang kemudian dikenal dengan nama 'Kornilov Affair'.
Ini adalah sebuah konspirasi komunis-yahudi internasional dengan mengesankan terjadi kudeta militer terhadap Pemerintahan Transisi. Pada bulan Agustus 1917 sekelompok tentara Rusia dipimpin Jendral Kornilov melancarkan kudeta. Namun karena sudah di-'setting' untuk gagal, pemberontakan berakhir dalam beberapa hari saja tanpa hasil apapun. Sebaliknya, dengan kudeta ini militer menjadi tersandera sebagai pihak yang bersalah. Sementara, komunis yang diam-diam telah memperkuat diri dengan senjata yang diam-diam dikirim dari Eropa dan Amerika serta senjata yang diberikan oleh Pemerintahan Transisi, memiliki alasan untuk kembali melancarkan kudeta.
Pada bulan Oktober 1917, partai komunis Bolshevik berhasil merebut kekuasaan melalui kudeta berdarah. Sementara pemimpin Pemerintahan Transisi Alexander Kerensky melarikan diri ke Amerika.
Di hari pertama, komunis Rusia sudah menunjukkan watak aslinya sebagai penumpah darah nomor wahid. Sekitar 4.000 polisi negara yang dikenal sebagai loyalis Kaisar, dieksekusi ramai-ramai di jalanan. Hal itu membuka mata rakyat Rusia, bahwa komunis adalah musuh mereka yang sebenarnya. Maka dua tahun kemudian rakyat Rusia yang dibantu oleh rakyat negara-negara Eropa yang membenci komunisme, melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan komunis Uni Sovyet. Namun komunisme sudah terlanjur kuat. Pemberontakan rakyat Rusia melawan komunisme gagal, meski mereka berhasil membebaskan Finlandia, Polandia, Estonia, Latvia dan Lithuania.(ca)
(bersambung)
2 comments:
Pelajaran yg bgtu berharga.. Smga negeri ini mampu mencegahnya sebelum semuanya terlambat..
Apakah block ini tak ada berita terbaru cuma itu2 saja
Post a Comment