Friday, 7 July 2017

Cina Kirim Kapal dan Pesawat Hadang Kapal Amerika

Indonesian Free Press -- Perkembangan konflik Laut Cina antara Amerika dengan Cina semakin mengkhawatirkan dengan adanya laporan bahwa Cina telah mengirim kapal perang dan pesawat tempur untuk menghadang kapal perang Amerika yang melakukan operasi ‘freedom of navigation’.

Seperti laporan Veterans Today, 2 Juli lalu, Cina telah mengirim kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat tempurnya untuk mengusir kapal perang USS Stethem, sebuah kapal destroyer peluru kendali, yang berlayar mendekati pulau yang diklaim Cina di Laut Cina Selatan pada hari Minggu (2 Juli).

Jubir kemenlu Cina, Lu Kang, seperti dilaporkan mengatakan, “Dengan dalih ‘freedom of navigation,’ Amerika sekali lagi telah mengirim sebuah kapal perang ke wilayah Cina di dekat Pulau Xisha tanpa persetujuan Cina.”


Lu Kang menyebut langkah Amerika itu telah “melanggar hukum Cina dan hukum internasional, mengganggu kedaulatan Cina dan perdamaiana di perairan yang relavan.”

“Cina mengirim kapal-kapal militer dan pesawat-pesawat tempur sebagai respons untuk memperingatkan kapal perang Amerika itu,” tambahnya.

Cina juga menyebut Amerika telah 'dengan sengaja membuat masalah di Laut Cina Selatan' dan 'berjalan ke arah berlawanan dengan negara-negara kawasan yang menginginkan stabilitas, kerjasama dan pembangunan'.

Amerika sendiri tidak berkomentar dengan insiden itu. Jubir Armada Pasifik Amerika Lt. Cmdr. Matt Knight, mengatakan kepada Fox News bahwa pihaknya telah melakukan operasi 'freedom of navigation' dan akan tetap meneruskannya, namun tidak menyinggung tentang insiden itu.

Namun, seorang pejabat militer Amerika yang tidak disebut identitasnya mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa kapal perang USS Stethem telah berlayar pada jarak kurang dari 12 mil laut dari Pulau Triton, yang merupakan bagian dari Kepulauan Paracel yang diklaim Cina dan Vietnam.

Sementara itu Komandan Armada Pasifik Amerika Admiral Harry Harris, baru-baru ini mengecam Cina dengan mengatakan, “Cina telah menggunakan kekuatan militer dan ekonominya untuk mengganggu hukum internasional.” Demikian dikatakannya pada hari Rabu, atau tiga hari setelah insiden, di Brisbane, di sela-sela latihan militer AS-Australia.

“Pulau-pulau palsu tidak boleh dipercaya oleh manusia-manusia nyata," tambahnya, menyindir pulau-pulau hasil reklamasi Cina yang diklaim sebagai wilayah Cina, seperti dilaporkan Fox News.

Sejumlah pakar, termasuk dari The Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington, menyebut Cina telah meningkatkan kemampuan militer secara signifikan di pulau-pulau buatan yang diklaim miliknya itu, seperti Pulau Triton.

Laporan itu memastikan bahwa selama kepemimpinan Presiden Donald Trump, Amerika telah dua kali melakukan operasi 'freedom of navigation'. Sebelumnya, pada 24 Mei, kapal penghancur USS Dewey berlayar pada jarak kurang dari 12 mil dari Pulau Mischief Reef di Kepulauan Spratly yang juga diklaim Cina dan sejumlah negara Asia Tenggara. Kala itu pun Cina mengirim 2 kapal perang untuk mengusir kapal Amerika itu.

Jika kecenderungan ini terus terjadi, bukan tidak mungkin Perang Dunia III bakal terjadi di Laut Cina.(ca)

No comments: