Tuesday, 9 October 2012
The Bob-and-Weave Style of Ahmadinejad
Dina Y. Sulaeman*
David Ignatius, seorang kolumnis di Washington Post menyebut gaya bicara Ahmadinejad saat diwawancarai media AS sebagai gaya bob-and-weave. Saya coba mencari tahu apa itu, ternyata terkait dengan tinju. Seorang petinju yang bergaya bob-and-weave akan bergerak dari sisi ke sisi, dari belakang ke depan, untuk menghindari pukulan lawannya dan membuat lawannya kehilangan keseimbangan. Benar saja, dengan gayanya ini Ahmadinejad berhasil membuat host sekelas Piers Morgan tampak seperti badut karena ditertawakan oleh penonton; setidaknya, oleh saya yang memang berkali-kali tertawa saat menyaksikan rekaman wawancara Ahmadinejad di CNN tanggal 24 September lalu.
Sejak awal, Ahmadinejad sudah memperlihatkan ‘kelas’-nya. Begitu wawancara dimulai, Morgan langsung mengajukan pertanyaan intimidatif, “Banyak orang AS yang melihat Anda sebagai musuh publik no 1. Bagaimana perasaan Anda atas hal ini?”
Ahmadinejad sama sekali tidak terintimidasi, bahkan terlihat menahan senyum. Dia menjawab tenang dengan diawali basmalah dan doa, “Bismillahirrahmaanirrahim. Allahumma ajjil liwaliyyikal faraj… Selamat pagi. Saya menyampaikan salam kepada semua rakyat AS yang mengagumkan dan seluruh orang yang menyaksikan program Anda. Kalaupun Anda punya kebencian terhadap saya, jangan tularkan kepada orang lain di AS. Kami mencintai seluruh rakyat AS and rakyat Iran mendoakan kedamaian dan stabilitas bagi seluruh dunia.”
Selanjutnya, Morgan mengajukan pertanyaan yang tidak penting; tapi berhasil dijawab dengan kalimat yang bermakna dalam (penting) bagi manusia.
Morgan bertanya, “Anda datang untuk berpidato di PBB. Banyak yang menilai bahwa ini adalah pidato terpenting dalam hidup Anda. Apa pendapat Anda?”
Ahmadinejad menjawab, “Tidak, ini tidaklah pidato terpenting dalam hidup saya. Tapi saya berpendapat bahwa seluruh momen hidup manusia itu penting bagi si manusia itu, karena waktu yang berlalu tidak akan bisa kembali. Semua momen dalam hidup manusia itu penting…”
Morgan lalu berusaha menjebak dengan pertanyaan, “Saat ini sedang terjadi gelombang protes di Timteng atas video yang menghina Nabi Muhammad. Sebagai hasilnya, terjadi penyerangan terhadap kedubes-kedubes AS, termasuk pembunuhan terhadap Dubes AS di Libya. Apa Anda mengutuk penyerangan yang menjadi penyebab pembunuhan ini?”
Dengan cerdas Ahmadinejad membalikkan sudut pandang terhadap topik ini, “Pertama, kami mengutuk segala bentuk aksi provokatif yang menyinggung pemikiran dan perasaan relijius rakyat sebagaimana kami juga menutuk segala bentuk ekstrimisme. Tentu saja, apa yang sudah terjadi adalah buruk; menghina Nabi Suci adalah sangat buruk. Ini tidak ada hubungannya dengan kebebasan berbicara. Ini adalah bukti dari penyelewengan kebebasan dan di banyak tempat ini termasuk sebagai kriminalitas; hal ini tidak seharusnya terjadi… Tapi kami juga berpendapat bahwa masalah ini harus diselesaikan dalam atmosfer kemanusiaan dan tidak sampai melenyapkan nyawa manusia…”
Morgan masih terus mengejar, “Para demonstran di Timteng mengancam para staf kedutaan AS, Mereka mengancam membunuh [staff kedutaan itu]. Apa Anda pikir seharusnya mereka menghentikan [perilaku] hal ini?”
Ahmadinejad menjawab, “Saya tidak bisa mengatur apa yang harus dilakukan rakyat dari negara lain. Tapi saya percaya bahwa ekstrimisme akan melahirkan ekstrimisme lainnya. Mungkin jika politisi Barat mengambil posisi yang tepat dalam menangani kasus ini, saya pikir kondisi akan membaik. Tetapi sebagian besar bangsa-bangsa tidaklah menginginkan ketegangan dan konflik.”
Soal Syria, Morgan kembali berusaha menjebak, kurang lebih kalimatnya begini, “Anda ini katanya pendukung perdamaian, Anda juga mendukung hak untuk protes. Apakah Anda mengutuk Bashar Assad yang telah membantai ribuan rakyatnya? Apa Anda sudah sampaikan kepada Assad bahwa dia harus hentikan semua ini?”
Ahmadinejad tak terpancing. Dengan nada tetap tenang dia menjawab dengan cara membalikkan lagi sudut pandang bahwa sumber kisruh bukanlah Assad, tapi campur tangan asing. Bahwa yang terjadi adalah pertempuran antara dua pihak yang bersenjata lengkap, bukan antara rezim keji versus rakyat tak berdosa.
