Berkali-kali blog ini melakukan prediksi atas berbagai masalah yang terjadi di dunia ini dan sejauh ini ramalan-ramalan tersebut terbukti benar. Ketika Israel menyerang Gaza tahun 2008/2009 blog ini meramalkan Israel bakal keok, dan ternyata terbukti benar. Juga ketika Israel menyerang Gaza kembali beberapa bulan lalu blog ini meramalkan Israel bakal keok lagi, ternyata juga benar. Blog ini juga meramalkan program mobil listrik meneg BUMN Dahlan Iskan hanya omong kosong belaka, dan terbukti benar setelah Dahlan menyatakan menghentikan program pencitraannya itu dengan berbagai alasan. Ketika NATO menyerbu regim Khadafi blog ini meramalkan Khadafi bakal takluk, dan lagi-lagi benar. Sebaliknya ketika NATO, zionis dan para ekstremis wahabi-salafi ramai-ramai menyerbu Syria, blog ini dengan kukuh mengatakan bahwa regim Syria akan bertahan, dan sejauh ini terbukti benar. Terakhir saya pernah meramalkan bahwa Gubernur DKI Jokowi tidak serius memikirkan masalah kemacetan di wilayahnya. Sejauh ini ramalan ini pun benar: pembatasan kendaraan berdasar nomor ganjil-genap ditunda sampai waktu yang tidak pasti, pembangunan MRT juga terkatung-katung dengan alasan administratif.
Selain prediksi-prediksi yang terbukti benar tersebut, blog ini juga pernah meramalkan bahwa paska kemenangan SBY dalam pemilu 2009 Indonesia akan menghadapi berbagai situasi yang semakin memprihatinkan. Silakan Anda menilainya sendiri, tapi perkenankan saya mengingatkan Anda tentang berbagai hal yang mungkin Anda lupa.
Pertama adalah kasus Bank Century yang "meledak" setelah SBY memegang kekuasaan untuk periode kedua. Kedua adalah bencana-bencana alam Gempa Padang dan meletusnya Gunung Merapi yang menewaskan Mbah Maridjan. Selanjutnya adalah mencuatnya skandal-skandal mega korupsi seperti Wisma Atlet, Hambalang, Simulator SIM dan inefisiensi 100 triliun PLN. Disusul kemudian kasus pencurian pulsa besar-besaran oleh operator-operator telekomunikasi. Kecuali itu kita juga disuguhi dengan beberapa masalah harga kebutuhan pokok yang melonjak: cabai, kedelai, daging sapi dan yang tengah melanda saat ini adalah bawang.
Seperti biasa setelah terjadi kenaikan barang-barang yang mencekik leher rakyat, Presiden SBY langsung melakukan langkah pencitraan: di layar televisi menunjukkan empati pada rakyat sembari "marah-marah" pada pejabat-pejabatnya serta pihak-pihak yang diduga menjadi penanggungjawab masalah tersebut. Langkah ini pun disusul oleh para menterinya yang tergopoh-gopoh terlihat sibuk berusaha "menyelesaikan masalah", termasuk dengan berteriak-teriak mengancam para "pemain" bisnis barang-barang kebutuhan pokok untuk menutup ijin bisnis mereka, ancaman yang tidak pernah terdengar kabarnya pernah dibuktikan.
Selanjutnya bisa diduga, harga barang-barang kembali stabil, namun dengan meninggalkan banyak luka perih di hati rakyat yang bertolak belakang dengan pundi-pundi keuntungan yang dinikmati para pemain bisnis barang kebutuhan pokok. Selanjutnya kenaikan harga terjadi lagi pada komoditas lain, dan hal itu terus berulang-ulang terjadi.
Saya sangat tidak percaya kalau pemerintah dengan segala sumberdaya yang dimilikinya tidak bisa mengatasi masalah distribusi barang-barang kebutuhan pokok. Yang menjadi masalah adalah karena oknum-oknum pemerintah tidak benar-benar serius memikirkan kesejahteraan rakyat melainkan hanya memikirkan kesejahteraan pribadi dan keluarganya.
Saya tidak ingin menggurui, namun saya sudah pernah mengusulkan campur tangan pemerintah di sektor distribusi barang-barang kebutuhan pokok. Sayangnya usul ini tidak mungkin bisa dilakukan pemerintahan SBY yang telah memilih menjadi kaki-tangan asing dengan faham neo-liberalismenya. Buktinya pemerintah tidak mau merevitalisasi kembali lembaga BULOG yang semasa Orde Baru berhasil menjaga fluktuasi harga barang-barang kebutuhan pokok. BULOG inilah salah satu institusi yang menjadi sasaran para pengikut neo-liberalisme untuk dihancurkan selain BUMN-BUMN strategis seperti PTDI, PT PAL, dan PT INKA, karena keberadaan mereka akan menghambat penguasaan aset-aset strategis bangsa ini oleh kepentingan asing serta bisa memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi perekonomian nasional jika dikelola dengan benar.
Solusi paling cerdas tentu saja adalah dengan membuka lahan-lahan menganggur yang potensial yang tersebar di banyak pulau di Indonesia untuk mengembangkan industri pertanian dan perkebunan serta peternakan.
Kemakmuran suatu negara bukan diukur dari penghasilan masyarakatnya yang tinggi, melainkan seberapa besar produksi barang dan jasa yang dihasilkan masyarakatnya. Semakin banyak barang dan jasa yang bisa dihasilkan, maka semakin besar pula kemakmuran yang dicapai masyarakat. Sebaliknya penghasilan masyarakat yang tinggi namun tidak diimbangi dengan ketersediaan barang dan jasa, maka hal itu tidak ada artinya.
No comments:
Post a Comment