Sunday 21 July 2013

SILAKAN MAJU, KAMI YANG MENGENDALIKAN

Saat menulis postingan ini saya baru saja menyaksikan tayangan acara "Kampung Ramadhan" yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Global TV yang seperti kita ketahui bersama merupakan jaringan dari MNC Group milik Harry Tanoesudibyo. Global TV awalnya adalah milik ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan "konon" ditujukan untuk menjadi televisinya umat Islam Indonesia, namun nasibnya berakhir di tangan Harry Tanoe yang kita ketahui bersama sebagai seorang non-Islam, hampir sama halnya koran Republika yang jatuh ke tangan Eric Thohir yang tidak kita ketahui ke-Islamannya.

Dalam tayangan tersebut secara aneh saya melihat satu "menorah" berdiri di atas panggung yang megah. "Menorah" merupakan simbol paling kuat bagi kaum yahudi se-dunia, bahkan lebih "suci" dibanding simbol "bintang Daud". Berupa alat penerangan berbentuk lima atau enam sula (ujung) yang pada ujung-ujungnya dipasang lilin atau obor, simbol ini mulai digunakan setelah peristiwa pemberontakan Maccabea yang setiap tahunnya diperingati sebagai hari raya "Hanukah" yang jatuh setiap bulan Desember.

Saya tidak mengerti maksud produser acara tersebut menampilkan "menorah" di atas panggung acara bernuansa Islam. Namun karena Global TV adalah milik Harry Tanoe, pikiran saya langsung mengarah pada "kekuatan uang" yahudi internasional. Seperti kita ketahui kemunculan Harry Tanoe dalam panggung kekuasaan negeri ini sangat fenomenal. Dari seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya, tiba-tiba saja ia mencul sebagai penguasa salah satu group media terbesar di Asia Tenggara. Kini ia bahkan telah mengembangkan pengaruhnya dengan menjadi petinggi Partai Hanura dan telah ditetapkan sebagai kandidat wakil presiden Indonesia mendatang. Hal itu telah cukup bagi kita untuk mencurigai adanya pengaruh yahudi
internasional di balik sosok Harry Tanoe.

Namun bukan hanya Harry Tanoe yang kemunculannya menjadi fenomena di Indonesia akhir-akhir ini. Kita juga melihat fenomena Jokowi, yang hampir pasti berada di bawah bayang-bayang "kekuatan uang" yahudi internasional, terutama dengan simbol "el-diablo" atau "tanduk setan" yang diacung-acungkannya saat kampanye pemilihan gubernur DKI.

Selain di panggung politik, dunia hiburan juga diwarnai oleh fenomena yang sama. Ketika dua tahun lalu melihat Agnes Monica menjadi bintang iklan minuman energi "Mizone" dengan make up gaya "all seing eye" saya langsung menebak, kariernya bakal meroket, dan ternyata benar dugaan saya. Selain Agnes kita juga menyaksikan "Coboy Junior" yang kariernya juga meroket setelah para personilnya sering menampilkan simbol "tanduk setan". Tidak hanya itu, almarhum seorang ustad kondang yang baru meninggal ternyata juga pernah berpose mengacungkan simbol tanduk setan dan berpakaian gamis bersimbol bintang Daud (semoga Allah mengampuni kekhilafannya). Tidak hanya itu, putranya juga pernah berpose dengan simbol tanduk setan, dan kini, hanya beberapa hari setelah kematian ayahnya ia telah menjelma sebagai selebritis baru.

Tidak bermaksud sinis, tapi saya kurang suka dengan keterlibatan putra sang ustad dalam sinetron tak bermutu "Monyet Cantik", yang telah mengkait-kaitkan hal-hal tak rasional dengan Islam. Atau jandanya yang menjalani masa idah (berkabung) tapi terus-menerus muncul acting-nya di televisi, atau teman-teman dan keluarganya yang memanfaatkan kematiannya untuk mendapatkan proyek.

Pemimpin gerakan zionis-komunis internasional, Lenin, terkenal dengan perkataannya: cara paling efektif untuk menguasai adalah dengan menjadi pemimpin. Maka ketika rakyat Amerika telah bosan dengan status quo dan merindukan sistem kenegaraan alternatif, "kekuatan uang" yahudi internasional melancarkan gerakan tea party yang langsung menarik perhatian jutaan rakyat Amerika yang menyangka telah menemukan gerakan baru sesuai aspirasi mereka. Salah satu tokoh gerakan ini ternyata adalah Walikota New York berdarah yahudi, Bloomberg, yang kita ketahui juga menjadi penyandang dana LSM Indonesian Corruption Watch (ICW). Kita ketahui ternyata ICW juga menggunakan simbol "all seing eye"  dalam logonya. Demikian pula ketika kesadaran beragama umat Islam Indonesia muncul, mereka pun menampilkan ustad-ustad "karbitan" untuk menjadi pemimpin dan panutan.

Tentu saja tidak ada masalah bagi mereka untuk melakukan itu semua. Dengan kekuatan uang yang tidak terbatas mereka sudah menguasai birokrat, politisi, media massa dan industri hiburan Indonesia.

