Saturday 10 August 2013

RUSIA TOLAK RAYUAN SAUDI UNTUK TINGGALKAN SYRIA

Rusia menolak rayuan Saudi untuk meninggalkan sekutunya, Syria, meski Saudi mengiming-imingi imbalan besar. Imbalan tersebut berupa paket pembelian senjata miliaran dolar serta jaminan kepentingan bisnia gas Rusia di Timur Tengah. Demikian laporan media Rusia, Russia Today, Jumat (9/8), mengutip keterangan beberapa diplomat Rusia dan Arab.

Proposal pembelian senjata senilai $15 miliar serta jaminan kepentingan bisnis tersebut disampaikan oleh kepala inteligen Saudi Bandar bin Sultan saat menemui Presiden Rusia Vladimir Putin tgl 31 Juli lalu. Baik pejabat Rusia maupun Saudi bungkam mengenai informasi tersebut, namun kantor berita Perancis AFP hari Kamis (8/8) melaporkan secara mendetil pertemuan tersebut.

Menurut laporan tersebut Pangeran Bandar meminta Putin untuk menyetujui Arab Saudi untuk menentukan masa depan kepemimpinan Syria setelah Bashar al Assad. Dan sebagai imbalannya Saudi berjanji untuk tidak melakukan kontrak bisnis yang merugikan kepentingan Rusia dengan cara mengalirkan migas negara-negara Teluk ke Eropa melalui Syria. Adapun syarat yang diajukan Bandar adalah agar Rusia menghentikan
dukungannya terhadap regim Bashar al Assad, termasuk tidak memblok resolusi DK PBB yang akan diterapkan terhadap Syria.

“Presiden Putin mendengarkan dengan tenang perkataan lawan bicaranya dan menjelaskan bahwa sikap negara Rusia tidak berubah," tulis AFP mengutip pernyataan seorang diplomat Arab.

Bandar bin Sultan selanjutnya mengatakan kepada para pejabat Rusia bahwa solusi yang tersisa atas konflik Syria adalah penyelesaian militer seraya menambahkan bahwa pemberontak tidak akan hadir dalam pertemuan Genewa II, sehingga rencana tersebut dipastikan akan batal.

Sejauh ini rencana perundingan Genewa II memang diragukan akan berlangsung seperti diharapkan karena ketidak kompakan pemberontak dan posisi mereka yang tengah berada di bawah angin yang membuat perundingan dianggap tidak akan menguntungkan mereka dan negara-negara sponsornya.

Saudi Arabia yang secara tradisi mengandalkan persenjataannya dari Amerika, sejak tahun 2008 memiliki sejumah besar kontrak pembelian senjata dari Rusia yang dibekukan, di antaranya pembelian 150 tank T-90 dan 150 helikopter serbu. Dengan gagalnya pertemuan Bandar-Putin tersebut, dipastikan kontrak tersebut tidak berubah statusnya.

Beberapa pengamat politik Rusia menganggap upaya Pangeran Bandar tersebut hanya kepanjangan tangan Amerika belaka, sebagaimana telah dilakukan beberapa kali sebelumnya sejak konflik Syria pecah lebih dari 2 tahun lalu.

"Situasinya tidak berbeda dengan dahulu. Pemimpin mujahidin Afghanistan Gulbuddin Hekmatyar didukung oleh USA dan Saudi Arabia bersama-sama. Namun peran Saudi memungkinkan Amerika mengkampanyekan perang Afganistan sebagai "perang pembebasan", bukan perang antar 2 negara superpower,” kata analis politik Igor Khokhlov kepada Russia Today.

Pengamat lainnya menganggap upaya Pangeran Bandar sebagai langkah "tipuan" untuk mengesankan adanya ketidakstabilan sikap Rusia atas Syria.

Hubungan Rusia-Saudi sendiri kini berada dalam kondisi "dingin" setelah kedua pihak saling menuduh dalam konflik Syria. Terakhir Rusia menuduh Saudi telah membiayai dan mempersenjatai para teroris di Syria.


REF:
"Moscow ‘rejects’ Saudi ‘offer’ to drop Assad for rich arms deal"; Russia Today; 8 AgustUS 2013

1 comment:

abu bakar said...

takfiri menunjukkan giginya
mereka sungguh berpengalaman

"Pangeran juga mengingatkan berbagai keuntungan rencana Saudi di Suriah dan mengatakan bahwa kelompok-kelompok ekstremis, termasuk Salafi, telah terlibat dalam perang di Suriah dan pembunuhan di sana. Sementara gerakan Hizbullah Libanon juga telah mendorong konfrontasi langsung dengan radikal Muslim Sunni," tambahnya.

Ditanya oleh Sawers apakah Riyadh prihatin atas serangan terhadap kelompok ekstremis yang dipersenjatai dan dikirim ke Suriah, Pangeran Bandar mengatakan semua upaya negaranya ditujukan untuk mengamankan Riyadh dan sekutunya. Pangeran meyakinkan Sawres untuk memanfaatkan kekuatan aliran-aliran tersebut, mengingat pengalaman panjang Pangeran (30 thn lebih) dalam mengendalikan dan mengarahkan kelompok-kelompok Jihadis."

Pekan lalu, seorang analis politik menyatakan bahwa Pangeran Bandar dalang di balik kerusuhan yang terjadi di sebagian besar negara Timur Tengah.
,,,ya 30 tahun

http://www.islamtimes.org/vdcizwarrt1a3y2.k8ct.html