Paska pendudukan Irak oleh Amerika dan sekutu-sekutunya, Amerika ternyata gagal membentuk pemerintahan baru yang pro-zionis internasional. Alih-alih perdana menteri yang berkuasa saat ini, Nuri al Maliki, justru lebih memilih Iran dan Rusia sebagai sekutunya. Yang lebih menyakitkan kalangan zionis internasional, Irak terlibat aktif membantu regim Bashar al Assad di Syria dengan membiarkan bantuan dari Iran melintas wilayahnya. Dalam beberapa kesempatan tentara Irak bahkan melakukan aksi militer yang merugikan pemberontak Syria.
Dengan keberpihakan Irak pada poros anti-Israel yang ditulangpunggungi oleh Iran dan Syria, maka dipastikan poros ini akan semakin kuat karena kini tidak ada lagi halangan teritorial yang selama ini memisahkan Iran dengan Syria. Maka tidak ada pilihan lain, Irak harus digoyang.
Menyusul bentrokan berdarah antara aparat keamanan dan demonstran bersenjata di Hawija, Irak Utara, hari Selasa (23/4), serangkaian aksi kekerasan melanda Irak hingga dalam waktu kurang dari seminggu sejak bentrokan tidak kurang dari 200 orang telah tewas.
Sebagaimana plot zionis internasional lainnya, aksi-aksi kekerasan di Irak juga melibatkan media massa terutama televisi. Maka selain melakukan tindakan tegas terhadap para perusuh, pemerintahan Nuri al Maliki juga melakukan hal yang sama terhadap media-media massa yang dianggap sebagai provokator. Hari Minggu lalu (28/4) pemerintah Irak melarang 10 saluran televisi untuk melakukan siaran di Irak. Televisi terbesar di Irak, al-Sharqiya serta televisi berbasis di Qatar, Al-Jazeera termasuk di antara mereka.
Komisi Komunikasi dan Media Irak menuduh ke-10 media massa tersebut telah "mendramatisir keadaan, menebarkan informasi palsu dan memprovokasi pelanggaran hukum dan serangan terhadap aparat keamanan." Komisi tersebut juga menuduh mereka telah "mempromosikan organisasi-organisasi teroris yang telah melakukan kejahatan terhadap rakyat Irak".
Televisi-televisi lainnya yang mendapat perlakuan yang sama adalah al-Sharqiya News, Salahuddin, Fallujah, Taghyeer, Baghdad, Babiliya, Anwar 2 and al-Gharbiya.
Pada hari Sabtu (27/4) PM Nuri al-Maliki menyerukan persatuan nasional dan menuduh kerusuhan-kerusuhan yang melanda Irak saat ini telah dikendalikan oleh pihak-pihak dari luar negeri. Pernyataan tersebut sekaligus membantah tuduhan bahwa dirinya telah menyulut kerusuhan di Irak dengan menjalankan kebijakan yang tidak adil terhadap kaum Sunni.
Isu Shiah-Sunni memang sangat terasa di Irak, negara yang mayoritas penduduknya Shiah namun selama berpuluh tahun diperintah oleh regim Sunni yang opresif terhadap orang-orang Shiah, yaitu Saddam Hussein. Meski sama-sama berjuang melawan Amerika, para pejuang Shian dan Sunni juga terlibat dalam pertikaian berdarah. Namun ada satu ciri yang sama yang menunjukkan keterkaitan sebagian besar pejuang Sunni sebagai bagian dari gerakan salafi radikal dan kelompok teroris al Qaida yang para analis inteligen sepakat sebagai kelompok bentukan zionis, yaitu kesukaan mereka merusak tempat-tempat ibadah.
Saat terpilih sebagai perdana menteri, PM Nuri al Maliki yang bergama Shiah sebenarnya telah berupaya meredam pertikaian sektarian dengan merangkul semua kelompok etnis dalam pemerintahan, termasuk Sunni dan Kurdi. Namun sudah nasibnya Nuri untuk menghadapi berbagai krisis sektarianisme. Diawali dengan kasus pembununan-pembunuhan politik dan terorisme yang melibatkan Wapres Hashemi yang berasal dari kelompok Kurdi, dilanjutkan dengan kasus sejenis yang dilakukan menteri keuangan Rafie al-Issawi yang berasal dari kelompok Sunni.
Saat Nuri hendak menangkap Hashemi, yang bersangkutan melarikan diri ke wilayah otonomi Kurdi, selanjutnya berpindah ke Qatar dan kini tinggal di Turki. (Kita mengetahui bahwa baik Qatar maupun Turki adalah negara yang terlibat dalam konflik Syria). Saat itu Nuri hanya terlibat dalam perselisihan diplomatik dengan pemerintahan Otonomi Kurdi, Qatar dan Turki. Namun ketika ia berusaha menangkap Rafie al-Issawi akhir tahun lalu, para pendukung Rafie yang didukung media massa massa dan media sosial populer facebook dan twitter berupaya menggelar "Arab Spring" di Irak dengan mengusung isu sektarianisme demi meraih dukungan negara-negara Sunni di kawasan tersebut. Hingga saat ini gerakan ini belum berhenti dan minggu lalu telah menelan korban lebih dari 200 orang tewas.
Tentang kerusuhan-kerusuhan yang saat ini melanda Irak, televisi Iran Press TV baru-baru ini mewawancarai politisi Irak pro-Nur Maliki, Sa’ad al-Muttallibi yang memberikan analisis menarik seputar aksi-aksi kerusuhan tersebut.
Berikut transkripnya:
Press TV: Sa’ad al-Muttalibi, apakah kekuatan-kekuatan yang mempromosikan konflik sektarian di Syria saat ini tengah melakukan hal yang sama di Irak?
Muttalibi: Tampak bahwa tanda-tanda yang menunjukkan para pelaku yang terlibat di Irak.... sangat mirip dengan yang terjadi di Syria dan bagian-bagian lain di kawasan ini. Ada bukti-bukti dan kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di Irak bahwa kekuatan yang sama yang tengah bermain..., kekuatan-kekuatan yang berada di Syria, yang mengkampanyekan isu sektarian daripada hal-hal lain terkait kepentingan suatu negara, tengah melakukan taktik yang sama di Irak.
Tentu saja Irak tidak sama dengan Syria, namun cukup fair untuk mencurigai bahwa orang-orang yang sama dengan bermain di Irak, atau setidaknya tengah mencobanya.
Masalah yang ada di Irak adalah di Irak terdapat banyak politisi yang membuat Irak sangat subur bagi kepentingan asing untuk bermain dan menciptakan pandangan-pandangan sektarian untuk dipraktikkan di wilayah Irak.
Ini tentu adalah sesuatu yang membahayakan karena akan menciptakan polarisasi di tengah masyarakat dan menimbulkan pertikaian di dalam struktur masyarakat yang bisa menimbulkan masalah nasional yang dampaknya bisa sangat menghancurkan seluruh rakyat Irak.
Press TV: Baik, Sa’ad al-Muttalibi, mari kita lanjutkan lebih jauh lagi tentang pernyataan PM Nuri al-Maliki. Ia menyinggung tentang perpecahan, ia berbicara tentang al-Qaeda sebagai teroris yang bertanggungjawab atas aksi-aksi kekerasan yang terjadi. Apakah situasi di Syria telah mempengaruhi munculnya Al Qaida di Irak?
Muttalibi: Bisa jadi. Seorang saksi mata menceritakan kepada saya hari ini tentang kondisi di Hawijah, bahwa orang-orang yang terlibat dalam bentrokan dengan aparat keamanan, tentu saja mereka yang terluka maupun yang tewas, mereka bukan warga sipil. Mereka adalah kelompok bersenjata dari organisasi Naghshebendi atau anggota Partai Ba’ath (partai sosialis sekuler yang dipimpin Saddam Hussein). Para saksi mata mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang baru tiba dari Syria seminggu yang lalu.
Jadi dipastikan ada satu bentuk pergerakan antara Irak dan Syria. Kita harus ingat dengan pesan perdana menteri hari ini yang merupakan kombinasi antara ancaman dengan tawaran penyelesaian masalah. Membuka pintu negosiasi dan pada saat yang sama memberikan ancaman keras pada siapa saja yang bermain dalam konflik sektarian, bahwa konflik ini tidak akan berhasil dan Irak sebagai negara demokratis tidak akan mengubah pemerintahan melalui senjata dan kekerasan. Kotak-kotak suara-lah yang menentukan nasib pemerintahan Irak dan dengan melalui proses demokrasi dan konstitusi kita bisa menentukan proses politik di Irak.
Jadi kembali ke pertanyaan Anda, ya saya percaya bahwa terjadi perpindahan antara Syria dan Irak dan mereka yang tengah mengalami kekalahan di Syria, pada beberapa bagian tertentu, tengah kembali ke Irak atau sebagai alternatif lain mereka berpindah ke Irak untuk menciptakan landasan bagi tercapainya kondisi awal bagi terciptanya kondisi perang sipil di Irak di wilayah yang didominasi warga Sunni dan mereka berharap hal ini akan menyebar ke Bahgdad dimana kekuasaan berpusat.
Press TV: Pertanyaan kedua. Masyarakat ingin mengetahui sikap sebenarnya dari Amerika atas masalah yang kini terjadi di Irak. Menteri pendidikan Irak Ali Adeeb, mengatakan bahwa ada peran yang dilakukan Amerika untuk memecah Irak menjadi 3 bagian, yaitu Kurdi, Sunni dan Shiah.
Muttalibi: Baik, jika kita kembali ke pertanyaan pertama, juga, ada bukti-bukti yang didapatkan di dalam kamp-kamp demonstran ketika aparat keamanan mendudukinya. Bukti-bukti itu jelas menunjukkan adanya hubungan antara para demonstran dengan Partai Ba'ath. Ada perintah-perintah langsung dan surat-surat serta bukti-bukti komunikasi dari kelompok Izzat al-Douri group di dalam kamp.
Jadi secara natural mereka berkepentingan untuk menyerukan dibatalkannya undang-undang anti-terorisme, klausal empat, dan untuk kembalinya para pendukung Partai Ba'ath ke kuasaan karena mereka mewakili kelompok tersebut.
Sedangkan untuk posisi Amerika, saya masih ragu. Saya agak bingung dengan posisi yang dimainkan Amerika di Irak. Turki adalah sekutu dekat Amerika dan juga Qatar. Jadi apa yang dilakukan Amerika di Irak sangat mencurigakan dan membingungkan dan sangat sulit untuk menganalisa tujuan mereka.
(Mungkin Sa’ad al-Muttalibi tengan berdiplomasi demi kepentingan politiknya karena bagaimana pun pengaruh Amerika relatif masih cukup kuat, termasuk terhadap PM Nuri al Maliki sendiri. Namun yang pasti agenda Amerika memecah Irak menjadi beberapa negara etnis sudah lama diketahui publik: blogger)
Jika mereka memutuskan untuk memecah Irak, maka Kurdi akan jatuh ke dalam pengaruh Iran dan Turki sementara Sunni akan jatuh ke pengaruh Jordania dan Saudi dan secara natural akan membuat wilayah selatan yang kaya minyak menjadi daerah konflik dengan Kuwait dan Saudi. Konflik yang terjadi tidak hanya karena alasan agama namun juga minyak.
Jadi ini sangat membingungkan dan melihat dari peta politi, ketiga entiti akan menciptakan ketidak stabilan di seluruh kawasan.
Press TV: Sa’ad al-Muttalibi, berikan kepada kami pandangan tentang dukungan terhadap Nuri al-Maliki di dalam negeri, di antara anggota parlemen dan tentu saja di antara kelompok-kelompok politik.