Namun tidak semua "boneka" itu menyadari "permainan" ini. Para personil "Coboy Junior" atau putra almarhum ustad kondang mungkin tidak mengetahui arti simbol "tanduk setan" yang mereka acung-acungkan. Namun bagi para "dalang" yang mengendalikan mereka hal itu sudah cukup untuk memberikan informasi kepada publik bahwa untuk menjadi "tenar" dan "beruntung" harus bergabung dalam "persaudaraan" yang mereka pimpin.

Sepanjang sejarahnya kaum yahudi selalu terombang-ambing dalam 2 kutub yang berseberangan: kutub agama samawi yang diwariskan Ibrahim, Musa, Daud dan Sulaiman di satu sisi dan kutub materialisme-penyembahan berhala di sisi lainnya. Kisah nabi Musa menjadi contoh nyata hal ini. Hanya beberapa hari setelah menyaksikan keajaiban Tuhan yang telah membelah Laut Merah untuk menyelamatkan mereka dari kejaran Fir'aun Mesir, orang-orang yahudi telah mengabaikan Tuhan dengan membuat patung sapi dari emas dan menyembahnya. Contoh lebih nyata lagi adalah peristiwa Pemberontakan Maccabean yang terjadi antara abad pertama dan kedua sebelum masehi.

Usai berhasil membebaskan diri dari penjajahan Yunani, orang-orang yahudi terpecah menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok agama dan kelompok sekuler. Kelompok yang pertama yang menolak kepemimpinan Maccabe karena melanggar kesucian hari Sabath, akhirnya mengasingkan diri dengan membentuk komunitas sendiri bernama Nazarene (Nasrani) yang darinya lahir beberapa nabi seperti Zacharia, Yahya (Johannes) dan Isa (Yesus). Adapun dari kelompok kedua kemudian berkembang menjadi beberapa pemikiran seperti atheisme, komunisme hingga satanisme (penyembah setan).

Usai penyerbuan Romawi dan penghancuran Kuil Solomon di Jerussalem tahun 70 masehi, orang-orang yahudi berpencar ke seluruh dunia, sementara hampir semua orang-orang Nazarene memilih menjadi martir. Sebagian yang tinggal di tanah Palestina kemudian berpindah keyakinan ke Islam setelah kedatangan agama ini sekitar abad 8 masehi. Sebagian orang yahudi penyembah berhala berasimilasi dengan orang-orang Khazar di utara Laut Kaspia dan melahirkan satu entitas yahudi baru yang disebut yahudi sephardin. Kelompok terakhir inilah yang kemudian menjadi penguasa sektor finansial global dengan memanfaatkan "kebodohan" ummat-ummat agama lain yang percaya dengan larangan riba dan bunga uang.


4 comments:

ferry dinar said...

Ass.wr.wb!
Bung Cahyono Adi...saya adlah pembaca setia yg sdh sejak lama mengikuti semua tulisan anda di blog ini dan saya mengucapkan banyak terima kasih krn tlh banyak mendapat tambahan informasi dan pengetahuan yang benar dan selalu up to date. Selain itu saya juga selalu sependapat dengan kajian/analisa dari setiap artikel yg anda sajikan.
Namun kali ini saya terkejut dgn kalimat diakhir artikel ini yg anda nyatakan sbb:

Yahudi sephardin menjadi penguasa sektor finansial global dgn memanfaatkan "KEBODOHAN" UMAT-UMAT AGAMA LAIN YANG PERCAYA DGN LARANGAN RIBA DAN BUNGA UANG.

Pertanyaan saya, dgn pernyataan spt tsb diatas, apakah anda ingin mengatakan bahwa anda tidak percaya/tidak yakin LARANGAN RIBA dan BUNGA UANG merupakan kebenaran yg ditunjukkan Allah SWT???
Sy berharap, suatu waktu nanti kita bisa sharing dan ber-bincang2 perihal larangan riba secara mendalam, krn mnrt pemahaman saya bisa terjadinya penguasaan finansial global oleh segelintir manusia tsb justru krn umat melanggar larangan riba itu...dan itu semua bisa dijelaskan secara rasional...
Wass
Ferry Dinar - Medan

Patriana said...

Munkin maksud Bung Adi adalah kaum yahudi sephardin mengangap larangan-larangan agama adalah sebuah kebodohan tentu karena mereka sendiri adalah penyembah berhala/setan. sehingga mereka menggunakan kontrari dari larangan riba untuk mendulang finansial mereka.

cahyono adi said...

To ferry
Mohon ma'af, sy tidak menganggap keyakinan terhadap larangan riba sebagai kebodohan. Karena itulah saya beri tanda "...". Persis seperti komentar Patriana, anggapan bodoh itu hanya dimiliki oleh orang-orang yahudi serta orang-orang non-yahudi yg telah tercuci otaknya oleh pemahaman mereka.

Btw trims atas komentarnya.

ferry dinar said...

Kalau bgt penjelasan Mas Cahyono Adi, ada baiknya utk menghindari salah paham pembaca thdp mas, saya usul kalimat terakhir dari artikel ini diperbaiki, krn kesannya kalimat tsb merupakan kesimpulan/pernyataan Mas sendiri...
Wass
Ferry Dinar - Medan