Monday 18 June 2018

Angkat Polisi Aktif jadi Pjs Gubernur, Regim Jokowi Ciderai Demokrasi


Indonesian Free Press -- Regim Jokowi kembali berulah dengan mengangkat seorang polisi aktif menjadi Pjs Gubernur Jabar. Padahal hal ini jelas-jelas melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Seperti dilaporkan Rakyat Merdeka ONline (RMOL), Senin (18 Juni), langkah regim Jokowi melalui Mendagri Tjahyo Kumolo tersebut telah menabrak undang-undang yang berlaku dan menabrak demokrasi.


"Itu sudah melanggar peraturan yang berlaku, kebijakan itu otomatis menabrak undang-undang. Jelas ini mencederai demokrasi,” kata Ketua umum Forum Umat Islam Bersatu (FUIB), Rahmat Himran kepada RMOL, Senin (18/6).

Menurut Rahmat, peraturan yang dilanggar oleh Tjahjo Kumolo antara lain UU 10/2016 tentang UU Pilkada, UU 5/2014 tentang ASN, dan UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI.

Maka dari itu, pihaknya meminta Mendagri untuk mencopot Pjs Gubernur dari polisi yang masih aktif atau mundur dari jabatannya.

"Kita hidup di negara ini harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, kalau itu ditabrak jadinya kacau balau. Jadi tuntutan kita dua, cabut Pjs Gubernur atau Mendagri Mundur,” tegasnya.

Rencananya besok, FUIB hari ini akan menggelar konferensi pers terkait hal itu di sekretariatnya di Jalan Menteng Raya Nomor 58 Jakarta Pusat.

"Kalau belum direspon juga kita Alan ada aksi masa buat menuntut itu,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Mendagri Tjahjo Kumolo mengeluarkan keputusan melantik Sekretaris Utama Lemhanas Komjen Pol M Iriawan sebagai Pjs Gubernur Jawa Barat menggantikan Ahmad Heryawan. Hal ini oleh sebagian pihak dianggap sebagai kotor upaya untuk memenangkan pasangan Cagub/Cawagub yang didukung regim, mengingat dalam Pileg dan Pilpres 2014 lalu suara pendukung regim mengalami kekalahan telak.

Penolakan atas langkah pemerintah ini juga disuarakan oleh Partai Demokrat dan Gerindra. Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat Mulyadi menyebut pemerintah kurang peka terhadap masyarakat Jabar karena memilih pihak luar untuk memimpin pemerintahan di Jabar. Padahal lingkungan Pemprov Jabar sendiri sudah dipimpin Sekda Iwa Karniwa yang bisa dijadikan sebagai Pj Gubernur. 

Ia juga mempertanyakan kepentingan pemerintah pusat menunjuk mantan Kapolda Jabar dan DKI sebagai Pj Gubernur. Hal itu sebuah tindakan yang mencederai demokrasi.

"Seharusnya Sekretaris Daerah Jabar, Iwa Karniwa yang sudah memenuhi syarat sebagai Pj Gubernur. Sekda Iwa juga sudah menjalankan tugasnya sebagai Pelaksana Harian (Plh) Gubernur dengan baik," ujarnya kepada RMOL.

Lebih lanjut Mulyadi menilai penunjukan Mochamad Iriawan dikhawatirkan membuat proses Pilkada di Jabar mendapat banyak masalah. Sebab Cawagub Anton Charliyan merupakan purnawirawan Polri dan salah satu perwira yang menggantikan posisi Iriawan sebagai Kapolda Jabar. 

"Kalau pakai kata indikasi curang itu terlalu vulgar, tapi yang jelas ini mencederai demokrasi," katanya.

Sementara itu Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR bakal mengajukan hak angket terkait pengangkatan Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menjelaskan diangkatnya Iriawan telah membuktikan pemerintah tidak mendengar aspirasi rakyat dan melawan kehendak rakyat. Menurutnya pemerintah juga membodohi publik, sebab seperti diketahui, polemik anggota Polri menjabat Gubernur sudah ditentang oleh masyarakat.

"Setiap kebijakan dan keputusan pemerintah mutlak harus konstitusional dan mendasarkan kepada UU dan aturan yang berlaku," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (18/6).

Lebih lanjut Didik menilai setidaknya ada tiga Undang-Undang yang dilanggar pemerintah terkait penggangkatan anggota Polri sebagai Pj Gubernur. 

Pertama UU 5/2104 ttg Aparatur Sipil Negara, UU 2/2002 ttg Kepolisian Negara Republik Indonesia serta UU 10/2016 ttg Pemilihan Kepala Daerah.

Menurutnya pelanggaran tiga UU sekaligus, dapat dikatakan bahwa pemerintah telah melakukan skandal besar dalam konteks tata kelola pemerintahan, berbangsa dan bernegara.

"Sebagai wakil rakyat yang harus menjadi penyeimbang dan pengawas jalannya pemerintahan, kami berpandangan ini saat yang tepat bagi FPD DPR dan DPR RI untuk menggunakan Hak Angket, mengingatkan dan mengkoreksi pemerintah agar tidak terkoreksi oleh rakyat dan sejarah," pungkasnya.(ca)

2 comments:

Kasamago said...

Campur tangan Istana agar jagoan nya menang begitu kuat, Jabar adalah batu loncatan Pilpres 2019


Semoga kebenaran selalu menang

Unknown said...

makin jelas & nyata kalo rezim saat ini adalah rezim mencla mencle & amburadul..