Oleh: Salamuddin Daeng (AEPI Jakarta)
Indonesian Free Press -- Belakangan ini di Jakarta, Jawa-Bali dan berbagai daerah, listrik sering mati. Seperti paduan suara, listrik mati secara berirama, silih berganti, saling bersambut antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Begitu kompak.
Anehnya kok di jawa sering mati lsitrik? Padahal di Jawa-Bali terjadi kelebihan produksi listrik. Listrik di Jawa tidak habis dikonsumsi. Tapi kok aneh listrik di Jawa kok sering mati? Ini pasti ada sesuatu.
Padahal jika melihat laporan Badan Pusat Statistik (electricity Statistic. 2011-2014), pada tahun 2014 produksi listrik sebesar 234.549,4 GWh, sementara jumlah listrik terjual pada tahun 2014 mencapai 199.028,08 GWh.
Dengan demikian maka terdapat selisih antara ketersediaan dengan konsumsi yang cukup besar yakni mencapai 35.521,32 GWh yang tidak terpakai. Selisih tersebut terbesar adalah di Jawa-Bali.
Lalu mengapa listrik di Jawa sering mati? Apakah pemerintah mencari alasan untuk menaikkan tarif listrik lagi, atau untuk membusukkan nama PLN, mengancurkan PLN agar terbuka peluang asing dan taipan untuk menggantikan peran PLN terutama di Jawa Bali.
Ingat, meskipun listrik di Jawa Bali mengalami kelebihan pasokan, investor asing dan para taipan listrik tetap ingin menumpuk investasi pembangkit di Jawa-Bali.
Nanti ketika pembangkit telah bertumpuk di Jawa-Bali, maka secara perlahan lahan pembangkit listrik milik PLN dihabisi, dihancurkan, dibangkrutkan, dirusak nama baiknya. Dengan demikian maka infrastruktur jaringan yang dimiliki PLN dapat diambil alih oleh asing dan taipan listrik.
Sekarang ini bisnis listrik di Indonesia telah menjadi ajang bancakan yang paling busuk. Mengapa? karena pembuat kebijakan (legislator), para pelaksana kebijakan (eksekutor) dan para pelaksana proyek (kontraktor) adalah para
penguasa Republik ini sendiri. Jadi ini adalah bisnis sesuka hati penguasa saja. Mereka menjadikan program elektrifikasi nasional sebagai proyek bancakan penguasa untuk memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya.
Bagaimana strategi dan cara oligarki penguasa bekerjasama dengan asing dan taipan listrik menjarah keuangan negara, keuangan PLN dan keuangan rakyat?
Dibaca pelan pelan ya….
Pertama, PLN dipaksa membiayai pembangunan infrstruktur listrik dengan didanai utang dalam jumlah besar. Utang PLN sudah melebihi nilai asetnya sebelum revaluasi aset.
Kedua, Proses pembangunan infrstruktur dikerjakan oleh swasta melalui Engineering Procurement Construction (EPC). Dalam proyek proyek EPC inilah yang menjadi bancakan oligarki penguasa dan taipan listrik
Ketiga, Infrastruktur yang dibangun PLN akan dimanfaatkan oleh para investor lsitrik yakni investor asing dan para taipan listrik. Investor tidak mungkin melakukan investasi pembangunan jaringan listrik.
Keempat, Pembangkit listrik diserahkan kepada investor asing dan taipan listrik dengan memanfaatkan jaringan yang dibangun dengan investasi PLN yang didanai utang.
Kelima, PLN diwajibkan membeli listrik yang dihasilkan asing dan taipan listrik termasuk kelebihan produksi listrik asing dan taipan listrik tersebut.
Keenam, Negara memberikan dana subdisi untuk PLN agar membeli listrik swasta termasuk kelebihan produksi swasta. Jadi selama ini tidak benar dana subsidi listrik itu untuk rakyat. Dana subsidi lsitrik dinikmati oleh asing, taipan dan oligarki penguasa.
Itulah mengapa mega proyek listrik 35 ribu megawatt yang tengah dirancang pemerintah, merupakan peluang empuk bagi asing, taipan dan oligarkhi penguasa dalam menjarah keuangan negara dan keuangan PLN.
Dengan mega proyek ini, investor asing, para taipan listrik dan oligarki penguasa dapat menjarah dana subdisi listrik (subsidi digunakan untuk membeli kelebihan produksi listrik swasta oleh PLN), menjarah keuangan PLN melalui pembangunan infrastruktur yang dibiayai dengan EPC dan menjarah keuangan rakyat dengan kenaikan tarif listrik setinggi langit tanpa alasan.***
Keterangan: Dicopas dari situs Portal Islam, JUmat 16 Juni 2017
2 comments:
Miris jika mlihat PLN bukan lgi sbgi sumber energi negara utama tetapi tlh malah bermetamor mnjdi makelar, dealer...
Hilang sudah kestrategisan dan keistimewaan
Ini lah Indonesia tak ada yg berani teriak juga di luar sistem akhirnya hancur kita sudah parah sistemnya lemah saling adu kekuatan yg ujungnya legislatif eksekutif dan yudikatif saling adu kekuatan kalo tidak kerjasama team bagi bagi rezeki sudah tak ada lagi yg tersisa buat anak cucu tinggal nunggu .ini susahnya tak ada yg mimpin dan pimpinan tak punya kekuatan lemah secara sistematis ini produk reformasi yg di gawang AMIN RAIS SONTOLOYO sekarang ngedem DASAR ULAMA CIA
Post a Comment