Ahmadinejad berkata, “Saya sebelumnya sudah mengungkapkan posisi saya secara jelas. Saya tidak bisa ikut campur dalam urusan internal Syria; tetapi saya bisa mengumumkan pendapat saya. Sebagian pihak telah bekerja keras menyuplai senjata kepada oposisi Syria. Pemerintah Syria juga memiliki perlengkapan untuk masuk ke dalam konflik ini. Dan sebagian pihak berusaha melakukan campur tangan secara militer dalam konflik ini; kami menolak hal ini. Kami percaya bahwa konflik ini harus diselesaikan melalui dialog tanpa campur tangan asing. Banyak pihak yang mendorong terjadinya konflik ini. Saya sebagai presiden sudah menyampaikan ke berbagai negara secara langsung, ‘Anda sudah mendorong terjadinya konflik ini.’ Pemerintahan Syria adalah pemerintahan yang independen dan pasti akan mempertahankan pemerintahan mereka. Ketika terjadi pertempuran, maka tidak ada ampun; jika satu pihak membunuh, pihak lain akan membalas, dan tidak akan berhenti.”
Morgan sempat terjebak oleh pertanyaan dan sikapnya sendiri ketika membahas Holocaust. Morgan berkata, “Apa Anda percaya bahwa Holocaust terjadi? Banyak orang Yahudi yang menilai Anda sebagai orang yang menganggap tragedi ini tidak pernah terjadi.”
Ahmadinejad malah menjawab dengan pertanyaan lagi, “Ada dua pertanyaan yang selama ini sudah saya ajukan terkait Holocaust tapi tidak ada yang memberikan jawaban kepada saya. Pertama, mengapa di Eropa ada larangan untuk melakukan penelitian terhadap Holocaust, bahkan peneliti Holocaust dipenjarakan?”
Morgan memotong kalimat Ahmadinejad. Ahmadinejad dan Morgan sempat beberapa detik bicara bersamaan, tapi Ahmadinejad kemudian memilih diam sampai Morgan selesai bicara. Morgan berkata, “Sudah sangat banyak penelitian terkait Holocaust. Ini adalah kejadian yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Ada 6 juta Yahudi yang tewas dalam kejadian itu. Apa Anda meragukan fakta ini?”
Ahmadinejad balik bertanya, “Apa Anda percaya pada kebebasan berpikir dan kebebasan ide?” Morgan menjawab, “Saya percaya pada data.”
Ahmadinejad mengejar, seolah kini dialah yang jadi host, “Apa Anda percaya pada kebebasan untuk meneliti?”
Morgan menjawab lagi dan mereka berdua saling bertabrakan bicara. Ahmadinejad berusaha terus mengejar Morgan dengan pertanyaan soal kebebasan untuk melakukan penelitian, sementara Morgan berkali-kali bertanya, “Apa Anda percaya ada 6 juta Yahudi tewas akibat Holocaust?”
Morgan terus-terang berkata bahwa ia ingin jawaban “yes or no” . Tentu saja, bukan Ahmadinejad namanya kalau ia terpancing dan menjawab sesuai keinginan Morgan. Terakhir, Ahmadinejad dengan senyum dikulum malah menasehati Morgan, bahwa etika menjadi host adalah menunggu sampai orang yang diwawancarai selesai menjawab, bukannya terus-menerus menyela demi mendapatkan jawaban yes or no. Morgan terlihat malu dan meminta maaf atas ‘impertinence’ [kekurangajaran] yang dilakukannya dan mempersilahkan Ahmadinejad menjawab sesuai keinginan. Sebelum menjawab panjang lebar, Ahmadinejad melanjutkan nasehatnya sambil terus tersenyum, “Tapi Anda tidak bisa memaksa saya menjawab dengan jawaban yang Anda anggap sebagai jawaban yang tepat”
Soal homoseksualitas, lagi-lagi Morgan kena batunya. Awalnya Morgan menyindir, “Anda bicara soal kebebasan. Tapi di Iran homoseksualitas dilarang, anak gadis dilarang main ski. Kebebasan macam apa ini?”
Ahmadinejad menjawab, “Anda mencampuradukkan beberapa hal sekaligus. Anak gadis dilarang main ski di Iran? Siapa yang bilang itu pada Anda? Saya malah mendengarnya dari Anda.” (Ahmadinejad tertawa di akhir kalimatnya)
Ketika dikejar soal homoseksualitas (Morgan menanyakan, ‘Anda percaya bahwa ada manusia yang terlahir sebagai homoseks?’), Ahmadinejad menjawab, “Masalah di dunia ini jauh lebih besar daripada masalah apakah seorang gadis boleh main ski atau tidak…[lalu bercerita tentang kemiskinan di AS, penjajahan, dll]
Morgan terus mengejar, Ahmadinejad tak jua terpancing, dan akhirnya host CNN itu bertanya, “Kalau anak Anda ternyata homoseks apa yang akan Anda lakukan?”
Tanpa terpancing emosi, Ahmadinejad bicara soal perlunya pendidikan yang tepat dan sistem politik yang harus direformasi [demi mengatasi masalah homoseksualitas]. Dan skak mat, “Tapi meskipun Anda atau sebuah kelompok menganggap sebuah perilaku buruk itu sebagai sesuatu yang baik, Anda tidak bisa memaksa negara-negara lain atau kelompok lain untuk memberikan pengakuan yang sama. “
Terakhir, Morgan bertanya, “Berapa kali dalam hidup Anda, Anda jatuh cinta?”
Ahmadinejad menjawab sambil tertawa, “Saya mencintai semua manusia. Tentu saja yang paling saya cintai adalah keluarga saya.”
Morgan yang sepanjang wawancara terlihat tegang, kali ini tertawa lebar dan menyebut jawaban Ahmadinejad sebagai ‘best answer’.
Tak heran bila David Ignatius juga menyebut Ahmadinejad sebagai sosok yang punya kepercayaan diri tanpa henti (unrelenting self-confidence) dan menurutnya, inilah penyebab Ahmadinejad selama ini mampu bertahan di tengah konstelasi politik dalam dan luar negerinya.
*Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate Global Future Institute
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment