Monday 2 December 2013

REGIM SHINAWATRA KERAHKAN "TENTARA BAYARAN"

Sebagaimana telah diduga sebelumnya, regim Shinawatra (PM Yingluck dan kakaknya Thaksin yang berada di luar negeri), akhirnya mengerahkan "tentara bayaran" untuk menghentikan aksi demonstrasi menentang kepemimpinan Yingluck Shinawatra yang dianggap menjadi kepanjangan tangan Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri yang menjadi pelarian setelah dituduh terlibat korupsi.

Korban pertama dari "tentara bayaran" itu adalah seorang mahasiswa Ramkamhaeng University berusia 21 tahun bernama Thaweesak Phokaew. Sampai saat ini setidaknya 4 orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka, sebagian akibat tembakan, dalam berbagai aksi demonstrasi yang digelar para penentang dan pendukung Yingluck. 

Kematian Phokaew terjadi setelah para demonstran pendukung Yingluck Shinawatra yang berkumpul di Stadion Rajamanggala yang terletak bersebelahan dengan Universitas Ramkamhaeng, menyerbu kampus itu, setelah para mahasiswa melakukan aksi menentang ulah para pendukung Yingluck yang telah mengganggu proses belajar. Di tengah-tengah serangan tersebut terdengar beberapa tembakan yang diduga dilakukan "tentara bayaran" keluarga Shinawatra. Saat itulah Phokaew ditemukan tewas karena tembakan di punggungnya.

Situs berita independen Land Destroyer/ATNN Beforehand mempublikasikan video serangan tersebut dimana para mahasiswa berteriak: "Awas mereka menembak. Kita ditembaki!"

Koran lokal yang berbahasa Inggris the Nation mengkonfirmasi kematian mahasiswa karena tembakan.

"Seorang mahasiswa Ramkhamhaeng tewas tertembak" demikian judul berita di The Nation hari Sabtu (30/11), dengan isi berita menyebutkan: "Polisi dan RS Ramkhamhaeng Hospital mengkonfirmasi bahwa seorang mahasiswa Ramkhamhaeng University tewas tertembak dalam bentrokan antara pendukung pemerintah dan mahasiswa Ramkhamhaeng."

Namun pemerintah dan media-media barat menggambarkan kerusuhan tersebut sebagai aksi yang dilakukan para demontran penentang Yingluck.

Meski media-media mapan berusaha menyembunyikan keberadaan "tentara bayaran" regim Shinawatra, keberadaan mereka telah dilaporkan media-media independen sejak tahun 2010, ketika Thaksin Shinawatra tengah menghadapi ansi-aksi demontrasi menentang kekuasaannya yang korup. Adapun keberadaan "tentara bayaran" dalam aksi-aksi kerusuhan kali ini telah terbongkar beberapa hari sebelumnya.

Mantan wartawan Reuters Andrew Marshall, yang dikenal sebagai "orang dekat" Thaksin Shinawatra beberapa hari lalu menulis di akun Facebook-nya:

"Sementara itu, pasukan rahasia "baju hitam" Thaksin Shinawatra, yang sebagian besar terdiri dari anggota navy SEALs dan marinir, kini kembali ke jalanan untuk pertama kalinya setelah Mei 2010 dan telah menyusup ke dalam kelompok demonstran pimpinan Suthep (anti-Yangluck). Jika aksi demonstrasi memanas, mereka akan memicu aksi kerusuhan berdarah menjelang hari ulang tahun raja Bhumibol, demi mendiskreditkan aksi-aksi demonstrasi anti-pemerintah. Militer telah terbelah dan lemah, dan para komandannya tidak ingin melakukan intervensi. Kecuali muncul kesadaran, akan ada lebih banyak pertumpahan darah di jalanan Bankok di awal bulan Desember."

Tulisan tersebut kemungkinan untuk menakut-nakuti para demonstran sehingga membatalkan aksi-aksi mereka dan Yingluck dapat kembali memperpanjang kekuasaannya.

Meski kini keberadaan Yingluck tidak diketahui publik sebagai indikasi ia tengah berada dalam situasi terpojok, para pendukungnya menyatakan telah siap untuk "berperang".

Pada Kamis malam (28/11) hingga Jumat pagi (29/11) Mendagri Thailand turut berpidato di hadapan massa pendukung Yingluck di Rajamanggala, pada saat sebagian dari mereka menyerang Universitas Ramkhamhaeng dan membunuh Thaweesak Phokaew. Beberapa anggota parlemen pendukung Yingluck juga turut memanas-manasi massa.

Dalam sebuah pernyataan yang ditulis The Nation, seorang pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, "Pemerintah telah siap terlibat perang melawan demonstran."

Sampai Senin dini hari (1/12), tembakan-tembakan sporadis masih terdengar di berbagai sudut kota Bangkok disertai ledakan-ledakan. Semenara helikopter tidak berhenti berputar-putar di atas kota. Sementara satu demi satu laporan kematian di jalanan pun bermunculan.

Jika tidak ada perkembangan yang lebih baik, mungkin Yingluck akan mengikuti jejak kakaknya, yang tangannya berlumuran darah rakyat Thailand.



REF:
"Thailand regime deploys black-clad militants"; Tony Cartalucci; Press TV; 1 Desember 2013

No comments: