Friday, 18 May 2018

RUU TINDAK PIDANA TERORISME BAGAIKAN SI BUAH MALAKAMA

Sehubungan dengan akan disahkannya RUU TINDAK PIDANA TERORIS, maka saya merasa perlu untuk menyampaikan beberapa hal penting.
1. Sebagai konsekuensi dari RUU yang telah disahkan menjadi Undang-undang, maka setiap pasal yang ada didalamnya akan berkaitan satu dan lainnya.
2. Ada 3(tiga) pasal yang perlu mendapat perhatian, yaitu Pasal 28 dan pasal 43 C dan pasal 43 D ayat (2) huruf f
3. Pasal 28 berbunyi :

(1) Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari.
(2) Dalam hal waktu penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak cukup, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan kepada Kejaksaan Agung paling lama 7 (tujuh) hari.
Artinya, bahwa bila penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup atas pelanggaran terhadap perbuatan yang diatur dalam pasal-pasal yang ada didalam Undang-undang ini, maka Penyidik dapat melakukan penangkapan selama 14 + 7 = 21 hari.
4. Pasal 43 C berbunyi :
(1) Kontra Radikalisasi merupakan suatu proses terencana, terpadu, sistimatis dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme.
Bunyi pasal ini sangat subyektif karena :
1. Siapa orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme ?
2. Bagaimana menentukan bahwa sesorang itu rentan papar atau atau Apa tolok ukur menyatakan bahwa sesorang "Rentan terpapar" ? Apakah Janggut panjang, sorban, Celana cingkrang, berjilbab, bercadadar dapat dikatakan rentan terpapar paham radikal terorisme ??
3. Apa yang disebut paham radikal terorisme ?
Sampai hari ini, stikma paham radikal terorisme adalah Radikal Islam. maka yang rentan terpapar paham radikal terorisme adalah umat Islam. Oleh karena tidak ada tolok ukur rentan terpapar, maka Penyidik secara sepihak dapat menentukan bahwa seseorang itu Rentan Terpapar atas paham radikal terorisme sehingga wajib mengikuti Proses Kontra Radikal. Janggut panjang, sorban, Celana cingkrang, berjilbab, bercadadar dapat digunakan penyidik sebagai bukti rentan terpapar paham radikal terorisme.
Orang yang telah ditentukan secara sepihak itu "wajib" mengikuti Proses Radikalisasi.
Bila orang itu menolak, maka orang itu telah melanggar pasal 43 C Undang-undang Terorisme, sehingga Penyidik dapat Melakukan Penangkapan selama 21 hari sebagaimana yang diatur pada pasal 28 Undang-undang Terorisme.
Jadi terlihat jelas, dengan menggunakan pasal 43 C ini, Penyidik menjadi sangat berkuasa. Penyidik dapat menentukan seenaknya sendiri orang-orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme. Dan orang yang telah ditentukan itu walaupun tidak merasa tidak rentan terpapar paham Radikal terorisme, WAJIB mengikuti Proses Kontra radikalisasi Radikalisasi itu. Bila orang itu MENOLAK, maka Penolakan itu dapat digunakan penyidik sebagai Bukti untuk menangkap orang itu berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pasal 28.
5. Pasal 43 D ayat (2) huruf f berbunyi :
(2) Deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada :
a.....
b...
f. Orang atau sekelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.
Kalau pada pasal 43 C Proses Kontra radikal untuk orang-orang yang rentan terpapar, maka pada pasal 43 D ini ditujukan kepada orang- orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.
Jadi, penyidik dapat secara sepihak menentukan bahwa orang yang ber Janggut panjang, sorban, bercelana cingkrang, berjilbab, bercadadar dapat dikatakan telah terpapar paham radikal terorisme.

6. Jelas sekali bahwa gabungan dari pasal 28, 43 C dan 43 D huruf f telah membuat penydik menjadi superman. Penyidik dapat seenak sendiri menentukan orang-orang yang WAJIB mengikuti program : Kontra radikalisasi dan deradikalisai. Orang-orang yang merasa tidak bersalah itu tidak bisa melawan, karena bila mereka MEMBANGKANG, maka Penyidik DAPAT MENANGKAP mereka berdasarkan ps 28.
7. Mengingat tahun ini adalah tahun politik, maka ketika RUU ini disahkan, lawan politik pemerintah pasti akan bereaksi. Mereka akan menuduh bahwa RUU ini ditujukan untuk melumpuhkan mereka. Hal itu disebabkan karena Keleluasan dan kekuasan Penyidik begitu besar.
8. Tuduhan dari pihak-pihaktertentu bahwa Pemerintah saat ini anti Islam TERKONSFIRMASI. Karena orang yang rentan maupun yang telah terpapar paham radikal terorisme saat ini yang terbayak adalah orang yang beragama islam.
9. Dengan kondisi yang demikian ini, Pengesahan RUU akan menjadi Bumerang bagi pemerintah. Pemerintah akan di cap sebagai pemerintah yang otoriter. Seruan agar umat islam bersatu untuk melawan pemerintah pasti akan dikumandangkan. UU ini akan dinyatakan sebagai alat pemerintah untuk menghancurkan akatifis islam. Kegaduhan politik tidak akan terhindarkan.
10. Jadilah RUU Terorisme bagaikan si buah simalakama, ada yang merindukan agar dapat dipakai sebagai obat mujarab untuk memberantas terorisme, tapi pada saat bersamaam ada yang yang dapat menggunakan RUU sebagai alat untuk menggulingkan pemerintah.
11. Dengan perkiraan kondisi seperti itu, saya menyarankan
1. Agar RUU Tindak Pidana jangan disahkan dulu.
2. Kalaupun akan disahkan maka pasal 43 C dan 43 D agar dihapus.
Jakarta 18 Mei 2018,
Laksda TNI (PURN) Soleman B. Ponto, ST, MH

1 comment:

Kasamago said...

Intinya sasaran dari kelompok beragama Islam.. padahal terorisme tak kenal agama, ras, dll ini sudah gak fair