Monday 4 June 2018

ADA YANG NGAJAK PERANG DI BULAN RAMADHAN. AKU LAYANI SATU PER SATU.

Fahri Hamzah


Siapakah yang radikal dalam sejarah? Bukan orang beragama. Radikalisme itu produk komunis dan sekuler.
Tuduhan bahwa orang beragama (Islam) radikal baru muncul belakangan. Dan di bulan Ramadhan ini rasanya mereka mengumumkan perang. Aku akan layani satu persatu.
Dengan kacamata peradaban, kita akan tahu anatomi dari perang ini. Kita tahu kapan ia mulai, siapa yang memulai, yang meniupkan terompet komando dan yang memilih lokasi pertempuran.

Kita juga tahu siapa yang dikorbankan. Dan cara mengeksekusinya.
Tapi untuk menghindari tuduhan bahwa merekalah yang berperang, mereka akan mengambil peran adu domba.
Mereka berada di tengah, mereka menuduh kita tidak toleran, mereka mencari segudang alasan agar kita tidak dipercaya orang, agar kita disisihkan di pinggiran.
Peta yang rumit inilah yang akhirnya menjebak banyak orang. Termasuk kawan kita sendiri yang lugu dan kurang akal.
Perang ini memakan banyak korban tetapi umumnya, sebagaimana perang, perang ini korbannya rakyat. Kejahatan adu domba telah menjadi narasi resmi negara.
Pemerintah ini memang seperti membawa dendam. Gagal mencerna makna pertarungan dan arti kemenangan.
Karenanya, negara justru digunakan untuk mempertahankan dualisme. Sampai di situ ok. Tapi kemudian melabel lawan dengan tuduhan ideologis itu masalahnya.
Mesin negara terus saja memproduksi tuduhan. Lalu upaya menjadi sekuler didendangkan. Dengan berbagai cara, ada yang sukses ada yang gagal.
Tetapi ketegangan tak bisa dihindarkan. Sampai muncul episode kedua; Ahok sebagai aktor dari seluruh yang tak nampak.
Sampai hari ini saya menduga, apakah Ahok dikirimkan ke pentas politik menjadi kebaikan bagi bangsa atau bagi agama? Atau bagi keduanya? Atau sebaliknya?
Sebab sepertinya ia telah melakoni sesuatu secara sempurna; menyeruaklah apa yang ada di alam bawah sadar kita.
Penistaan terhadap Alqur’an khususnya surat Almaidah 51 pada awalnya tidak mau dicerna secara dewasa. Mereka menganggap remeh.
Termasuk presiden dan para pejabat di sekitarnya. Tapi ini soal rasa, soal hati. Dan hal-hal yang tak tampak. Sampai kemudian tumpah berupa manusia.
Jutaan orang yang datang dengan damai tanpa dendam dan perasaan marah.
Begitu saja, berjuta, tanpa komando, tanpa organisasi penggerak massa, tanpa maksud lain kecuali mengungkap rasa, “Kami ada dan kami hanya ingin agar keadilan tetap ada”. Begitulah.
Setelah peristiwa itu semua menjadi berbeda. Tapi entahlah, saya membaca ada dendam kesumat yang tak hentinya kepada kita.
Kepada bangsa Indonesia, kepada Ummat beragama dan Islam khususnya. Dendam itu kadang muncul seperti erupsi gunung berapi. Tak ada hentinya.
Bayangkan, kesabaran yang begitu luas, dada yang begitu lapang dan terbukti berabad-abad terus diberi label tidak toleran bahkan ditambah dengan tuduhan lain yang lebih jahat dan label negatif yang tiada hentinya.
Sehingga kini, seperti susah betul menjadi orang Islam di sini. Sekarang ada label baru, “Mendukung gerakan Radikal”.
Label ini membuat seorang dosen pengajar Pancasila mau dipecat, mahasiswa mau di-drop out, ulama dan Ustadz kena delik ujaran kebencian dan partai politik minta dibubarkan, pejabat dilarang mengkritik penegak hukum, dll.
Ruang gerak kita sebagai warga negara mulai tidak bebas oleh cap yang sedang dikampanyekan. Kita mesti sabar.
Ini ujian kecil bagi kita sebelum kita betul-betul memimpin bangsa ini supaya tenang, tenteram dan berdaulat. Ujian kita adalah para pengkhianat dari dalam.
Orang-orang ini selalu ada, mereka tidak paham bagaimana jutaan orang bisa unjuk rasa damai tanpa permintaan macam-macam kecuali keadilan.
Mereka ingin bersama gelombang itu tapi tidak bisa. Ini sial yang tak mudah dibaca. Mereka akan gagal membaca.
Bersabarlah. Kita tahu apa yang sedang terjadi. Mereka tahu bahwa kita akan menang. Mereka dihantui rasa takut yang tidak terbayangkan.
Adu domba mereka kita akan halangi. Indonesia raya akan bergema melayani jiwa bangsa Indonesia yang mereka tak kunjung paham.
Jangan mau mengikuti kekacauan yang mereka rancang. Itu proyek mereka. Provokasi pejabat setingkat Ahok saja tak kita beli dengan sembarang.
Dia lewat dengan baik, dan sedikit lagi, upaya pengkhianatan akan kita akhiri. Dengan cara kita yang anggun dan matang.
Mari kita songsong kemenangan kita di depan mata. Jangan mau menengok dan terhalang. Tataplah ke depan. Tuntaskan perubahan. #IndonesiaGemilang2019
Twitter @Fahrihamzah 4/6/2018

1 comment:

Kasamago said...

Goro goro sudah dimulai dari sekarang, banyak rakyat yang termakan, terhasut dan akhirnya terjebak dalam adu domba