Sunday 9 April 2017

Ramalan PM Rusia yang Terbukti dan Mereka yang Kecele oleh Donald Trump

Indonesian Free Press -- Pemerintah Suriah mengklaim sembilan warga sipil tewas, termasuk 4 anak, akibat serangan rudal Amerika ke pangkalan udara al-Sharyat, Homs, Kamis (6 April).  Mereka adalah korban salah sasaran yang tinggal beberapa mil dari pangkalan udara.

Hal ini sejalan dengan klaim Rusia yang menyebut hanya 23 dari 59 rudal yang ditembakkan dari 2 kapal perang di Laut Mediterania itu yang mengenai sasaran. Hal ini juga menjadi ejekan bagi Presiden Donald Trump yang menyebut Suriah sebagai pembunuh anak-anak dan menjadi alasan dilakukannya serangan oleh Amerika.

Sementara media Inggris The Independent melaporkan bahwa pesawat-pesawat tempur Suriah masih tetap melakukan operasi militer dari pangkalan ini, beberapa jam setelah serangan Kamis petang.

Serangan tersebut, selain dikecam keras oleh sekutu Suriah seperti Rusia dan Iran, juga dikecam sangat keras oleh utusan Bolovia dalam sidang Dewan Keamanan (DK) PBB yang digelar sehari setelah serangan. Sacha Llorenti bahkan menyamakan apa yang dilakukan Amerika di Suriah sama dengan yang dilakukan di Irak dengan alasan senjata pemusnah massal.


"Serangan ini menghancurkan harapan dilakukannya penyelidikan (atas serangan kimia). Kini Amerika percaya bahwa mereka adalah penyelidik, penuntut, hakim bahkan eksekutor. Ini bukan hukum internasional yang seharusnya," kata Llorenti.Lhorenti mengingatkan peristiwa tahun 2003, ketika Menlu Amerika Colin Powell di depan DK PBB meyakinkan dunia untuk menyerang Irak karena alasan senjata pemusnah massal yang ternyata tidak terbukti. Akibat invasi koalisi pimpinan Amerika di Irak tahun 2003, setidaknya sejuta orang meninggal dan meninggalkan jejak bagi kemunculan teroris ISIS, demikian sebut Lhorenti sembari menunjukkan foto pidato Colin Powell di depan sidang DK PBB.

"Mungkinkah kita akan berbicara tentang ISIS jika serangan itu tidak dilakukan?" kata Llorenti merujuk pada serangan Amerika ke Irak.

Sementara itu PM Rusia Dmitry Medvedev mengejek Presiden Donald Trump sebagai pemimpin yang ternyata masih tergantung pada 'establishment' atau kelompok kepentingan yang menguasai negara di balik layar. Padahal selama kampanye, ia menjanjikan untuk melenyapkan kelompok itu.

"Aksi militer ini menunjukkan dengan jelas bahwa presiden Amerika masih sangat tergantung pada kepentingan 'establishment', hal yang dikritiknya dengan keras dalam pidato pelantikannya," kata Medvedev.

"Segera setelah kemenangannya, saya mengatakan bahwa semuanya tergantung pada bagaimana janji-janji Trump dipatahkan oleh 'establishment'. Ternyata hanya dibutuhkan dua setengah bulan hal ini terbukti," tambahnya.

"Alih-alih memenuhi janjinya untuk memerangi terorisme, ISIS, Trump justru memerangi pemerintah Suriah yang syah," katanya lagi.

Langkah Donald Trump yang berkebalikan dengan retorikanya yang anti-neoliberalisme dan anti-kemapanan dengan mengikuti kebijakan luar negeri kaum neo-liberalisme yang agresif, tentu saja membuat banyak pendukungnya kecewa. Blogger terkenal Gilad Atzmon misalnya, menyindir Trump dengan tulisan di blognya berjudul 'Make America Neocons Again'.

Daily Mail menyebut sejumlah tokoh pendukung Trump di segala penjuru dunia kini mulai meninggalkannya. Termasuk Marine le Pen, Nigel Farage, Rand Paul dan Richard Spencer.

Kandidat Presiden Perancis Marine Le Pen dalam wawancara dengan BFM TV, mengatakan: "Trump terpilih karena mengatakan bahwa Amerika tidak akan lagi menjadi polisi dunia dan tidak akan melakukan interfensi. Kenyataannya sangat berbeda di Suriah."

Sementara politisi Inggris Farange mengatakan, Jumat (7 April): “Saya rasa banyak pemilih Trump bangun pagi dan terkejut dan kemudian berkata 'dimana semua ini akan berakhir?'"

Politisi Italia yang juga mendukung Trump selama kampanye lalu, Matteo Salvini bahkan menyebut langkah Trump sebagai 'ide buruk', 'kesalahan besar', dan 'hadiah bagi ISIS'.

Politisi Republikan Amerika Rand Paul menyebut tindakan Trump sebagai 'tindakan buru-buru yang tidak konstitusionl yang mengarah pada peperangan".

Tokoh-tokoh jurnalis seperti Anne Coulter (Fox News), Paul Joseph Watson (Infowars) sebagaimana juga nasionalis kulit putih Richard Spencer, juga menyatakan mundur sebagai pendukung Trump. Ini belum termasuk penulis-penulis dan jurnalis senior seperti Israel Shamir, Gilad Atzmon, dan Paul Craig Roberts.(ca)

3 comments:

Anonymous said...

trump itu pahlawan bagi wahabi krn membantu wahabi menghabisi bashar assad syiah laknatullah..hehehhe

Anonymous said...

Jadi wahabi bersekutu dengan iblis zionis?
Kasihan wahabi meminjam tangan iblis zionis karena tak sanggup melawan syiah yang sangat jumawa.
Good job IRAN

Kasamago said...

Trump tengah bersiap menuju liang peristirahatannya sendiri..