Seperti dilaporkan Press TV, Minggu (3 Desember), pernyataan Hamas tersebut disampaikan pada hari Sabtu (2 Desember), sekaligus menunjukkan betapa upaya penyatuan pemerintahan dan wilayah Palestina antara kedua kelompok tersebut sangatlah sulit. Beberapa kali upaya rekonsiliasi keduanya sebelumnya juga mengalami kegagalan.
Pada bulan Oktober lalu, atas mediasi pemerintah Mesir di Kairo, kedua kelompok bersepakat untuk melakukan unifikasi demi mengakhiri dualisme pemerintahan Palestina. Sejak tahun 2006 pemerintahan Palestina terpecah setelah Hamas yang memenangkan pemilu pertama Palestina, menguasai Jalur Gaza. Sementara Otoritas Palestina yang menguasai Tepi Barat, menolak menyerahkan kekuasaan.
Dalam kesepakatan Kairo bulan Oktober lalu, disepakati Otoritas Palestina akan mengambil alih pemerintahan Jalur Gaza disertai penghentian sanksi dan blokade ekonomi terhadap Jalur Gaza. Namun, Otoritas Palestina gagal mewujudkan kesepakatan tersebut yang dipatok pada tanggal 1 Desember 2017 lalu.
"Kami meminta pemerintahan yang dipimpin Rami Hamdallah (Otoritas Palestina) mewujudkan tanggungjawabnya dengan mencabut saksi yang dikenakan terhadap rakyat di Gaza,” demikian pernyataan Hamas.
Hamas menuduh Otorits Palestina (OP) tidak melakukan upaya apapun untuk mencabut sanksi dan mengakhiri penderitaan rakyat Gaza. Namun OP membantah tuduhan itu dan menyebutnya sebagai sikap tidak bertanggungjawab oleh Hamas.
Sejumlah sumber mengungkapkan bahwa OP akan merealisasikan kesepakatan pada tanggal 10 Desember mendatang menyusul dilakukannya perundingan intensif antara utusan kedua kelompok pada hari Sabtu.
Bulan lalu, Indonesian Free Press (IFP) melaporkan bahwa Saudi Arabia telah mendikte Otoritas Palestina untuk menerima rencana Israel-Amerika-Saudi tentang status Palestina. Dalam rencana ini Palestina akan mencabut tuntutannya bagi hak kembali pengungsi Palestina dan Jerussalem sebagai ibukota Palestina.(ca)
No comments:
Post a Comment