Indonesian Free Press -- Apa yang ada di pikiran Anda jika satuan Densus 88 yang tugasnya memerangi gerombolan teroris tiba-tiba memesan 2.700 kendaraan lapis baja, 7.000 senapan serbu, dan 1,6 miliar butir peluru? Anda tentu akan keheranan, karena Densus 88 tidak dibentuk untuk berperang melawan negara luar dan hanya memerangi segerombolan teroris. Tidak ada lain kecuali jika peralatan-peralatan tempur itu sebenarnya ditujukan untuk digunakan terhadap rakyat sendiri.
Itu pula yang kini terjadi di Amerika. Department of Homeland Security (DHS) lembaga semi militer yang dibentuk untuk memerangi terorisme paska peristiwa Serangan WTC 2001, baru saja membeli 2.700 kendaraan pengangkut personil lapis baja, 7.000 senapan serbu dan 1,6 miliar butir peluru kaliber 0.223 dan 0.40. Hal ini dilakukan setelah Eropa dilanda berbagai kerusuhan sosial akibat krisis keuangan. Kerusuhan di Islandia bahkan telah memaksa terjadinya pergantian orde pemerintahan dengan konstitusi baru dan dengan beberapa bankir besar yang masuk penjara. Amerika dengan potensi krisis ekonomi yang jauh lebih hebat (hutang pemerintah mencapai $16 triliun dan defisit APBN mencapai $1 triliun, dan defisit perdagangan yang mencapai $700 miliar, tingkat pengangguran dan kemiskinan yang terus meningkat) tentu sangat berpotensi untuk mengalami kerusuhan-kerusuhan sosial yang bisa mengancam orde pemerintahan. Di sinilah perlunya DHS yang memiliki kemampuan tempur besar mengingat bahwa konstitusi Amerika melarang penggunaan militer terhadap rakyat sipil.
Kecurigaan tersebut bertambah-tambah banyak setelah diketahui baru-baru ini DHS menerima pengiriman peralatan sasaran latihan tembak yang gambarnya berupa orang-orang yang selama ini dianggap harus dilindungi terlebih dahulu. Sasaran tembak tersebut melatih personil DHS untuk tidak ragu-ragu menembak sasaran, walaupun mereka adalah orang tua, wanita dan anak-anak termasuk wanita hamil. Sebagian besar personil mereka juga mengundang pertanyaan, karena berasal dari mantan imigran gelap berdarah hispanik. DHS sendiri seolah telah diplot untuk menjadi alat kepentingan "imperium global", merujuk pada penguasa global di balik layar yang berasal dari kalangan yahudi. DHS selalu dipimpin oleh seorang zionis "tulen".
Dalam 2 periode terakhir predikat yang disandang para pemimpin DHS bahkan bertambah satu lagi, selain zionis juga lesbian. 2 pemimpin DHS dimaksud adalah Elena Kagan dan Janet Napolitano. Mereka semua tidak akan ragu menembak mati warga Amerika yang didirikan oleh warga kulit putih.
Pakar internasional asal Amerika, Dr. Kevin Barrett, dalam artikel terakhirnya di Press TV berjudul "Saudi war on Islam, Zionist war on humanity" menyebutkan bahwa 2 kekuatan yang masih menjadi penghalang "imperium global" mewujudkan ambisinya menguasai dunia secara mutlak adalah umat Islam dan kelas menengah Amerika. Jika umat Islam ditakuti karena keteguhannya membela nilai-nilai moral dan agama di samping kesadarannya terhadap kejahatan yahudi sesuai ajaran agama yang diterimanya, maka kelas menengah Amerika ditakuti karena memiliki pengetahuan cukup, memiliki kekuatan ekonomi dan memegang senjata api.
Tidaklah mengherankan jika Amerika terus-menerus mengalami peristiwa penembakan massal yang menewaskan orang-orang tak bersalah terutama anak-anak. Itu adalah operasi inteligen yang dilakukan "imperium global" dengan menggunakan aparat keamanan dan inteligen pengkhianat Amerika, untuk melegitimasi pelarangan kepemilikan senjata api. Yang tidak kita pahami adalah bahwa Amerika adalah negara yang secara tradisional memberi kebebasan warganya untuk memegang senjata api. Nilai-nilai tradisi ini bahkan dilindungi kuat oleh konstitusinya. Kepemilikan senjata api oleh penduduk sipil pula-lah yang telah banyak berperan memerdekaan Amerika tahun 1774, karena tanpa senjata api yang dimiliki penduduk Amerika, mereka tidak mungkin bisa mengalahkan penjajah Inggris.
Tragedi Waco tahun 1995 adalah bentuk awal pemberontakan rakyat sipil bersenjata Amerika terhadap pemerintahnya yang korup dan hanya menjadi alat kepentingan asing. Semakin banyak warga Amerika yang sadar dengan kondisi sebenarnya, akan semakin banyak muncul pemberontakan-pemberontakan bersenjata seperti itu. Dan dalam kondisi puncaknya dimana jutaan warga sipil bersenjata mengorganisir pemberontakan, perang sipil pun tidak akan terelakkan. Saat itulah dimana senjata-senjata DHS serta drone-drone Amerika digunakan terhadap rakyat Amerika sendiri. (Baru-baru ini Presiden Obama mengeluarkan ijin penggunaan drone terhadap warga sipil Amerika, juga ijin membunuh terduga teroris tanpa melalui proses pengadilan yang memberi peluang aparat membunuhi rakyat sendiri tanpa alasan).
REF:
"Wake Up and Smell The Stinking Gelfiti Fish!" Philip Marlowe; incogman.net; 15 Maret 2013
No comments:
Post a Comment