Sunday, 29 October 2017

Group Pakar Militer Internasional: Perang Israel-Hizbollah Takkan Terelakkan

Indonesian Free Press -- Sebuah kelompok ahli militer internasional pro-Israel memperkirakan perang antara Israel melawan Hizbollah tidak mungkin bisa dihindarkan di masa mendatang. Lebih jauh lagi, hasil analisis mereka menempatkan Israel di pihak yang tidak beruntung dalam peperangan itu.

Seperti dilaporkan Times of Israel, 26 Oktober, sebuah kelompok yang disebut sebagai 'The High-Level Military Group (HLMG)' telah dibentuk oleh mantan PM Spanyol José María Aznar di tahun 2010 untuk memerangi 'kampanye negatif anti-Israel yang tidak pernah terjadi sebelumnya', merilis laporannya tentang potensi konflik militer yang dihadapi Israel di masa mendatang.


Dalam laporan yang dirilis hari Rabu (25 Oktober) itu disebutkan bahwa perang antara Israel melawan Hizbollah tidak bisa dihindarkan dengan intensitas dan jumlah korban yang sangat besar di kedua pihak. Diperkirakan ribuan warga Lebanon bakal tewas dan luka-luka karena pertempuran itu. Dan meski tidak disebutkan secara detil, korban di pihak Israel jauh lebih besar dari perang-perang yang dilakukan Israel di masa lalu.

“Diperkirakan jauh lebih besar dari konflik-konflik Israel sebelumnya,” tulis laporan itu.

Sebagai perbandingan, 50 warga sipil Israel tewas dalam Perang Lebanon I tahun 1982. Kemudian, dalam Perang Lebanon II tahun 2006 yang menjadi perang terbuka antara Israel melawan Hizbollah sebanyak 46 warga sipil Israel tewas, ini belum termasuk korban di pihak militer Israel.

HLMG beranggotakan sejumlah jendral terkemuka dari berbagai negara seperti Amerika, Jerman, Perancis, Inggris, Italia, Spanyol, Colombia, India, dan Australia. Di antara mereka terdapat seorang mantan Ketua Komisi Militer NATO, mantan Kastaf AD Italia, dan mantan kepala inteligen India (IDIA).

"Hezbollah tidak menginginkan perang saat ini karena masih harus mengkonsolidasikan kekuatannya di Suriah dan harus melanjutkan kesiapan tempurnya di Lebanon. Namun, aksi-aksinya dan propaganda-propagandanya menunjukkan bahwa kelompok ini menganggap kemampuan menghadapi Israel setiap saat adalah suatu keharusan,” tulis laporan itu.

Adapun pemicu perang antara Israel dan Hizbollah, menurut laporan itu, ditentukan oleh 'kesalahan perhitungan yang dilakukan para pembuat keputusan di Iran dan Lebanon'.

Laporan setebal 76 halaman ini bukan laporan pertama yang dibuat kelompok ini. Sebelumnya, pada akhir tahun 2015 kelompok ini juga memberikan laporan yang isinya membela Israel dalam aksinya menyerbu Gaza setahun sebelumnya.

Secara kuantitatif, Israel jauh lebih unggul dibandingkan Hizbollah. Israel memiliki 410.500 tentara aktif, 3.657 tank dan 989 pesawat tempur. Sementara Hizbollah, menurut perkiraan Israel hanya memiliki 20.000 pasukan siap tempur, 20.000 pasukan cadangan dan 5.000 pasukan yang tengah menjalani pelatihan di Iran. Namun Hizbollah diperkirakan memiliki 100.000 sampai 150.000 rudal, drone-drone tempur, sistem pertahanan udara, kendaraan lapis baja pengangkut personal hingga sejumlah tank. Hizbollah juga memiliki rudal-rudal anti-tank canggih hingga rudal anti kapal Yakhont.

Dengan kekuatannya itu, HLMG memperkirakan pada saat konflik Hizbollah bisa menembakkan 1.000 rudal setiap hari ke Israel. Dengan kemampuan rudalnya yang semakin canggih dari waktu ke waktu, daya hancur rudal-rudal itu sangat membahayakan Israel. HLMG bahkan menyebut kemampuan Hizbollah sebagai 'kekuatan militer non-negara paling kuat di dunia'.

