Indonesian Free Press -- Perdana Menteri 'de jure' Palestina sekaligus pemimpin kelompok Hamas Ismail Haniyeh menyerukan warga Palestina untuk melancarkan gerakan intifada dan 'hari kemarahan' untuk mempertahankan Jerussalem sebagai milik bangsa Palestina setelah Amerika menyatakan pengakuan terhadap Jerussalem sebagai ibukota Israel.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Kamis (7 Desmeber), Haniyeh menyebut keputusan Amerika itu sebagai bentuk pernyataan perang dan pelecehan terhadap bangsa Palestina. Gerakan intifada, seru Haniyeh, harus dimulai hari Jumat (8 Desember).
"Zionis yang didukung Amerika tidak bisa dihadapi kecuali kita melancarkan intifada baru," kata Haniyeh seperti dikutip Press TV.
"Mari kita jadikan tanggal 8 Desember sebagai hari pertama intifada melawan penjajah,” katanya lagi seraya menambahkan bahwa gerakan Hamas yang berbasis di Gaza telah siap penuh untuk menghadapi bahaya stategis yang tengah mengancam Jerusalem [al-Quds] dan bangsa Palestina.
Menurutnya, Palestina tidak pernah mengakui Israel yang dianggap sebagai penyerobot tanah Palestina untuk memiliki sebuah 'ibukota'.
“Jerusalem [al-Quds] yang satu adalah milik Arab dan Muslim, dan merupakan ibukota negara Palestina untuk bangsa Palestina,” tambah Haniyeh.
Haniyeh kemudian menyerukan kepada pemimpin Otoritas Palestina Mahmoud Abbas untuk menarik diri dari proses perdamaian dengan Israel. Ia juga mendesak negara-negara Arab untuk memboikot pemerintah Amerika.
“Saya harus mengatakan bahwa apa yang disebut dengan 'perundingan perdamaian' telah terkubur selamanya dan tidak ada lagi yang disebut partner bagi Palestina dalam proses perdamaian.”
Para pejabat kelompok Islamic Jihad Palestina menyebut kini tiba saatnya bagi seluruh warga Palestina untuk menyisihkan perbedaan dan bersatu melawan penjajah Israel. Dalam pernyataan pers yang digelar kelompok itu, JIhad Islam mendesak negara-negara Arab untuk melakukan langkah untuk menentang langkah Amerika.
Paska pengumuman pengakuan Jerussalem oleh Amerika itu di Palestina, baik di Jalur Gaza maupun Tepi Barat, marak terjadi aksi-aksi demonstrasi mengutuk Amerika dan Israel. Kementrian pendidikan Palestina pada hari Kamis juga meliburkan sekolah-sekolah dan mendesak para murid dan guru berpartisipasi melakukan aksi demonstrasi.
Bentrokan juga terjadi antara warga Palestina dan polisi Israel di sejumlah tempat di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Di Gaza polisi Israel menembak mati dua warga Palestina. Polisi Israel juga terlibat bentrokan dengan warga Palestina di kompleks Masjid al-Quds.
Aksi Protes Terjadi di Seluruh Dunia
Menyusul langkah kontroversial Amerika terjadi aksi-aksi protes di berbagai penjuru dunia selain kecaman dari para pemimpin dunia, termasuk dari sekutu Amerika yaitu Perdana Menteri Inggris Theresa May. Bahkan di Amerika sendiri terjadi aksi-aksi demonstrasi menolak keputusan pemerintah Amerika.
Pada hari Kamis Dewan Keamanan PBB mengumumkan diselenggarakannya sidang darurat untuk membahas masalah Jerussalem atas permintaan delapan anggotanya.
Pada hari Jumat aksi-aksi demonstrasi berlangsung meluas, termasuk di Malaysia dan INdonesia. Di Malaysia Perdana Menteri Najib Razak menyerukan seluruh warga Muslim Malaysia untuk menolak langkah Amerika. Sementara Presiden Jokowi menyatakan kemarahan dan kejengkelan atas langkah Amerika ini. Ribuan demonstran menyerbu kedubes Amerika di Kualalumpur dan Jakarta.
Bahkan di Yaman yang tengah dilanda perang, ribuan orang melakukan demonstrasi di ibukota Sanaa maupun di kota Sa'ada yang dihuni mayoritas oleh orang-orang Shiah Zaidiah.
Aksi-aksi serupa dilaporkan terjadi di Turki, Tunisia, Pakistan, Mesir hingga di kota-kota besar Amerika seperti Chicago dan New York.(ca)
No comments:
Post a Comment