Ada yang aneh menyusul kunjungan Maya Sutoro ke Yogya beberapa waktu lalu. Adik satu ibu beda bapak dari Presiden Barrack Obama ini memang sudah diberitakan secara luas oleh berbagai media baik cetak, elektronik maupun portal berita.
Namun pada 25 Juni lalu, situs detiknews satu-satunya media yang mengangkat berita yang bersumber dari Gubernur Papua Lukas Enembe sehubungan pertemuannya dengan Maya Sutoro. Dan dalam berita itu diwartakan bahwa Lukas dijanjikan akan diatur pertemuan khusus dengan Presiden Obama.
Selang beberapa waktu kemudian, meski di hari yang sama, detiknews sekali lagi meng-update berita tersebut yang persis sama dengan berita sebelumnya, namun kali ini ada tambahan berupa berita bantahan dari pihak Maya Sutoro bahwa dirinya tidak benar jika bersedia mengatur dan memfasilitasi pertemuan Gubernur Lukas dengan Presiden Obama.
Mencermati dua rangkaian berita tersebut ada tiga hal menarik.
Pertama, situas detiknews adalah satu-satunya yang berhasil mengakses informasi langsung dari Gubernur Papua bahwa secara faktua ada pertemuan khusus meski bersifat informal, antara Maya dan Gubernur Lukas.
Kedua, meski berita ini ekslusif berasal dari detiknews, tapi anehnya tak ada media media lain yang mewartakan berita yang menurut saya amat sangat penting ini. Mengingat adanya indikasi dalam beberapa tahun belakangan ini, isu internasionalisasi Papua mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat. Baik dari Gedung Putih maupun Kongress. Sehingga pertemuan informal Maya Sutoro dan Gubernur Papua punya magnitude yang cukup besar.
Ketiga, berita detiknews yang semula hanya mengangkat berita pernyataan Gubernur Papua bahwa telah terjadi pertemuan dirinya dengan Maya, lalu kemudian muncul revisi berita dari detiknews yang memuat bantahan Maya, mengindikasikan adanya ketergangguan dan rasa tidak nyaman dari pihak Maya yang kebetulan adalah adik satu ibu beda bapak dari Obama.
Hal ini mengisyaratkan adanya "Operasi Khusus" yang dimainkan oleh Maya Sutoro dalam kunjungannya ke Yogya yang terkesan sekadar kunjungan wisata dan nostalgia belaka.
Dalam momen yang semakin memanas menjelang Pemilihan Presiden 2014, sekelumit kisah yang sadar atau tidak, telah diungkap oleh Gubernur Papua Lukas Enembe ihwal adanya pertemuan Maya Sutoro dengan Gubernur Papua, berikut 16 bupati dan beberapa anggota DPRD Papua, secara persuasif telah mengindikasikan peran keagenan yang dimainkan oleh Maya Sutoro.
Menelisik masa lalu Maya, mau tak mau kita harus membuka kembali arsip lama pertemuan Ann Dunham.
Lolo Sutoro, setelah menamatkan sarjana muda Fakultas Geografi di Universtas Gajah Mada, dengan biaya ikatan dinas, kemudian melanjutkan studi tingkat master di Universitas Hawaii, di Manoa, pada 1964. Setahun kemudian, pada 1965, Sutoro menikah dengan Ann Dunham, yang saat itu sudah punya anak laki-laki, Barrack Obama.
Setelah pulang ke Indonesia, bersama Ann Dunham dan Obama yang kala itu masih berusia 6 tahun, Lolo bekerja di dinas Topografi Angkatan Darat. Inilah satu fakta menarik yang pertama, mengingat kala itu angkatan darat sangat dekat dengan Amerika dan sama sama menganggap Bung Karno adalah musuh yang harus disingkirkan dari tampuk kekuasaan.
Tapi ini baru sebagian dari cerita. Jejaring dan relasi Lolo Sutoro dengan para pemain kunci di Washington semakin terang-benderang ketika dia kemudian bekerja sebagai konsultan hubungan pemerintah pada Mobil Oil, dan bahkan sumber lain ada yang mengatakan dia bekerja untuk sebuah perusahaan minyak raksasa AS Unocal.
Bagaimana tali-temalinya dengan Maya? Pada 1970, 5 tahun setelah bermukim di Indonesia, lahirlah anak perempuan Sutoro dan Ann Dunham, yaitu Maya Sutoro. Meski pada 1980, Sutoro dan Dunham bercerai, namun satu fakta yang tak terbantahkan bahwa Obama dan Maya ada ikatan darah.
Kenyataan ini, dari sudut pandang para perancang skema dan strategi global AS, posisi dan latarbelakang Maya yang unik ini, jelaslah merupakan aset strategis yang amat berharga untuk dijadikan agen intelijen untuk menjalankan serangkaian operasi khusus di Indonesia menuju Pemilu 2014.
Menarik menyimak frase kata dari Maya ketika membantah adanya janji yang diberikan kepada Gubernur Lukas. " Ini hanya sebuah kesalahpahaman. Saya bukan seorang pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan ini. Saya tidak bisa melakukan tindakan untuk menghubungkan pertemuan ini,” ujar Maya Soetoro melalui juru bicaranya, Micah Fisher, Selasa (25/6/2013).
Lebih aneh lagi ketika Maya menambahkan, “Tidak pernah ada informasi bahwa saya menyanggupi, karena memang tidak mempunyai kewenangan. Kakak saya sangat tegas mengatakan cara kerja yang sah itu sangat penting,” lanjutnya. Demikian kutipan langsung dari situs detiknews.
Benarkah hanya sebuah kesalahpahaman mengingat pertemuan informal sekalipun, ketika melibatkan sosok sekaliber Gubernur Papua dan seseorang yang begitu dekat dengan lingkar dalam kekuasaan Gedung Putih, memungkinkan terjadinya tafsir ganda untuk sebuah pertemuan yang amat sangat sensitif? Apalagi ketika isu internasionalisasi Papua dan indikasi campur-tangan AS sedang sangat sensitif bagi berbagai elemen bangsa saat ini.
Kedua, pernyataan Maya yang merasa perlu menegaskan arahan Obama bahwa cara kerja yang sah itu sangat penting, lagi-lagi semakin mengindikasikan adanya kegusaran dan sikap defensif dari Maya menyusul informasi dari Gubernur Lukas Enembe.
Jadi, apa sesungguhnya yang kau cari di Yogya, Maya?
(Berita asli: aktual.co; 2 Juli 2013)
No comments:
Post a Comment