Monday 24 April 2017

Erdogan Pemimpin ISIS, Terlibat Serangan Senjata Kimia di Suriah

Indonesian Free Press -- Turki terlibat langsung dalam serangan senjata kimia di Khan Sheikhoun, Suriah, 4 April lalu dan Presiden Turki Tayyep Erdogan disebut sebagai 'pemimpin ISIS'. Demikian pernyataan pemimpin opisisi Turki Sarhab Golhan seperti dilansir media Iran FARS News, 23 April.

"Jika penyelidikan dilakukan saat ini tentang insiden Sarhab Golhan, akan ditemukan bukti-bukti kuat bahwa Erdogan berada di belakang semua pembantaian yang terjadi kawasan kami, pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan membuka perbatasan untuk para teroris dan melengkapi mereka dengan senjata," kata Golhan kepada media Suriah SANAA yang dilansir FARS.

Menurut ketua Partai Bulan Bintang itu Erdogan yang baru saja memenangkan referendum untuk menjadi Presiden dengan kekuasaan lebih besar, secara efektif telah menjadi pemimpin ISIL.


Golhan menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan farmasi yang terkait dengan Partai Keadilan dan Pembangunan telah menyuplai bahan-bahan kimia kepada para teroris di Suriah untuk menjadi alat yang menyudutkan pemerintahan Bashar al Assad dan menjadi alasan campur tangan Barat.

Hal yang sama dituduhkan oleh pemimpin oposisi lainnya, pemimpin Partai Pekerja Sosialis Turgut Kocak. "Mereka (para teroris dengan senjata kimia) dikirim oleh Turki ke kota itu (Khan Sheikhoun).

“Kami mengetahui bahwa 90% dari senjata-senjata yang ditangan para teroris dikirim dari Turki dan kami mengetahui bahwa para teroris di Idlib dipimpin oleh inteligen Turki, mereka yang bertanggungjawab dalama serangan di Khan Sheikhoun,” kata Kocak.

Dalam pernyataan yang relevan pada hari Sabtu lalu Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan bahwa pihaknya 100% bahwa bahan-bahan kimia milik para teroris berasal dari Turki.

“Kami punya bukti tentang hal ini, sebagian buktinya bahkan telah berdar di internet beberapa tahun lalu. Ini seratus persen adalah Turki," kata Assad.

Dalam insiden di Khan Sheikhoun 80 orang tewas dan 200 luka-luka, sebagian di antaranya anak-anak. Rusia dan Suriah mengklaim insiden terjadi setelah gudang senjata berisi bahan kimia milik pemberontak meledak terkena serangan Suriah. Namun Amerika dan Barat langsung menuduh Suriah sebagai pelaku serangan senjata kimia dan dua hari kemudian Amerika menyerang Suriah, mengesampingkan tuntutan Rusia bagi dilakukannya penyelidikan terlebih dahulu.

Pada tahun 2013 Suriah telah menyerahkan semua senjata kimianya kepada PBB dengan pengawasan Rusia dan Amerika. Tahun 2016 lalu PBB menyatakan Suriah tidak lagi memiliki senjata kimia.(ca)

No comments: