Tuesday 25 July 2017

Dukung Rusia Hadang NATO, Cina Kirim Kapal Perang ke Baltik

Indonesian Free Press -- Cina mengirim kapal dan pesawat perang ke Laut Baltik untuk mengikuti latihan perang bersama Rusia. Ini adalah langkah pertama Cina mengirim kapal perang ke perbatasan negara NATO, yang oleh pengamat militer disebut sebagai strategi baru Cina melawan Amerika.

Seperti dilaporkan Sputnik News, 23 Juli, tahap pertama latihan perang Rusia-Cina di Laut Baltik yang diberi label 'Joint Sea-2017' itu digelar hari Jumat pekan lalu (21 Juli) dan akan berlangsung sampai 28 Juli. Latihan ini melibatkan sekitar 10 kapal perang dari berbagai kelas, sejumlah pesawat dan helikopter perang dari Rusia dan Cina.


Kapal Cina yang terlibat dalam latihan itu termsuk destroyer peluru kendali Hefei, frigat Yuncheng, dan kapal angkut militer Luomahu. Pasukan marinir juga dikirimkan Cina ke Baltik untuk mengikuti latihan itu.

"Latihan ini menandai pertama kalinya armada kapal Cina memasuki Laut Baltic untuk meningkatkan kemampuan AL Cina melakukan misi jarak jauhnya," tulis Sputnik News.

Menurut Ni Lexiong, ahli militer di University of Politics and Law di Shanghai, langkah Cina ini merupakan implementasi strategi lama militer Cina yang disebut “fanbian”.

“Ketika Amerika terus melakukan provokasi ke Cina di Laut Cina Selatan, Cina membalas dengan bergabung dengan Rusia dalam latihan perang di depan pintu NATO di Laut Baltic. Ini disebut dengan strategi ‘fanbian’ yang digunakan Marshal Luo Ronghuan selama Perang Dunia II,” kata Ni Lexiong kepada Sputnik.

Dalam perang itu tentara Cina di bawah pimpinan Luo dikepung oleh tentara Jepang di Provinsi Shandong di selatan Cina. Untuk mengendurkan kepungan, tentara Cina menyerang kota yang terletak di belakang garis pertahanan lawan. Akibatnya Luo berhasil menyelamatkan 3.000 tentaranya dari kepungan. Luo menyebut langkahnya itu dengan “fanbian” yang artinya adalah 'mengubah medan perang'.

Langkah Cina di Laut Baltik sama dengan langkah Marsekal Lou, yaitu memecah konsentrasi kepungan Amerika di Laut Cina.

Selama pemerintahan Donald Trump, Amerika setidaknya telah dua kali melakukan operasi 'kebebasan navigasi' dengan berlayar di wilayah yang diklaim Cina di Laut Cina.

Pada saat yang sama Rusia juga mengalami tekanan Amerika/NATO di kawasan Baltik dengan adanya penumpukan kekuatan militer NATO di wilayah bekas Uni Sovyet itu. Hal itu mendorong Cina-Rusia untuk membangun aliansi bersama menghadapi Amerika-NATO.


Pertumbuhan AL Cina Khawatirkan Amerika
Sebagai bangsa yang selama ribuan tahun mengandalkan pertanian sebagai tulang punggung ekonomi, Cina tidak pernah memiliki angkatan laut yang kuat. Upaya Dinasti Ming untuk memperkuat angkatan lautnya justru menghancurkan ekonomi Cina dan menghancurkan kekuasaan dinasti itu.

Namun, setelah 30 tahun lebih mengalami 'booming' ekonomi Cina melihat inilah saatnya untuk memiliki angkatan laut yang kuat. Cina, misalnya, harus mengamankan Selat Malaka yang teletak di antara Indonesian dan Malaysia, karena di sinilah 80% energinya disalurkan dari Timur Tengah dan Afrika. Dan di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, putra dari tokoh revolusioner Cina, pertumbuhan angkatan laut Cina semakin signifikan.

"Saya percaya AL Cina akan menyamai bahkan mengalahkan Amerika dalam 10-20 tahun,” kata Lexiong.

Cina diketahui tengah membangun kapal induk keduanya dan baru saja merilis kapal-kapal destroyer peluru kendali terkuat di dunia.(ca)

2 comments:

Kasamago said...

Alarm keras bagi NATO yg tengah bermain main dihalaman Rusia..

Kehadiran PLA navy di eropa mnjadi siraman sejarah tersendiri

sayednoordin said...

ya..kita akan tahu hasilnya..beberapa tahun ke hadapan..polis dunia alias Amrik akan bertembung dengan Angkatan Laut Rusia dan China..Perang Dunia III pun tarhasil di sana.