Sunday, 30 April 2017

Ratusan Pejuang Asing Gabung dalam Revolusi Rojava Kurdi

Indonesian Free Press -- Ratusan pejuang asing dari berbagai penjuru dunia telah bergabung dengan para pejuang Kurdi dalam apa yang disebut dengan 'Revolusi Rojava', yaitu perjuangan menegakkan wilayah berdaulat Kurdi di Suriah utara, Turki dan Irak. Demikian laporan ARA News Sabtu (29 April).

Kemal Bolivya asal Bolivia yang bergabung dengan kelompok pejuang Kurdi Kurdish People’s Protection Units (YPG), pada hari Jumat (28 April) menyerukan kepada para pejuang revolusi (revolusioneris) untuk bergabung dengan Revolusi Rojava.

“Saya bergabung dengan YPG, untuk berjuang dan membentuk revolusi ini. Saya rasa semua kaum revolusioner di dunia harus mengerti tentang Revolusi Rojava,” katanya kepada ARA News.


“Namun, pertama-tama kita harus memahami revolusi ini dan karenanya kini kami berada di Tabqa. Nanti kami akan bergerak ke Raqqa dan saya berharap perjuangan ini akan berakhir dengan kemenangan. Karena itulah saya bergabung ke Rojava,” tambahnya.

YPG adalah faksi utama dalam koalisi internasional yang didukung Amerika untuk memerangi ISIS di Suriah. Pada 6 November para pejuang Kurdi, termasuk YPG, yang tergabung dalam kelompok Syrian Democratic Forces melancarkan operasi militer untuk mengisolir ISIS di wilayah Raqqa di timur laut Suriah, yang merupakan 'ibukota ISIS'. Setelah mengisolir kota itu, para pejuang Kurdi akan bergerak ke dalam kota untuk menghancurkan ISIS. Ratusan pajuang asing, sebagian di antaranya keturunan Kurdi, telah bergabung ke dalam operasi militer ini.

Rojhat Rojava, pejuang 23 tahun asal Inggris yang bergabung dengan kelompok YPG, adalah salah satu di antara mereka. Ia mengatakan kepada ARA News bahwa Amerika telah memberikan dukungan yang sangat besar kepada para pejuang Kurdi.

“Dukungan Amerika sangat besar pada saat ini dan mereka telah membantu kami membebaskan wilayah-wilayah sebelum mencapai Raqqa, dengan dukungan artileri dan serangan udara,” katanya.

Sementara itu Jesper Söder, pejuang SDF asal Swedia mengatakan kepada ARA News: “Kami tengah bergerak maju ke Tabqa setiap hari. Namun ada perlawanan hebat dari Daesh (ISIS).”

“Jadi, kami berfikir bahwa operasi merebut Tabqa akan dimulai bulan April dan kami sudah bisa mengalahkan Daesh, namun mereka memiliki posisi bagus untuk mempertahankan diri bahkan dari serangan udara,” katanya lagi sembari menambahkan bahwa ISIS juga banyak menggunakan tawanan sipil sebagai tameng hidup.

“Sejumlah besar bom mobil dan bom bunuh diri juga digunakan setiap hari oleh Daesh (ISIS) di wilayah Tabqa hingga Raqqa,” katanya kepada ARA News.

Soder memperkirakan perebutan kota Raqqa baru bisa dilakukan dalam satu atau dua bulan ke depan.(ca)

No comments: