Apa yang akan dilakukan pemerintahan sementara Mesir untuk menghentikan krisis politik kekuasaan yang kini melanda. Jawabannya hanya satu: menghentikan aksi-aksi demonstrasi Ikhwanul Muslimin yang selama ini menjadi "pengganggu" jalannya pemerintahan.
Namun justru inilah masalahnya. Untuk menghentikan aksi-aksi protes Ikhwanul Muslimin diperlukan langkah ekstrem. Didahului dengan menumpas aksi protes ribuan pendukung Ikhwanul Muslimin dan diikuti dengan penangkapan besar-besaran para pemimpin Ikhwanul Muslimin. Dengan kata lain, pemerintahan sementara harus bertindak seperti regim diktator.
Dapat dipastikan tindakan diktatorial bisa menghentikan perlawanan Ikhwanul Muslimin. Namun tidak ada jaminan dampaknya tidak akan memukul balik pemerintahan sementara Mesir, saat kondisi politik sudah stabil dan Ikhwanul Muslimin muncul kembali sebagai kekuatan politik. Kecuali bila tindakan diktatorial itu mendapat dukungan rakyat yang bisa menjadi jaminan keamanan bagi para personil pemerintahan sementara. Dan hal inilah yang telah coba dilakukan oleh komandan militer yang juga menjadi wakil perdana menteri sekaligus menteri pertahanan Mesir, Jendral al Sisi.
Pada hari Rabu lalu (24/7) Jendral al Sisi menyerukan kepada rakyat Mesir untuk memberikan dukungan kepada militer untuk melakukan tindakan keras terhadap Ikhwanul Muslimin. Dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk pawai besar-besaran yang akan dilaksanakan hari Jumat ini (26/7).
Tentu saja al Sisi tidak secara spesifik menyebut "Ikhwanul Muslimin", melainkan “kekerasan dan terorisme". Namun tidak ada yang bisa membantah, yang dimaksudkan adalah Ikhwanul Muslimin serta gerakan terorisme yang saat ini marak terjadi di Sinai.
"Hari Jumat nanti (26/7), seluruh rakyat Mesir yang terhormat harus turun ke jalan untuk memberi kami mandat dan perintah untuk menghentikan terorisme dan kekerasan," kata Jendral Abdel Fattah al-Sisi dalam pidato yang diucapkan pada acara wisuda taruna militer di Alexandria.
Seruan tersebut kontan mendapat tantangan dari Ikhwanul Muslimin. Pada hari yang sama dengan seruan tersebut, anggota senior Ikhwanul Muslimin, Essam El-Erian, menyebut al-Sisi “pemimpin kudeta yang membunuhi orang-orang perempuan, anak-anak dan orang-orang yang tengah berdoa". Ia menyebut seruan tersebut sebagai ancaman bagi Ikhwanul Muslimin. Namun ia tetap optimis, aksi-aksi Ikhwanul Muslimin tidak akan bisa dihentikan meski oleh tindakan militer.
“Ancaman Anda tidak akan menghentikan jutaan rakyat untuk berkumpul," katanya.
Namun seruan tersebut mendapat dukungan Gerakan Tamarod, kelompok "civil society" yang berhasil mengorganisir aksi-aksi anti Mohammad Moersi yang berujung pada kudeta atasnya tgl 3 Juli lalu.
“Kami menyerukan kepada rakyat untuk turun ke jalan pada hari Jumat untuk mendukung militer," kata pemimpin Tamarod Mahmoud Badr dalam pernyataan yang dikeluarkan Rabu (24/7).
Kini seluruh Mesir dilanda kecemasan menunggu tibanya hari seruan, Jumat (26/7). Jika dukungan terhadap militer dianggap cukup, aksi kekerasan dipastikan akan meningkat tajam. Salah satunya, dan rumor ini telah beredar luas di tengah masyarakat Mesir, adalah menjadikan Giza dan Nasr City, lokasi utama para pendukung Ikhwanul Muslimin berkumpul, sebagai Lapangan Tiananmen, merujuk pada aksi penumpasan demonstrasi sipil Cina yang menewaskan ratusan orang tahun 1988.
Sampai saat ini tercatat telah lebih dari 100 orang tewas dalam berbagai aksi kekerasan paska penggulingan Mohammad Moersi. Sebagian besar yang tewas adalah pendukung Moersi dari Ikhwanul Muslimin. Antara hari Senin hingga Rabu kemarin tercatat setidaknya 14 orang meninggal.
REF:
"Egypt Tamarod movement supports army call for nationwide protests"; Press TV; 24 Juli 2013
"Was it four killed? Or nine? In Egypt, the deaths keep racking up – and few pay any attention"; Robert Fisk; The Independent; 23 Juli 2013
No comments:
Post a Comment