"Negeri ini kok seperti ini. Bukan hukum yang berjalan, melainkan kekuasaan," kata Amy Qanita, ibunda artis (pekerja seni) Raffi Ahmad, mengomentari "penahanan" putranya karena alasan rehabilitasi ketergantungan obat.
Bagi kebanyakan orang apa yang dilakukan BNN terhadap Raffi adalah sesuatu yang wajar. Namun bagi mereka yang mengerti hukum hal itu dianggap agak janggal. Bagi saya sendiri selaku pengamat teori konspirasi internasional, yang dilakukan BNN adalah salah satu bentuk konspirasi untuk mempersiapkan Indonesia menjadi "negara polisi" yang bisa memperlakukan warganegaranya sesukanya.
Beberapa tahun lalu saya membaca berita tentang anak-anak Amerika yang dengan paksa dipisahkan dari orang tuanya untuk "dipelihara negara" dengan alasan menghindarkan si anak dari "pemikiran ekstrem" sang orang tua yang tidak sesuai kaidah sosial politik yang disebut "politically correct".
Sebagai orang yang masih mempunyai anak kecil, tentu saja saya sangat mengutuk tindakan pemerintah Amerika itu. Saya tidak bisa membayangkan sesuatu yang lebih menyakitkan daripada orang tua dan anak yang dipisahkan dengan paksa. Itu adalah "pelanggaran HAM" paling keji. Apalagi jika alasan yang digunakan sangat tidak "demokratis". Terlebih lagi jika hal itu terjadi di negara "lokomotif demokrasi" seperti Amerika.
Namun begitulah adanya. Karena Amerika telah jatuh ke dalam kekuasaan
jahat konspirasi iblis, segalanya bisa terjadi. Dan jika kemudian hal
itu terjadi juga di Indonesia, maka itu bisa ditafsirkan bahwa
konspirasi iblis juga tengah menancapkan kekuasaannya di negeri ini.
Saya sama sekali bukan penggemar Raffi Ahmad, dan bahkan cenderung tidak suka dengan tingkah-polahnya sebagai penghibur di panggung televisi apalagi kehidupan pribadinya. Tapi melihatnya dipisahkan dengan orang tuanya hanya karena kesalahan ringan, saya harus menyatakan simpati saya padanya dan pada orang tuanya.
Kita tentu tidak pernah membayangkan jika suatu saat nanti mengalami berbagai "mimpi buruk" sebagaimana telah terjadi di Amerika: polisi menggerayangi tubuh Anda di mal-mal dan di tempat-tempat publik karena alasan "keamanan" dan kemudian berkomentar jorok tentang Anda. Atau bisakah Anda membayangkan tiba-tiba putra Anda dituduh teroris dan ditembak begitu saja hingga meninggal tanpa bisa memberikan jawaban atas tuduhan tersebut? Sementara media massa seperti TV-One dengan jurnalis "terrorism specialist" yang mendapatkan "pelatihan khusus" entah di Amerika atau Israel, dengan gencar memberitakan bahwa anak Anda seorang teroris, dan teriakan-teriakan Anda sama sekali tidak terdengar.
Saya ingin berbagi informasi dengan Anda tentang Anton Schuessler, seorang ayah malang yang kehilangan 2 anaknya yang tewas secara tragis karena "pembunuhan ritual" orang-orang yahudi Chicago pada tahun 1955, John dan Anton Schuessler Jr. Setelah menyadari anak-anaknya tewas secara tidak wajar, ia melaporkan kepada polisi tentang motif pembunuhan tersebut. Namun yang terjadi ia justru dituduh sebagai pembunuh anak-anaknya dan ditahan. Selanjutnya ia dibawa ke pusat rehabilitasi mental karena dituduh mengalami gangguan kejiwaan. Namun belum sehari berada di pusat rehabilitasi, ia tewas dan polisi mengklaim akibat sakit jantung.
No comments:
Post a Comment