Muttalibi: Di antara 325 anggota parlemen, terdapat jaminan dukungan bagi Nuri dari 100 anggota. Sisanya sebanyak 225 adalah suara mengambang. Kelompok Sadrist tentu menentang Maliki, mereka Shiah namun bertentangan dengan aspirasi kaum Shiah Irak. Mereka sangat dekat dengan orang Sunni, mereka sangat dekat dengan blok Iraqia (oposisi) dan sangat dekat dengan ........, sebenarnya mereka adalah kelompok "bingung".
Mereka mengetahui apa keinginan mereka, namun mereka bertentangan dengan keinginan kelompok-kelompok Shiah lainnya dan hasil pemilu menunjukkan dukungan yang rendah terhadap mereka di antara penduduk Irak. Mereka gagal memenuhi aspirasi para pendukungnya. Jadi ada satu isu yang kita tidak bisa selesaikan saat ini.
Kelompok lain dalam parlemen juga mencerminkan situasi yang memalukan karena mereka dipilih oleh mereka yang kini menjadi demonstran dan mereka tidak dapat mendapatkan apapun yang dituntut oleh para pendukungnya melalui partisipasi prose politik.
Menarik diri dari pemerintahan dan parlemen juga tidak memberikan solusi bagi para demonstran. Jadi pada dasarnya kebingungan tengah melanda rakyat Irak, namun rakyat Irak, menurut "pooling" terakhir, yaitu hasil terakhir pemilu regional minggu lalu, terdapat lebih dari 50% dukungan untuk Nuri al Maliki.
Press TV: Sa’ad a-Muttalibi, apakah Anda setuju dengan anggapan bahwa Nuri al Maliki gagal mengendalikan masalah, bahwa satu kudeta mungkin terjadi yang didorong oleh oposisi.
Muttalibi: Tidak setuju. Mereka pernah mencoba di masa lalu dan mereka gagal mengambil kesepakatan tentang siapa yang akan menggantikan Maliki. Jadi dalam hal ini Maliki akan tetap berkuasa dan bahkan ia akan semakin kuat dan berbahaya bagi para oposisi.
Jadi ide untuk menjatuhkan kekuasaannya melalui parlemen atau melalui cara konstitusi lainnya sangat tidak mungkin dilakukan.
Deputi perdana menteri Dr. Saleh al-Mutlaq, yang juga seorang tokoh Sunni kini memimpin satu komisi yang terdiri dari aparat keamanan dan tokoh masyarakat yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang kini terjadi di Irak.
Press TV: Sa’ad al-Muttalibi, apa yang harus dilakukan selanjutnya oleh Nuri al-Maliki?
Muttalibi: Irak adalah satu negara, negara yang berdaulat. Kami memiliki angkatan bersenjata dan mereka yang berfikir bisa mengubah Irak menjadi seperti Syria, telah membuat kalkulasi yang keliru. Jika pada sati titik Irak menjadi ajang pertikaian sektarian atau perang sipil, konsekuensinya tidak saja mengancam negara Irak, melainkan juga semua negara tetangga Irak termasuk yang di Utara (Turki) dan Selatan (Saudi dan negara-negara Teluk)
Jadi, sangatlah bodoh untuk mempercayai seseorang bisa meraih keuntungan dengan menggunakan aksi-aksi terorisme di Irak dan selanjutnya merasa aman dari para teroris yang didukungnya.
Maka, menurut saya, negara-negara tetangga harus lebih bijak bersikap terhadap pemerintahan Nuri al Maliki dengan memberikan dukungan kepadanya.
REF:
"Flares of terrorism in Iraq set to burn its sponsors: Sa’ad al-Muttalibi"; Press TV; 26 April
"Iraq suspends 10 satellite TV channels for promoting violence"; Press TV; 28 April 2013
No comments:
Post a Comment