Fadli Zon bersama Muha dan Rizal Satria Negara.
Kemenangan Koalisi Pakatan Harapan pimpinan Mahathir Mohamad dalam
Pemilu 2018 Malaysia, menarik untuk dicermati. Selain menjadi pemilu
yang bersejarah, kemenangan oposisi menandai kehendak yang kuat dari
masyarakat Malaysia terhadap perubahan.
Malaysia dan Indonesia, saat ini bisa dikatakan menghadapi problem
kenegaraan yang mirip. Utang luar negeri yang terus melambung, harga
kebutuhan pokok yang meningkat, serbuan investasi asing yang berlebihan,
serta masifnya korupsi. Masalah-masalah inilah yang membentuk keresahan
masyarakat Malaysia terhadap inkumben.
Kehadiran Mahathir dan Anwar Ibrahim, berhasil merubah gelombang keresahan tersebut menjadi gelombang perubahan politik di Malaysia. Membawa kelompok oposisi yang dipimpin Mahathir tidak hanya memenangkan Pemilu 2018, namun meruntuhkan dominasi politik UMNO selama 6 dekade. Kemenangan ini fenomenal.
Berhasilnya oposisi meruntuhkan dominasi UMNO, juga menandai kedewasaan elit politiknya, yang berhasil mengedepankan kepentingan perubahan yang lebih besar bagi Malaysia. Meski antar elit oposisi menyimpan pengalaman konfliktual, namun semuanya bisa bersatu di Pemilu 2018.
Kemenangan oposisi ini awalnya sangat diragukan. Mengingat sangat kokohnya dominasi koalisi Barisan Nasional, sebagai petahana 60 tahun. Dengan dukungan jaringan birokrasi dan anggaran yang kuat, banyak pihak yang meragukan kemampuan oposisi mengalahkan Barisan Nasional. Tapi hasil pemilu berkata lain. Masifnya gelombang keresahan masyarakat ditambah soliditas elit oposisi, faktanya mampu mematahkan dominasi petahana.
Berkaca pada Pemilu Malaysia ini, akan sangat mungkin hal yang serupa terjadi pada pemilu Indonesia 2019. Saat ini, tanda-tandanya sudah cukup nyata. Baik dari aspek permasalahan yang dialami masyarakat, soliditas oposisi, gelombang keresahan, maupun respon petahana. Semuanya mengirimkan sinyal-sinyal yang sangat mirip untuk membawa perubahan mendasar bagi politik Indonesia di 2019.**
Kehadiran Mahathir dan Anwar Ibrahim, berhasil merubah gelombang keresahan tersebut menjadi gelombang perubahan politik di Malaysia. Membawa kelompok oposisi yang dipimpin Mahathir tidak hanya memenangkan Pemilu 2018, namun meruntuhkan dominasi politik UMNO selama 6 dekade. Kemenangan ini fenomenal.
Berhasilnya oposisi meruntuhkan dominasi UMNO, juga menandai kedewasaan elit politiknya, yang berhasil mengedepankan kepentingan perubahan yang lebih besar bagi Malaysia. Meski antar elit oposisi menyimpan pengalaman konfliktual, namun semuanya bisa bersatu di Pemilu 2018.
Kemenangan oposisi ini awalnya sangat diragukan. Mengingat sangat kokohnya dominasi koalisi Barisan Nasional, sebagai petahana 60 tahun. Dengan dukungan jaringan birokrasi dan anggaran yang kuat, banyak pihak yang meragukan kemampuan oposisi mengalahkan Barisan Nasional. Tapi hasil pemilu berkata lain. Masifnya gelombang keresahan masyarakat ditambah soliditas elit oposisi, faktanya mampu mematahkan dominasi petahana.
Berkaca pada Pemilu Malaysia ini, akan sangat mungkin hal yang serupa terjadi pada pemilu Indonesia 2019. Saat ini, tanda-tandanya sudah cukup nyata. Baik dari aspek permasalahan yang dialami masyarakat, soliditas oposisi, gelombang keresahan, maupun respon petahana. Semuanya mengirimkan sinyal-sinyal yang sangat mirip untuk membawa perubahan mendasar bagi politik Indonesia di 2019.**
2 comments:
Berkaca pada Malaysia seharusnya rezim sekarang merubah diri atau mengundurkan diri..
Terima kasih Dari seberang,kemenangan memang manis,memenuhi harapan mmerlukan pimpinan berwibawa
Post a Comment