Hezbollah resmi berdiri tahun 1985, atau tiga tahun setelah Israel menyerbu Lebanon dan memicu Perang Lebanon pertama. Dengan dukungan Iran, yang saat itu juga tengah terlibat perang melawan Irak yang menyerbu Iran tahun 1980, Hizbollah mulai membunuhi tentara Israel di Lebanon dengan senjata-senjata anti-tank, bom-bom rakitan berdaya ledak tinggi, dan senapan-senapan tempur.

Dengan kemampuannya yang semakin meningkat, kelompok ini akhirnya berhasil mengusir Israel dari Lebanon selatan pada tahun 2000. Peristiwa ini menjadi momentum yang sangat membanggakan warga Arab dan dunia Islam, karena untuk pertama kalinya Israel berhasil diusir dari wilayah yang didudukinya dengan kekuatan senjata. Tidak berakhir di situ, Hizbollah kembali mengalahkan Israel dalam perang tahun 2006.

Israel telah menggelar sejumlah sistem pertahanan untuk mencegah rudal-rudal Hizbollah dan lawan-lawan Israel lainnya, seperti sistem rudal Iron Dome, David’s Sling, Patriot hingga Arrow. Namun semua pakar militer meyakini, itu tidak cukup untuk menghentikan rudal-rudal dan drone-drone Hizbollah.

Di sisi lainnya, Hezbollah memiliki keuntungan strategis yang justru menjadi kelemahan di pihak Israel. Hizbollah bisa membangun sistem pertahanan terpadu dengan pemukiman-pemukiman yang mayoritas dihuni warga Shiah di Lebanon. Di bawah dan di dalam perkampungan itulah Hizbollah diduga menimbun senjata dan membangun jaringan pertahanan. Dengan kata lain, dalam pertempuran Hizbollah didukung kuat oleh kaum Shiah Lebanon.

Hal berbeda dialami oleh Israel. Kelemahan Israel yang paling utama adalah lemahnya mental rakyatnya menghadapi penderitaan akibat perang berkepanjangan. Sebagaimana konflik-konflik  bersenjata Israel terakhir dengan musuh-musuhnya, tuntutan warga Israel untuk mengakhiri peperangan mampu memaksa para pemimpin Israel menghentikan petualangannya.

"Para pemimpin (Israel) sangat konsern dengan kesiapan mental warga Israel menghadapi kehancuran akibat perang besar melawan Hizbollah. Generasi mudah Israel tidak terbiasa dengan ancaman serangan langsung dibandingkan generasi-generasi terdahulu," tulis laporan HLMG.

Posisi Israel juga semakin sulit saat harus berperang melawan Hizbollah. Pemimpin Hassan Nasrallah telah mengancam bahwa pada setiap perang antara Israel melawan Hizbollah di masa mendatang, Hizbollah tidak akan sendirian. Mereka juga akan didukung oleh Suriah dan kelompok-kelompok bersenjata sekutu Hizbollah yang kini bertempur bersama Suriah melawan ISIS dan pemberontak lainnya. Ini belum termasuk Iran dan Irak. Dan jika Palestina juga melibatkan diri, maka Israel harus melakukan pertempuran di tiga front sekaligus: Lebanon, Suriah dan Palestina.

Pada 28 Januari 2015 Hizbollah menyerang konvoi patroli militer Israel di perbatasan Lebanon. Dua tentara Israel tewas dan tujuh lainnya mengalami luka-luka. Serangan ini dilakukan sebagai balasan atas serangan Israel terhadap konvoi Hizbollah di Suriah tiga hari sebelumnya, sekaligus konfirmasi  bahwa Hizbollah siap melakukan peperangan melawan Israel kapan pun, bahkan ketika kelompok ini tengah bertempur di Suriah melawan ISIS dan pemberontak.(ca)

2 comments:

Kasamago said...

Yg membedakan pasukan Hizbullah dg Israel bukanlah senjata atau jumlah yg dimiliki, tetapi mental dan spirit juang membela tanah air dan kebenaran

Anonymous said...

Marilah israhell..jayalah iran.